Mulai Rabu, 24 Juli
2013, tepat pukul 24.00 WIB, Bandara Polonia, Medan, secara resmi ditutup untuk
kegiatan operasional penerbangan sipil. Bersamaan dengan itu, terhitung sejak
Kamis, 25 Juli 2013, pukul 00.01 WIB (17.01 UTC), Bandara Internasional Kualanamu
di Deli Serdang mengawali operasinya menggantikan peran Bandara Polonia. Ke depan, penerbangan menuju medan akan menggunakan kode three letter code KNO yang merupakan inisial Bandara Kualanamu, berbeda dengan kode sebelumnya, MES, yang digunakan untuk penerbangan melalui Bandara Polonia.
|
Bandara Kualanamu menjelang pengoperasian |
Pengalihan tersebut
sesuai dengan dokumen AIRAC AIP (Aeronautical
Information Regulation And Control / Aeronautical Information Publication) Supplement No: 03/13 tertanggal 30 Mei
2013. Dokumen yang dirilis Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian
Perhubungan tersebut berisi tentang Pengoperasian Bandara Internasional
Kualanamu terkait dengan Wilayah Udara Pelayanan Lalu Lintas Udara dan Prosedur
Penerbangan.
”Dengan demikian,
untuk seterusnya, seluruh kegiatan pelayanan operasional penerbangan dari dan
menuju Medan dilakukan di Bandara Kualanamu,” terang Direktur Utama PT
Angkasa Pura II (Persero) Tri S Sunoko,
melalui pernyataan resminya, Selasa, 23 Juli 2013. Proses pemindahan seluruh peralatan pendukung operasional
maupun komponen lain dari Polonia ke Kualanamu dilakukan secara marathon hingga
24 Juli tengah malam, termasuk pesawat-pesawat yang akan melakukan penerbangan
pada pagi hari tanggal 25 Juli.
Dijelaskan, secara
kapasitas, daya tampung Bandara Kualanamu yang diorientasikan menjadi penghubung (hub) penerbangan regional Asia tersebut, hampir mencapai sepuluh kali lipat dari Bandara Polonia. Jika saat
ini Bandara Polonia berdaya tampung 900 ribu pergerakan penumpang per tahun,
Kualanamu mampu melayani pergerakan sebanyak 8,1 juta penumpang per tahun melalui pengembangan
Tahap I. Pada pengembangan lanjutan yang telah diprogramkan, Kualanamu dedesain
mencapai kapasitas maksimal untuk melayani hingga 22,1 juta pergerakan penumpang
per tahun.
Sehubungan dengan
pengalihan ini, Tri Sunoko berharap, seluruh pihak baik yang berkaitan langsung
dengan kegiatan pelayanan di Bandara Kualanamu dapat turut melakukan
sosialisasi secara berkesinambungan. Sehingga pengguna jasa bandara dapat
segera beradaptasi terhadap kondisi, sistem dan pola pelayanan, fasilitas,
hingga terhadap jarak dan waktu tempuh. Karena dikhawatirkan, keberadaan
sejumlah fasilitas baru dan pola pelayanan yang berbeda dengan Bandara Polonia
dikhawatirkan akan berdampak terhadap kelancaran dan kenyamanan pengguna jasa.
Untuk proses
pendaftaran (check-in), misalnya, Bandara Kualanamu menerapkan sistem terbuka
dengan area check-in yang luas. Berbeda dengan Polonia, di area tersebut
terdapat 80 konter check-in yang telah dilengkapi teknologi Baggage Handling
System (BHS). Ini merupakan teknologi penanganan bagasi otomatis pertama yang
digunakan oleh bandara di Indonesia. Selain memiliki tingkat pendeteksi
keamanan tertinggi (Level 5), teknologi ini memungkinkan penumpang untuk
melakukan pendaftaran bagasi di konter manapun tanpa takut barangnya tertukar
jadwal penerbangan.
Selain itu, bandara
yang berada di atas lahan seluas 1.365 hektare ini juga dilengkapi fasilitas
modern lain yang sebelumnya tidak ditemui di Bandara Polonia. Antara lain
delapan garbarata (avio bridge) yang akan menghubungkan penumpang langsung dari
area keberangkatan di dalam terminal menuju kabin pesawat. Keberadaan ruang
tunggu (boarding lounge) yang luas dan memisahkan antara penumpang penerbangan
domestik dan internasional, juga menjadi hal baru yang akan dirasakan pengguna
jasa. Ditambah lagi area komersial luas di tiga lantai yang ada, akan
memanjakan pengguna jasa berbelanja aneka kebutuhan sesuai keinginan.
Sehubungan dengan
pelaksanaan pengoperasian awal (soft operation), dimungkinkan akan terdapat
sejumlah kekurangan yang terjadi di Bandara Kualanamu. Meski kondisi tersebut
lazim terjadi dalam setiap pengoperasian bandara baru di manapun, Tri Sunoko
berharap masyarakat pengguna jasa dapat memaklumi dan membantu melaporkan
kekurangan-kekurangan yang ditemui dalam rangka evaluasi dan penyempurnaan.
”Bantu kami
memanfaatkan soft operation ini untuk mengevaluasi dan melakukan penyempurnaan
atas kekuarangan yang mungkin akan muncul di sana-sini. Kita semua berharap,
pada saat peresmian (full operation) September nanti, tidak ada lagi masalah
yang muncul,” ungkapnya.
Disebutkannya, saat
ini masih terdapat sejumlah penyelesaian tahap akhir pekerjaan beberapa
fasilitas penunjang bandara di area terminal. Pekerjaan-pekerjaan itu sendiri
bersifat minor, yang kemungkinan hanya akan memberikan dampak relatif kecil
terhadap kenyamanan penumpang. ”Kami meminta maaf atas ketidaknyamanan yang
mungkin akan ditimbulkan akibatnya. Doakan kami agar dapat menyelesaikan
semuanya dengan baik dan cepat sebelum peresmian September nanti,” imbuh Tri
Sunoko.
Sarana Transportasi
Bandara
Internasional Kualanamu berjarak sekitar 40 kilometer dari pusat Kota Medan.
Bandara terbesar kedua setelah Bandara Soekarno-Hatta ini diorietasikan menjadi
hub penerbangan internasional untuk kawasa regional Asia. Selain menggunakan
kendaraan pribadi, para penumpang memiliki beberapa pilihan transportasi umum
untuk mencapai bandara. Antara lain dengan menggunakan bus, taksi, maupun
kereta api melalui Stasiun Besar Medan.
|
KA Bandara Kualanamu yang akan dioperasikan Railink |
”Untuk menghindari
keterlambatan, seluruh penumpang diimbau agar dapat tiba di bandara sekurangnya
2 jam sebelum terbang. Seluruh maskapai kami minta untuk turut
menyosialisasikan hal ini kepada seluruh pelanggannya,” jelas Tri Sunoko.
Mengingat
aksesibilitas jalan raya dari dan menuju bandara yang masih belum maksimal,
para calon penumpang diimbau untuk memanfaatkan sarana moda Kereta Api Bandara.
Dijelaskan, Kereta Api Bandara Kualanamu merupakan fasilitas khusus berbasis
rel pertama bagi bandara di Indonesia. Transportasi yang dikelola PT Railink ini
tersebut mengantar dan menjemput penumpang dari Stasiun Besar Medan menuju
Bandara Kualanamu juga sebaliknya.
Dari Stasiun Medan,
KA akan berangkat menjelang penerbangan pertama, pukul 03.55 WIB. Kemudian
pemberangkatan terakhir dari Bandara Kualanamu menuju Medan seusai penerbangan
terakhir, pukul 24.15 WIB. Tarif untuk KA Bandara ini adalah Rp80.000 per orang
untuk sekali jalan, dengan waktu tempuh rata-rata selama 45 menit.
Pilihan lain selain
KA Bandara adalah dengan menggunakan taksi, dengan jarak tempuh sekitar 40
kilometer dari Kota Medan dan lama perjalanan sekitar 60-90 menit pada kondisi
lalu lintas lancar. Tarif resmi rata-rata per sekali jalan dari Kota Medan ke
Kualanamu berkisar Rp145.000.
Selain itu,
tersedia pula angkutan khusus Bus Damri yang tersedia di dua lokasi di Kota
Medan dengan waktu tempuh yang tak terpaut jauh dengn taksi. Bagi pengguna
jasa, Damri menyediakan Shelter di Jalan Gatot Subroto (Carrefour) dengan tarif
Rp15.000, dan satu shelter lagi di Amplas dengan tarif Rp 10.000 per orang per
sekali jalan. Selain angkutan Bus Damri, tersedia pula shelter bus yang
dipersiapkan PO Bus ALS di Binjai dengan tarif Rp30.000 per orang.
Pada tahun 1975,
berdasarkan keputusan bersama Departemen Pertahanan dan Keamanan, Departemen
Perhubungan dan Departemen Keuangan, pengelolaan Pelabuhan Udara Polonia
menjadi hak pengelolaan bersama antara Pangkalan Udara AURI dan Pelabuhan Udara
Sipil (enclave). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 30 Tahun 1985, pengelolaan
Pelabuhan Udara Polonia diserahkan kepada Perum Angkasa Pura yang selanjutnya
berubah menjadi PT Angkasa Pura II (Persero) mulai 1 Januari 1994. Hingga
akhirnya, mulai 25 Juli 2013, pengoperasian Polonia dialihkan ke Bandara
Kualanamu di Deli Serdang.
Saat ini PT Angkasa Pura II mengelola sebanyak 13 bandara komersial di wilayah Indonesia bagian barat.
Bandara-bandara tersebut adalah Soekarno-Hatta (Banten), Halim Perdanakusuma
(Jakarta), Polonia (Medan), Supadio (Pontianak), Minangkabau (Padang), Sultan
Mahmud Badaruddin II (Palembang), Sultan Syarif Kasim II (Pekanbaru), Husein
Sastranegara (Bandung), Sultan Iskandarmuda (Banda Aceh), Raja Haji
Fisabilillah (Tanjung Pinang), Sultan Mahmud Badaruddin II (Palembang), Depati
Amir (Pangkal Pinang), serta Bandara Silangit (Tapanuli Utara) terhitung sejak
14 Desember 2012. Kemudian terhitung sejak 16 Januari 2013, PT Angkasa Pura II
tidak lagi melayani jasa pemanduan pada wilayah udara (Flight Information
Region/ FIR) Jakarta. Jasa pemanduan tersebut kini dilayani oleh Perum Lembaga
Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI). (roda kemudi)