Pages

Friday, November 21, 2008

Peran Swasta Dinantikan dalam Pengembangan Transportasi KA

Kondisi keuangan pemerintah yang didukung minimnya peran pemerintah daerah dalam pembangunan perkeretaapian nasional, disinyalir menjadi salah satu penyebab tersendatnya pembangunan moda transportasi tersebut. Peranan pihak swasta diharapkan muncul untuk mengoptimalisasikan pengembangan sarana dan prasarana transportasi KA.

"Peran swasta sangat penting. Pada 2009-2011 saja, investasi swasta yang dibutuhkan untuk pembangunan sejumlah proyek perkeretaapian sebesar Rp 56,01 trilun," jelas Direktur Transportasi pada Deputi Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Prihartono, dalam Roundtable Discussion Perkeretaapian bersama Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) di Jakarta, Kamis (20/11).

Investasi tersebut, kata dia, dibutuhkan untuk pembangunan KA Bandara Soekarno-Hatta, KA Bandara Kualanamu, tunnel di Sumatera Barat, jalan KA Bengkulu, jalan KA Simpang-Tanjung Api-api, shortcut Tanjung Enim-Baturaja, jalan KA Lahat-Kertapati, jalan KA batubara Kalimantan Tengah, jalan KA batubara Kalimantan Timur, serta monorail Jakarta.

"Keterlibatan swasta harus tetap dalam kerangka kerjasama pemerintah dan swasta (KPS), sehingga tidak semua pembiayaan ditanggung swasta," imbuhnya. Sedangkan untuk proyek dengan kelayakan finansial rendah namun memiliki kelayakan ekonoi yang tinggi, lanjutnya, perlu disediakan dukungan pemerintah. "Di antaranya dalam bentuk penyediaan tanah dan sebagaian konstruksi."

Khusus untuk revitalisasi sarana dan prarasana perkeretaapian yang sudah ada (existing) saat ini, total biaya yang diperlukan mencapai Rp 27,3 triliun. Sebanyak Rp 19,3 trilun di antaranya berasal dari anggaran pemerintah dan sisanya sekitar Rp 7,9 trilun diharapkan dari investasi swasata. "Revitalisasi tersebut meliputi perkeretaapian di Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Bagian Selatan, Jawa dan Jabotabek," papar Bambang.

Dia menambahkan, proyek yang membutuhkan biaya besar itu akan tetap sulit terealisasi bila pemerintah lokal tidak ikut berkontribusi. "Pengalaman selama ini menunjukkan banyak polemik yang mengganggu progam pembangunan justru terjadi di antara lembaga milik pemerintah sendiri. Misalnya, terkendalanya pembangunan akses menuju Pelabuhan Tanjung Priok kenati saat itu pelaksana pembangunan dan pemilik kawasan adalah lembaga pemerintah.

Direktur Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan (Dephub) Wendy Aritenang Yazid mengatakan, salah satu kendala pada percepatan pembangunan sarana dan prasarana perkeretaapian adalah pengandalan pembiayaan dari pemerintah pusat. Berbeda dengan pembangunan jalan dan proyek lainnya, tambah dia, ada bagian tertentu yang menjadi tanggungjawab pemerintah daerah, sedangkan di perkeretaapian hal semacam itu tidak ada. "Bayangkan, jalur KA lewat di wilayahnya, tetapi bahkan untuk petugas penjaga perlintasan saja biayanya harus dari pusat. Ini harus diubah," katanya.

Dia juga mengungkapkan, saat ini sudah ada sejumlah pemerintah daerah, di antaranya Sumatera Selatan yang berinisiatif untuk ikut berinvestasi untuk operasional KA di wilayahnya. Juga ada pemerintah daerah yang mulai berinisiatif untuk membiayai perlintasan dan pengamanannya di wilayahnya. "Diharapkan lebih banyak lagi yang berkontribusi seperti itu," kata dia.

Sementara itu, Koordinator Forum Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Joko Setijanto mengatakan, kesempatan bagi swasta untuk berinvestasi di perkeretaapian sangat besar. Namun, sebaiknya pemerintah memberikan insentif sehingga mereka lebih serius dalam berinvestasi di bidang tersebut. (roda-kemudi)

No comments: