Pages

Monday, February 15, 2010

Bandara Wolter Monginsidi Kendari Ganti Nama Haluoleo

Bandara Wolter Monginsidi, Kendari, Sulawesi Tenggara, resmi bersalin nama menjadi Bandara Haluoleo Kendari, Sabtu, (13/2). Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono yang meresmikan proses pergantian nama tersebut mengatakan, Bandara Haluoleo Kendari merupakan era baru bagi masyarakat Sulawesi Tenggara.

Menurut Wamenhub, perubahan nama ini didasari pada aspirasi dan tuntutan yang berkembang dalam masyarakat Sultra. Yaitu penguatan dan keinginan untuk menampilkan tokoh sejarah Sultra, Haluoleo, dalam penamaan sarana dan prasarana vital sebagai perwujudan identitas atau jati diri profil provinsi tersebut.

”Pergantian nama Bandara Wolter Monginsidi menjadi Bandara Haluoleo ini menjadi era baru bagi masyarakat Sulawesi Tenggara. Saya harap, dapat lebih mendorong peningkatan kualitas pelayanan kepada pengguna jasa transportasi udara,” ujarnya.

Atas dasar itulah, Wamenhub meminta pergantian nama tidak hanya sekedar memenuhi hasrat untuk mengggeser nama Wolter Monginsidi sebagai identitas bandara menjadi Haluoleo, tetapi juga harus dapat memunculkan tekad dan semangat baru untuk mengembangkan Bandara dalam meningkatkan mutu pelayanan agar dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat.

 ”Pergerakan arus barang dan penumpang harus diupayakan harus lebih lancar dari saat ini, serta azas keterhubungan (connectivity) antarpulau juga harus terjaga. Saya berharap operator bandara untuk lebih mampu memelihara citra baik bandara ini. Kemudian operator penerbangan juga harus mampu meningkatkan kualitas pelayanan dan senantiasa mengedepankan aspek keamanan dan keselamatan penerbangan,” tegasnya.

Dipaparkan Wamenhub, hal tersebut sejalan dengan paradigma pembangunan transportasi nasional di masa mendatang yang dicanangkan oleh pemerintah. Yaitu pembangunan yang diarahkan kepada terwujudnya sistem transportasi yang efektif dan efisien dengan mengedepankan keberpihakan kepada kepentingan masyarakat. Di mana jangkauan daya beli masyarakat serta kemudahan aksesibilitas harus dijadikan sebagai landasan dan tolok ukur dalam penyediaan prasarana dan sarana pendukung transportasi itu sendiri.

Pemerintah Pusat, lanjut Wamenhub, memiliki komitmen yang kuat untuk mendukung upaya pemerintah daerah dalam membangun dan mengembangkan  sistem transportasi efektif dan efisien tersebut. Karenanya, setiap tahun pemerintah selalu menganggarkan alokasi pendanaan dalam mata Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), baik untuk pembangunan maupun pengembangan sarana dan infrastruktur transportasi di seluruh Indonesia.

”Terhadap penyelenggaraan pelayanan jasa transportasi udara, Kementerian Perhubungan memiliki komitmen yang ingin dicapai dalam jangka pendek dari aspek fundamental terselenggaranya operasional bandara,” paparnya.

Komitmen tersebut antara lain, pertama adalah terjaminnya keselamatan, keamanan dan kepastian hukum serta kualitas pelayanan, dan kenyamanan dalam penyelenggaraan transportasi udara. Komitmen selanjutnya adalah terwujudnya pertumbuhan sub sektor transportasi udara yang stabil sehingga dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan, khususnya di daerah-daerah terpencil. Kemudian, terwujudnya perusahaan penerbangan yang efisien dan efektif serta kompetitif di pasar nasional, regional, maupun internasional. ”Sebentar lagi, kebijakan open sky tingkat ASEAN akan diterapkan. Maskapai kita harus siap untuk itu,” kata Wamenhub.
Sedangkan komitmen keempat, lanjutnya, adalah terwujudnya kontiunitas pelayanan jasa transportasi udara yang terjangkau ke seluruh pelosok tanah air sehingga dapat ikut mendorong pemerataan pembangunan, kelancaran distribusi, stabilitas harga barang dan jasa, serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

”Kelima, peningkatan kualitas profesionalisme SDM, khususnya di lingkungan perhubungan udara dan terbentuknya kelembagaan yang optimal dan efektif. Sehingga dapat mendukung terwujudnya penyelenggaraan transportasi udara yang andal, aman, dan berdaya saing,” papar Wamenhub.

Nama Wolter Monginsidi Tetap Dipakai

Bandara Wolter Monginsidi merupakan bandara enclave sipil yang penggunaannya dilakukan bersama untuk kepentingan penerbangan sipil maupun militer oleh TNI AU. Sejarah pendirian Bandara Wolter Monginsidi sangat dipengaruhi oleh keberadaan dan perjuangan pahlawan Robert Wolter Monginsidi, sebagai pejuang kemerdekaan yang kemudian dinobatkan sebagai pahlawan nasional.

Nama Wolter Monginsidi akan tetap digunakan untuk kepentingan penerbangan militer. Tetapi untuk penerbangan sipil komersial, selanjutnya akan menggunakan nama Haluoleo. Terkait hal tersebut, pemerintah akan melakukan amandemen NOTAM sebagai langkah sosialisasi kepada pihak terkait, baik di tingkat nasional maupun internasional. ”Untuk mencegah terjadinya human error pada aktivitas penerbangan,” pungkas Wamenhub.

Bandara Wolter Monginsidi memiliki landasan pacu berkonstruksi aspal beton dengan panjang 2250 meter dan 30 meter. Bandara ini dilengkapi taxiway berukuran panjang 379 meter dan lebar 23 meter, serta terminal penumpang yang luasnya mencapai 1000 meter persegi. Kemudian untuk keperluan navigasi udara, pemerintah telah melengkapinya dengan beragam perlengkapan. Di antaranya adalah ADS-B rakitan Thales (Jerman), Radar AP I Thomson tipe RS 870 yang dapat menjangkau radius 240 nautical miles dengan frekuensi 1030 MHz dan 1090 MHz, pemandu penebangan DVOR dan DME ASII SELEX tipe 1150 dan 1119, serta alat pemandu pendaratan (instrument landing system/ILS) tipe 420 rakitan Thales yang mencakup localizer, glidpath, dan DME.

Pada 2010 ini, Kementerian Perhubungan memrogramkan perpanjangan landasan pacu hingga menjadi 2500 meter, pembuatan stop way, rehabilitasi bangunan serta sejumlah pengembangan lainnya. Hal ini diiringi dengan penambahan rute yang melayani Bau Bau – Kendari, dan rute Ambon – Kendari.

Aktivitas pelayanan di bandara ini terbilang cukup tinggi. Dalam seminggu, sedikitnya ada enam operator yang melayani rute penerbangan domestik komersial Ujung Pandang (Makassar) – Kendari, dengan frekuensi sebanyak 77 penerbangan. Keenam operator itu adalah Garuda Indonesia, Lion Air, Batavia Airlines, Merpati, Sriwijaya Air, serta Wings Air. Kemudian untuk rute Jakarta – Kendari, maskapai Lion Air melayani sedikitnya 14 jadwal penerbangan selama seminggu.

Selain itu, saat ini bandara tersebut juga memfasilitasi penerbangan lintas pulau yang dilakoni dua operator penerbangan dengan menggunakan jenis pesawat berukuran kecil, yaitu Susi Air dan Express Air. Wings Air juga dikabarkan tengah menyiapkan diri melayani segmen ini.

Dinas Perhubungan dan Komunikasi Informasi dan Informatika (Dishubkominfo) Provinsi Sultra menyebutkan, sejak kurun 2005 hingga 2009, pertumbuhan arus penumpang di bandara Wolter Monginsidi mencapai hingga rata-rata 18,5 persen per tahun. Data terakhir, sepanjang 2009, total penumpang yang dilayani mencapai 418.347 orang. Sementara pada 2005, baru mencapai 250.334 penumpang.

Gubernur Sultra Nur Alam mengatakan, perubahan nama yang diajukan pihaknya tersebut sejalan dengan napas dan semangat otonomi daerah untuk berkembang. Sebelum digunakan untuk Bandara, jelasnya, nama Haluoleo juga telah digunakan di sejumlah fasilitas vital. Salah satunya adalah digunakan untuk menamai perguruan tinggi negeri lokal, Universitas Haluoleo.

”Haluoleo yang wafat pada tahun 1587, adalah tokoh pemersatu masyarakat Jasira dan Sultra yang dipuja banyak orang. Makamnya, di Buton, hingga saat ini terus dirawat masyarakat,” ujar Nur Alam, yang berharap Bandara Haluoleo suatu ketika bisa menjadi bandara transit serta menjadi bandara embarkasi haji. (dephub.go.id)

Thursday, February 11, 2010

Mesin Rusak, Pesawat Trigana Mendarat di Sawah

Pesawat jenis ATR 42 milik Trigana Air Service mendarat darurat di areal persawahan, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim), Kamis (11/2), sekitar pukul 11.50 WITA. Diduga, pendaratan darurat ini disebabkan oleh kerusakan yang terjadi pada mesin pesawat bernomor registrasi PK-YRP tersebut.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan Bambang S Ervan menjelaskan, menurut informasi yang diterimanya, kelima kru pesawat dan 51 penumpang yang diangkut pesawat itu selamat. ”Selain membawa penumpang, pesawat juga mengangkut kargo seberat 74 dan 451 bagasi,” jelasnya.

Dipaparkan Bambang, saat kejadian, pesawat nahas yang dipiloti Kapten Nur Solichin tersebut tengah menerbangi rute Balikpapan-Samarinda-Berau. Masalah yang terjadi pada salah satu mesinnya, memaksa pilot untuk mendaratkan darurat pesawat di luar landasan pacu yang berjarak sekitar 18 nautical miles (33,3 kilometer) dari Bandara Sepinggan, Balikpapan. ”Pesawat mendarat di sawah, di KM 41, Samboja,” imbuhnya.

Terpisah, Juru Bicara Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) JA Barata mengungkapkan bahwa institusinya telah mengirimkan tim ke lapangan. Mereka yang diutus antara lain Ketua Bidang Investigasi dan Penelitian Kecelakaan Pesawat Udara KNKT Frans Wenas, sebagai ketua tim, yang didampingi Capt. Masruri dan Sulaeman.

”Kita belum dapat mengkategorikan peristiwa ini insiden serius atau kecelakaan. Kita masih melakukan verifikasi dari tim investigasi yang berangkat ke sana untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut,” jelas Barata. (roda kemudi)

Monday, February 8, 2010

Tekanan Udara Kabin Terganggu, Batavia Air RTB

Pesawat Batavia Air nomor penerbangan 7P-343 tujuan Jakarta-Surabaya-Ambon, terbang kembali (return to base/RTB) ke bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng, Banten, Senin (8/2) pagi. Keputusan tersebut diambil sang pilot, setelah dirinya mengatahui adanya gangguan tekanan udara (system pressurized) yang sempat membuat kantung-kantung oksigen di kabin penumpang keluar dari tempatnya.

Menurut informasi yang dirilis pengelola Bandara Soekarno-Hatta, pesawat yang mengalami insiden tersebut adalah pesawat Batavia Air jenis Boeing 737-200 yang bernomor registrasi PK-YVP. Pesawat tersebut melakukan take off tepat pukul 06.19 dengan tujuan penerbangan Surabaya dan berlanjut ke Ambon.

”Tetapi, karena alasan teknis, pesawat yang membawa 113 penumpang berikut kru itu melakukan RTB. Pesawat yang dipiloti Capt. Setyoadi Budi itu landing dengan aman selamat pukul 06.49 WIB,” jelas Karpul, Duty Manager PT Angkasa Pura II, Bandara Soekarno-Hatta, saat dihubungi.

Karpul menambahkan, usai melakukan pendaratan karena alasan darurat tersebut, para penumpang langsung dialihkan oleh pihak manajemen Batavia Air ke pesawat pengganti berjenis sama, yaitu Boeing 737-200 beregistrasi PK-YVO. ”Tidak ada penumpang yang membatalkan penerbangan. Semua langsung diterbangkan kembali dengan pesawat pengganti itu, dan take off pukul 08.45 WIB,” imbuhnya.

Dikonfirmasi terpisah, Juru Bicara Perusahaan Batavia Air Edy Haryanto menambahkan, permasalahan teknis yang dialami pesawatnya adalah kerusakan yang  terjadi pada sistem tekanan udara pada kabin. Kondisi tersebut sempat membuat kantung-kantung oksigen di dalam pesawat keluar dari tempatnya.

”Pilot memutuskan RTB karena alasan keselamatan penerbangan. Sesuai prosedur, RTB memang harus dilakukan pada kondis-kondisi darurat semacam itu. Alhamdulillah, pendaratan dapat dilakukan sempurna, dan kami langsung mengganti pesawat sehingga penumpang tidak perlu menunggu pesawat selesai diperbaiki,” jelas Edy.

Namun, Edy mengklarifikasi keterangan yang disampaikan Duty Manager PT Angkasa Pura II, Bandara Soekarno-Hatta, Karpul, tentang jenis pesawat. Menurut Edy, jenis pesawat yang mengalami insiden maupun pesawat pengganti bukanlah Boeing 737-200. ”Tetapi Boeing 737 series. Itu artinya seri 300 atau 400. Untuk rute penerbangan Jakarta, kami hampir tidak pernah menggunakan yang seri 200, karena base-nya di Surabaya,” paparnya.

Saat ini, Edy menambahkan, pihaknya hanya memiliki 2 unit pesawat berjenis Boeing 737-200 tersebut. Keduanya dialokasikan untuk melani rute penerbangan di Luwuk, Sulawesi Tengah, dan Waingapu, Nusa Tenggara Timur, yang berlandasan pacu pendek.

Terlepas dari perdebatan soal jenis pesawat, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan Bambang S Ervan memuji sikap pilot Batavia tersebut. Menurutnya, apa yang dilakukan sang pilot merupakan prosedur keselamatan penerbangan yang harus selalu dijaga oleh para penerbang.

”Kalau dilihat dari segi bisnis, mungkin itu merugikan perusahaan. Tapi kalau dari sisi keselamatan, itu memang harus dilakukan. Pilot sudah melakukan hal yang baik. Dia menjalankan prosedur yang benar. Masalah pada teknologi itu pasti ada, yaitu kondisi di mana muncul kendala-kendala teknis seperti itu. Dan, ini adalah hal yang biasa,” ujarnya saat dihubungi terpisah. (roda kemudi)

Friday, February 5, 2010

Travira Air Tak Direkomendasikan Keluar dari Larangan Terbang UE

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memutuskan untuk menghapus Travira Air dari daftar maskapai yang akan diberikan rekomendasi pencabutan larangan terbangnya ke Uni Eropa. Alasannya, maskapai tersebut belum mencukupi standar yang ditetapkan Direktorat Jennderal Perhubungan Udara.

”Kemungkinan hanya ada tiga maskapai yang kita ajukan kepada otoritas penerbangan Eropa,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Herry Bakti S Gumay saat dihubungi, Kamis (4/2). Ketiga maskapai itu adalah Lion Air, Batavia Air, dan Indonesia AirAsia.

Herry memaparkan, standar yang belum dipenuhi Travira Air tersebut adalah persyaratan yang termuat dalam ANNEX 6 International Civil Aviation Organization (ICAO) dan Civil Aviation Safety Regulation (CASR) 121 dan 135. Sesuai ketentuan itu, pesawat Travira harus dilengkapi dengan perlengkapan keselamatan modern seperti pintu tahan peluru (bulletproof cockpit door), alat sensor anti tabrakan pesawat (TCAS), pendeteksi cuaca dan ketinggian (GPWS), Ground Proximity Warning System (GPWS), alat sensor pegunungan, serta sejumlah kelengkapan lainnya.

”Travira, juga 22 maskapai lain memang sudah punya resertifikasi Air Operator Certificate (AOC) sesuai Undang-Undang yang baru. Tetapi itu belum cukup. Dia harus memenuhi juga persyaratan sistem keselamatan seperti yang disebutkan ANNEX 6 ICAO serta CASR 121 dan 135,” tegas Herry Bakti.

Herry menambahkan, persyaratan dalam ketentuan internasional itu telah dimiliki tiga kandidat lain. Sebagai contoh,  Lion Air saat ini mengoperasikan pesawat baru jeni Boeing 737-900ER yang telah mengadopsi seluruh persyaratan sistem keselamatan tersebut. Demikian pula halnya Indonesia AirAsia yang mengoperasikan Airbus.

"Akhir bulan Januari kemarin, Kemenhub sudah menggelar teleconference dengan otoritas penerbangan Uni Eropa. Ini agenda rutin yang kami lakukan, untuk mengevaluasi pencabutan larangan terbang yang sudah diberikan untuk empat maskapai Indonesia," kata Herry.

Seperti diketahui, Juli 2009 lalu otoritas penerbangan Uni Eropa telah mencabut larangan terbang bagi Garuda Indonesia, Mandala Airlines, Premi Air, dan Air Fast Indonesia. Namun, tercatat baru Garuda Indonesia yang sudah pasti memanfaatkan izin tersebut untuk membuka rute penerbangan ke Amsterdam, Belanda mulai 1 Juni 2010. (roda kemudi)

Tuesday, February 2, 2010

Tiket Elektronik Terusan Busway-KA Diterapkan Juli 2010

Penerapan secara penuh tiket elektronik yang mengintegrasikan antara bus Transjakarta dan kereta api komuter Jabodetabek ditargetkan dapat terealisasi pada semester kedua tahun 2010. Saat ini, sistem baru yang memfasilitasi pengintegrasian penumpang dari dua moda transportasi memasuki tahapan sosialisasi dan pemantapan jaringan perangkat lunak.

”Kwartal pertama 2010 ini kita gunakan untuk sosialisasi sekaligus pembenahan alat. Uji coba bertahap terus akan dilakukan. Nanti, pada triwulan kedua, kita akan coba operasikan sistem secara penuh (di seluruh stasiun). Setidaknya semester dua bisa berjalan maksimal,” papar Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono, saat meninjau kesiapan penerapan tiket elektronik terintegrasi di Stasiun KA Gambir dan Stasiun KA Juanda, Jakarta, Selasa (2/2).

Dalam peninjauan itu, Wamenhub yang didampingi Dirjen Perhubungan Darat Suroyo Alimoeso dan Dirjen Perkeretaapian Tundjung Inderawan, menyempatkan diri untuk menguji sistem pelayanan tiket elektronik intermoda tersebut dengan menggunakan dengan menggunakan kartu khusus yang dinamai ”Jakcard”. Bentuk fisik Jakcard itu sendiri sangat menyerupai kartu debit (ATM) ataupun kartu kredit yang dikeluarkan oleh bank.

Jakcard adalah tiket elektronik prabayar yang dikeluarkan pengelola bus Transjakarta dan Bank DKI bagi para pelanggannya untuk kebutuhan transaksi pembelian tiket non tunai. Namun, fungsi Jakcard yang digunakan Wamenhub dan rombongan berbeda dengan tiket elektronik yang pernah dikeluarkan.

”Ini tidak hanya bisa digunakan untuk naik busway, tetapi juga bisa untuk kereta api sekaligus. Bentuk fisiknya tidak berbeda dengan yang lama. Kalau yang sebelumnya hanya bisa untuk busway, tiket yang ini sudah terintegrasi dengan kereta api. Tetapi, tiketnya masih limited edition(edisi terbatas),” jelas Wamenhub.

Saat ini masyarakat bisa memeroleh Jakcard edisi berbeda itu di shelter-shelter busway yang ditunjuk, antara  lain di shelter Busway Gambir dan Juanda. Harga per lembar tiket perdana dijual Rp 25 ribu. Dengan harga tersebut, konsumen mendapatkan nilai nominal akun awal sebesar Rp 20 ribu yang dapat dipergunakan untuk membeli tiket busway dan membayar ongkos kereta api. Nilai nominal akun itu secara otomatis akan dipotong setiap kali dipergunakan, dengan besaran potongan disesuaikan dengan jumlah transaksi yang dikeluarkan.

Jika akun nominal itu habis, pemilik kartu elektronik itu bisa melakukan pengisian ulang (top up) dengan nilai nominal minimal Rp 20 ribu dan maksimal Rp 1 juta. Untuk saat ini, pengisian ulang juga masih terbatas di shelter-shelter busway yang ditunjuk khusus. Selain melayani pengisian ulang, shelter-sheleter itu juga akan melayani penukaran sisa nominal uang yang terdapat (refund) jika penumpang menginginkan.

Sedianya, akan ada empat shelter busway yang akan diintegrasikan melalui penerapan tiket elektronik tersebut. Yaitu shelter Gambir, Juanda, Kota dan Dukuh Atas. Keempat shelter itu merupakan shelter yang memiliki akses keterhubungan langsung dengan stasiun kereta api.

Wamenhub dan rombongan mengawali pengujiannya dengan menggunakan tiket elektronik dari Stasiun Gambir menuju Stasiun Juanda. Di pintu masuk menuju peron, Wamenhub dan rombongan menempelkan tiketnya pada mesin pembaca. Pada proses pertama penggunaan ini, mesin akan mencatat identitas pemilik kartu dan menandai penggunaan tiket di stasiun awal (pemberangkatan). Selanjutnya, Wamenhub dan rombongan bergerak menuju Stasiun Juanda dengan menggunakan KA Pakuan Ekspress.

Di dalam KA jurusan Bogor-Jakarta tersebut, tiket kembali ditempelkan (tapping) pada alat pembaca (card reader) yang dibawa oleh kondektur KA. Pada proses kedua ini, mesin akan mencatat kelas sekaligus tarif yang digunakan pemilik tiket. Kemudian, di stasiun Juanda yang menjadi stasiun tujuan, tiket kembali ditempelkan pada alat pembaca kartu di pintu keluar stasiun. Pada tahap sini, mesin akan memotong jumlah akun yang ada pada kartu sesuai dengan tarif yang digunakan. Misalnya, untuk KA Pakuan Ekspress tersebut, mesin akan memotong nominal sebesar tarif yang dikenakan, yaitu Rp 11 ribu.

Sisa nominal yang terdapat pada kartu dapat dilihat penumpang pada layar monitor yang dipasang di muka pintu keluar. Tampilan sisa akun dan besar nominal yang digunakan akan muncul sesaat setelah proses pembacaan kartu selesai dilakukan. Tetapi jika penumpang tidak menempelkan tiket di salah satu mesin pembaca, dia akan langsung kena potongan denda. Untuk KA Pakuan Ekspress yang bertarif Rp 11 ribu, denda yang dikenakan sebesar Rp 4 ribu.

Tidak selesai sampai di situ, dari Stasiun KA Juanda, Wamenhub dan rombongan menyeberang jalan untuk menaiki busway dari shelter Juanda yang berada di di antara stasiun dan Mesjid Istiqlal untuk kembali ke Stasiun Gambir. Di shelter ini, Wamenhub kembali menggunakan tiket elektroniknya untuk mendapatkan tiket busway.

Menurut Wamenhub, proses sosialisasi terhadap penerapan sistem pelayanan penumpang ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Selain untuk mengevaluasi dan mengantisipasi kendala-kendala yang terjadi, di sisi lain, pada saat bersamaan juga terus dilakukan pembahasan lanjutan mengenai penggunaan tiket terusan itu oleh seluruh instansi terkait. Yatu PT Kereta Api (KA), Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Pemerintah Daerah DKI dan pengelola bus Transjakarta.

”Banyak hal yang masih butuh penyelesaian. Misalnya, tadi, kita temukan  adanya tiket yang tidak bisa terbaca oleh mesin, dan lain-lain. Termasuk juga keinginan untuk mengikutsertakan instansi bank lain, selain Bank DKI. Rencananya akan ada lima bank yang akan kita ajak kerjasama,” pungkas Wamenhub. (roda kemudi)