Pages

Tuesday, April 28, 2009

Operator Busway Ancam Mogok

Operator busway koridor II dan VII mengancam akan mogok operasi bila Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta tidak membayar kilometer minimal pelayanan (KMP) untuk bulan Maret yang jumlahnya mencapai Rp 28 Miliar.

Operator yang mengancam untuk mogok operasi adalah, Transbatavia, konsorsium pengadaan dan pengelolaan busway koridor II Pulogadung-Harmoni dan koridor III Kalideres-Harmoni.

Kemudian Jakarta Trans Metropolitan seperti, Mayasari Bhakti, PPD, dan Steady Safe, sebagai operator Koridor IV dan VI, serta konsorsium Jakarta Mega Trans seperti, Mayasari Bhakti, PPD, Steady Safe, dan Pahala Kencana, sebagai operator Koridor V dan VII dengan bus Transjakarta.

Buruknya kinerja BLU Transjakarta membuat operator Koridor II – VII menyatukan langkah untuk mendesak organisasi tersebut agar menjalankan perjanjian kerja sama (PKS) yang telah disepakati. Keterlambatan pembayaran oleh BLU membuat operator mengalami defisit sebesar 25 persen.

Seperti yang dikutip dari Situs milik pemerintah, Selasa 28 April 2009, Direktur Keuangan Transbatavia Surachmat, mengatakan, bulan Maret ini, BLU Transjakarta belum membayaran KMP yang mencapai Rp 28 miliar. Terhitung September 2008 hingga April 2009, BLU Transjakarta juga selalu terlambat membayarkan KMP.

Sementara itu, dalam dua pekan terakhir banyak pengguna Bus Transjakarta juga mengeluhkan pelayanan busway yang menurun drastis akibat kebijakan Badan Layanan Umum Bus Tranjakarta yang menunda bus di terminal awal pemberangkatan.

Direktur Operasi Trans Batavia, Jabes Sihombing mengatakan, jumlah bus yang ada di terminal awal keberangkatan ditahan selama 10 menit hingga penumpang penuh. Sehingga kapasitas angkut tak mampu mengimbangi penumpukan penumpangan.

Penggunaan teknis pengaturan kerangkatan di terminal pemberangkatan sampai bus penuh membuat pengguna busway di halte berikutnya relatif tidak terangkut. (vivanews)

Presiden SBY Resmikan Terminal 3 Soekarno-Hatta

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan Terminal 3 Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta di Tangerang, Banten, Selasa (28/4).

Konsep terminal yang merupakan terminal ecomodern pertama di Indonesia ini berbeda dengan Terminal I dan Terminal II. Desain interior dan eksterior terminal ini lebih moderen dan ramah lingkungan. Arsitektur interior banyak menggunakan elemen kaca sehingga mengurangi penggunaan listrik di siang hari.

Angkasa Pura II mulai membangun terminal ini sejak 2007 dengan dana sebesar Rp 300 miliar. Rencananya terminal akan dibangun lima tahap. Dermaga (pier) I yang diresmikan presiden ini sudah beroperasi pada 15 April lalu.

Terminal III akan melayani maskapai penerbangan Mandala Airlines dan Indonesia Air Asia. Target kapasitas penumpang diperkirakan mencapai 4 juta orang per tahun. Saat ini terminal 1 dan 2 sudah penuh sesak, di mana pergerakan penumpang untuk terminal 1 rata-rata 16 juta orang per tahun, dan terminal 2 rata-rata sembilan juta orang per tahun.

Selain meresmikan terminal 3, Presiden Yudhoyono juga akan meresmikan peremajaan Stasiun Kereta Api Tanjung Priok di Jakarta Utara. Dilanjutkan dengan penyerahan penghargaan lomba tertib lalu lintas dan angkutan kota 2008.

"Terminal yang sebelumnya terminal haji atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) itu merupakan terminal yang diharapkan mampu menjadi tempat pelayanan yang terbaik bagi para penumpang," kata Humas PT Angkasa Pura II Trisno Heryadi.

Ia mengatakan, terminal yang dibangun sejak 2006 ini sebagai jawaban untuk mengurangi dampak dari global warming. Terminal dibangun untuk mengatasi ruang layanan bagi penumpang, karena terminal 1 dan terminal 2 sudah tidak memadai lagi untuk melayani penumpang yang setiap tahun terus meningkat.

Terminal 3 tersebut lebih nyaman dibandingkan terminal 1 dan terminal 2, apalagi atap terminal dibuat dengan bahan semacam plastik yang terang, tetapi tidak panas. Dinding terminal terbuat dari kaca, sehingga memberi kesan luas dan terang. "Yang pasti, terminal ini akhirnya menjadi hemat lampu listrik dan AC," katanya.

Di terminal seluas 30.000 meter persegi ini nantinya tidak akan ada ojek dan motor yang parkir di depan terminal, juga tidak ada porter. Sebagai gantinya, terminal menyediakan 300 troli yang bisa digunakan penumpang.

Ruang keberangkatan terletak di lantai satu, dengan 30 gerai untuk check-in. Sedangkan ruang tunggu keberangkatan ada di lantai dua. Ruang kedatangan terletak di lantai satu sebelah kanan. Terminal ini akan melayani penumpang dari 97 penerbangan keberangkatan dan kedatangan. (roda kemudi)

Monday, April 27, 2009

Dibutukan, Alternatif Pembiayaan untuk Kembangkan Infrastruktur Transportasi

Sumber pendanaan alternatif sangat dibutuhkan untuk memicu pengembangan infrastruktur transportasi di Indonesia yang berjalan relatif sangat lambat. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya pelambatan pelayanan yang dapat memunculkan kerugian ekonomi.

Perkembangan infrastruktur yang terlambat, bahkan banyak di antaranya yang sudah overloaded, salah satunya disebabkan oleh porsi sumber pendanaan yang dapat digunakan untuk mengembangkan infrastruktur masih relatif sangat kecil.

Sebuah data menyebutkan, kondisi infrastruktur transportasi di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Untuk sektor jalan, panjang jaringan jalan rata-rata hanya 217 km per 1000 km2. Padahal, jalan merupakan infrastruktur transportasi utama Indonesia yang harus melayani lebih dari 84 persen total penumpang.

Bahkan untuk pengangkutan barang, jalan melayani porsi sekitar 91,25 persen dari total muatan. Sementara kebutuhan dana infrastruktur yang dapat dipenuhi APBN hanya sebesar 17 persen, dan sumber dana domestik yang diperoleh dari perbankan sebesar 21 persen. Sedangkan sisanya, sebesar 62 persen, perlu diisi dari swasta.

”Keterlibatan swasta tidak berarti masuk ke pasar bebas. Tetapi tetap memerlukan pengaturan dari sisi pemerintahnya karena transportasi merupakan public goods,” papar Staf Ahli Menhub Bidang Ekonomi dan Kemitraan Iskandar Abubakar, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Peran swasta, lanjut dia, sangat diharapkan padahal langkah untuk swastanisasi masih terkendala dengan berbagai masalah. Di antaranya yang penting adalah risk sharing yang meliputi tanah, tarif, biaya konstruksi, waktu konstruksi, demand, suku bunga, nilai tukar uang, dan lain-lain.

Menurut Iskandar, belum banyak proyek infrastruktur yang berhasil diterapkan dalam bentuk knowledge management system (KMS) atau pengelolaan yang didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman. Sebagian besar yang bisa dikatakan berhasil baru beberapa proyek seperti pembangkit listrik serta beberapa jalan tol, yang mana penerapannya dilakukan pada era pemerintahan Presiden Soeharto.

Menurut Iskandar, konsep ”users pays” perlu dikembangkan lebih jauh, sebagaimana diterapkan pada jalan Tol di Indonesia, ataupun di Ambang Sungai Barito Kalimantan Selatan.

”Pengelolaan arus lalu lintas kapal-kapal barang di Sungai Barito oleh PT Ambapers (perusahaan konsorsium PT Bangun Benua, PT Pelindo III dan PT Sarana Daya Mandiri, Red) adalah salah satu contoh yang baik,” ujarnya.

Melalui proyek kerja sama operasi yang ditujukan untuk meningkatkan kelancaran arus kapal di Sungai Barito dengan melakukan pengerukan terhadap alur pelayaran dengan kedalaman 6 meter LWS dan lebar 100 meter tersebut, setiap kapal yang mengangkut muatan barang tambang dan hasil hutan wajib membayar ”channel fee” sebesar USD 0,3/ton.

”Sedangkan kapal-kapal lainnya tidak dipungut bayaran. Dana yang diperoleh dari penarikan itu digunakan untuk perawatan alur pelayaran. Di alur ini, angkutan tambang batubara dan hasil hutan tersebut adalah yang terbesar,” jelasnya.

Selain user pays, sambung Iskandar, konsep lain yang dapat dikembangkan adalah konsep ”road fund”. Konsep tersebut juga masih bisa diperluas lagi menjadi ”transport fund”.

Menurut Iskandar, sumber transport fund yang lazim digunakan bisa diperoleh dari berbagai sumber. Antara lain melalui pajak bahan bakar. Pendaanaan pajak bahan bakar sebagai sumber pendapatan ini banyak digunakan berbagai negara. ”Karena semakin banyak berjalan, maka semakin banyak bahan bakar yang dipakai. Itu artinya semakin besar sumbangan terhadap dana transportasi yang bisa didapat,” paparnya.

Sumber lainnya adalah road pricing, yaitu suatu pungutan kepada masyarakat yang akan memasuki suatu kawasan (biasanya di pusat kota) dengan tujuan untuk mengurangi beban lalu lintas di kawasan yang dikendalikan itu. Beberapa kota di dunia seperti Singapura, London, Stockholm dan beberapa kota lainnya, telah menerapkan pola ini.

Selain itu adalah pajak kendaraan bermotor. Jenis pajak ini menjadi primadona pajak daerah di Indonesia. Karena meskipun pendapatan tersebut diperoleh dari sektor transportasi itu, namun pajak yang ditarik itu masuk ke dalam kas daerah.

”Retribusi parkir juga merupakan salah satu pola yang digunakan untuk mengendalikan jumlah kendaraan yang menuju atau masuk ke suatu kawasan,” sambung Iskandar.

Bentuk Kerjasama Pemerintah Swasta

Bentuk usaha dalam infrastruktur transportasi jalan bisa dilakukan dengan beragam model dengan pelaku penyedia pelayanan. Mulai dari BUMN, swasta murni, outsourcing sampai dengan kemitraan pemerintah dan swasta (Public-Private Partnerships/PPP).

Dipaparkan Iskandar, untuk bentuk usaha yang bersifat komersialisasi/korporatisasi seperti bandara milik pemerintah atau perusahaan kereta api dengan penyedia pelayanan BUMN, menurut Iskandar, kerja sama antara pemerintah dengan swasta tidak bisa dilakukan.

Bentuk usaha lain yang tidak bisa dikerjasamakan antara pemerintah dengan swasta bentuk usaha privatisasi seperti pelabuhan atau bandara khusus. ”Di sini, swasta bisa berperan sebagai penyedia pelayanan, tetapi mereka tetap terikat dengan peraturan dan perundangan,” jelasnya.

Selanjutnya, pada jenis usaha outsourching seperti perawatan jalan dalam jangka panjang di mana perusahaan swasta juga bertindak sebagai penyedia pelayanan, posisi pemerintah adalah sebagai pemberi pekerjaan dan swasta sebagai kontraktor.

Bentuk kerja sama dengan aturan pemerintah sebagai pemerintah dan swasta sebagai kontraktor atau membentuk joint venture antara pemerintah dengan swasta, katanya, bisa dilakukan untuk jenis usaha KMS/PPP seperti perencanaan, konstruksi, dan pengoperasian jalan tol baru.

Proses penerapan KMS, papar Iskandar, diawali dengan perencanaan makro proyek infrastruktur yang harus dibangun, kemudian dipilah menjadi proyek yang wajib dibangun oleh pemerintah dan proyek-proyek yang bisa dikerjasamakan dengan swasta baik secara penuh ataupun sebagian.

”Selanjutnya dilanjutkan dengan perumusan kelayakan KMS. Setelah itu dilakukan proses pengadaan yang kompetitif dan transparan, dilanjutkan dengan pembangunan. Kemudian, baru dilakukan itu penyerahan dari proyek infrastruktur untuk dipakai,” jelasnya.

Iskandar menambahkan, proyek KMS bisa dikelompokkan dalam beerapa jenis. Antara lain proyek yang secara finansial dan ekonomis layak. Ini merupakan projek yang sangat ideal untuk keterlibatan mitra swasta dalam investasi operasi operasi dari proyek infrastruktur. ”Tetapi projek seperti ini masih menghadapi beberapa risiko konstruksi dan operasi pada saat proyek ini dibangun,” katanya.

Jenis kedua adalah jenis proyek yang secara finansial tidak layak tapi layak dari sisi ekonomis. Proyek-proyek seperti ini dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, antara lain dengan memasukkan sunk cost (pengeluaran yang tidak dapat ditarik lagi, Red) untuk membiayai sebagian atau keseluruhan infrastruktur.

”Ketiga, proyek yang secara ekonomi dan finansial tidak layak tetapi dibutuhkan. Ini membutuhkan sunk cost berupa investasi infrastruktur disertai subsidi sebagian biaya operasinya,” kata Iskandar.

Proyek KMS, lanjut dia, relatif memiliki banyak risiko ketika dijalankan. Mulai dari pasar yang dihadapi, besarnya permintaan yang sering melenceng dari rencana yang pernah dibuat, pengoperasian infrastruktur, biaya konstruksi yang membengkak, peraturan perundangan yang berlaku, hingga kekurangtelitian dalam pencantuman hak dan kewajiban mitra swasta dengan pemberi pekerjaan.

Risiko tersebut selanjutnya perlu didistribusikan antara pemberi kerja, dalam hal ini pemerintah dengan mitra swastanya. ”Semakin besar risiko yang akan ditanggung pemerintah, akan meningkatkan kelayakan KMS dari sektor swastanya dan pada gilirannya memperkecil biaya investasi,” kata Iskandar.

Sebaliknya, lanjut dia, jika semua risiko dibebankan kepada mitra swasta, maka akan semakin rendah keinginan swastanya untuk bermitra dengan pemerintah. Di sisi lain, kondisi tersebut akan mengakibatkan proyek menjadi lebih mahal. ”Pada gilirannya, ini akan mengakibatkan beban masyarakat yang akan menggunakan infrastruktur tersebut menjadi lebih mahal,” pungkasnya. (roda kemudi)

Friday, April 24, 2009

Menhub Jusman: Indonesia Ferry Tak Berwenang Tutup Dermaga Merak dan Bakauheni

Beralasan akibat cenderung terus menurunnya muatan kapal pada rute Bakauheni-Merak, PT Indonesia Ferry, memutuskan untuk mengurangi pengoperasian dermaga di Pelabuhan Bakauheni (Lampung) dan Merak(Banten). Satu dari empat dermaga di kedua pelabuhan itu ditutup perusahaan tersebut sejak 22 April 2009.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal menilai bahwa apa yang dilakukan PT Indonesia Ferry telah di luar batas kewenangan. Alasannya, perusahaan tersebut bukanlah sebagai pengelola fasilitas pelabuhan. Di sisi lain, penutupan fasilitas dermaga juga tidak bisa dilakukan hanya semata-mata karena menurunnya jumlah muatan kapal-kapal yang dikelola perusahaan pelat merah itu.

”Itu namanya cuma memikirkan kepentingan sendiri. Sebetulnya Dephub tidak mengenal PT Indonesia Ferry untuk mengelola pelabuhan atau dermaga. Yang dikenal itu PT ASDP, yang ditugaskan atas nama Dephub. Nah, operatornya baru Indonesia Ferry,” ujar Menhub Jusman kepada wartawan di Jakarta, Jumat (24/4).

Menhub menambahkan, karena pengoperasian pelabuhan dan dermaga terkait dengan pelayanan publik, maka pihak yang paling berwenang memerintahkan atau merekomendasikan penutupan dermaga itu adalah Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.

Pelabuhan yang dibangun menggunakan dana APBN tersebut, paparnya, diorentasikan untuk memaksimalisasikan pelayanan publik dengan tidak membanding-bandingkan mutu pelayanan. Pelabuhan penyeberangan Merak dan Bakauheni tidak dibangun khusus untuk memfasilitasi pengoperasian kapal-kapal milik Indonesia Ferry.

”Kapal-kapal milik operator lain juga harus dilayani dengan equal treatment. Jadi tidak boleh main tutup hanya karena alasah muatan turun atau terkena pengaruh krisis ekonomi global. Presiden saja terus meminta supaya pelayanan kita jangan terpengaruh oleh krisis,” lanjut Menhub.

DitambahkanMenhub Jusman, karena aksinya tersebut, PT Indonesia Ferry terancam akan dikenakan sanksi. Namun, Menhub mengaku belum bisa menyebutkan sanksi apa yang akan dikenakan. ”Nanti akan saya bicarakan dulu dengan Dirjen Darat,” katanya.

Terpisah, Direktur Lalu Lintas Angkutan Sungai dan Penyeberangan (ASDP) Ditjen Perhubungan Darat Dephub Wiratno menjelaskan, hingga saat ini pihaknya belum menerima laporan tentang penutupan dermaga di kedua pelabuhan penyeberangan dari perusahaan yang bersangkutan.

”Laporannya yang masuk ke kami, sekitar 2-3 minggu lalu, adalah laporan tentang kerusakan dolphin dermaga 4 di Bakauheni. Mereka berencana menutup dermaga untuk memperbaiki dolphin yang rusak karena sering tertabrak kapal itu. Kalau ditutup karena muatan mereka turun, berarti Indonesia Ferry sudah ndak bener itu,” ujar Wiratno, seraya membenarkan bahwa hingga saat ini nama yang tercatat sebagai pengelola Pelabuhan Merak dan Bakauheni adalah PT ASDP.

Pasca pengurangan tersebut, diberitakan bahwa manajemen perusahaan yang memublikasian penggantian nama dari PT ASDP menjadi PT Indonesia Ferry pada Agustus 2008 tersebut, hanya melayani 65 rit pelayaran setiap hari untuk rute Pelabuhan Bakauheni (Lampung)-Merak (Banten). Sebelumnya, dalam sehari, perusahaan itu melayani penyeberangan hingga 72 kali bolak-balik. (roda kemudi)

Tuesday, April 21, 2009

Pesawat Mimika Air Tak Punya Kotak Hitam, KNKT Cari Alternatif Investigasi

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) akan mencari altenatif mekanisme untuk menginvestigasi penyebab kecelakaan yang menimpa pesawat Mimika Air di Papua, Jumat (17/4) pekan silam. Hal itu dikarenakan pesawat nahas jenis Pilatus PC-6/B2-H4 Turbo Porter tersebut tak memiliki kotak hitam atau black box.

Ketua KNKT Tatang Kurniadi mengungkapkan, ketiadaan perangkat penting yang terdiri dari perekam suara kokpit (Cockpit Voice Recorder/CVR) dan perekam data penerbangan (Flight Data Recorder/FDR) diketahui berdasarkan laporkan yang disampaikan pihak manajemen Mimika Air.

”Kondisi itu kemungkinan akan menyulitkan KNKT mengungkap penyebab kecelakaan. Tetapi kami akan mencari alternatif lain untuk memperoleh data penerbangan pesawat itu,” jelas Tatang, Senin (20/4) petang.

Menurut Tatang, salah satu alternatif yang akan digunakan KNKT dalam penyelidikanya adalah menggunakan analisa kesalahan struktur pohon urai. Untuk sementara saat ini KNKT telah memiliki informasi dan data bahwa kondisi pesawat dan pilot tidak bermasalah.

Indikasi awal yang telah diperoleh KNKT, lanjutnya, adalah bahwa tragedi jatuhnya pesawat Mimika Air di lereng Gunung Gergaji pegunungan Jaya Wijaya itu dikarenakan pilot tidak dapat melihat terrain (permukaan bukit) sehingga mengalami kecelakaan dalam penerbangan dari Distrik Ilaga ke Mulia.

”Istilahnya control flight into terrain (CFIT),” ujar Tatang.

Dari sisi regulasi, Tatang menambahkan, pihaknya akan memeriksa aturan terkait penempatan kotak hitam pada pesawat, terutama ICAO Annex 6 dan CASR (Civil Aviation Safety Regulation) 135. ”Kami akan lihat regulasi, apakah kotak hitam wajib atau tidak karena pesawat Pilatus adalah jenis kecil," paparnya.

Pilatus Tidak Wajib Pasang Kotak Hitam

Ketentuan dalam Annex 6 organisasi penerbangan sipil internasional ICAO (International Civil Aviation Organization) yang merupakan hasil konvensi internasional penerbangan sipil menyebutkan, FDR dan CVR diwajibkan dipasang pada pesawat-pesawat berbobot lepas landas maksimum (Maximum Take-Off Weight/MTOW) 5700 kilogram (5,7 ton).

Pada ketentuan itu, diatur pula, operator penerbangan yang memiliki pesawat dengan MTOW hingga 27000 kilogram (2,7 ton) harus memiliki dan mengelola program analisis data penerbangan (flight data analysis programme) sebagai bagian dari sistem manajemen keselamatan. Jika tidak memiliki, operator dapat bekerja sama dengan pihak ketiga yang memiliki dan mengelola program tersebut.

Sedangkan aturan pada CASR 135 tentang kewajiban pemasangan perangkat perekam data digital pesawat sendiri mengacu pada butir Annex 6 ICAO. Disebutkan, CASR mengatur tentang standar keselamatan untuk pesawat-pesawat kecil dengan MTOW 5700 kilogram (5,7 ton) atau yang memiliki kapasitas tempat duduk hingga 10 penumpang tidak disyaratkan menambah perangkat FDR/CVR.

Sementara itu, menurut data resmi yang dirilis situs resmi pabrikan pembuatnya, Pilatus Aircraft Ltd (Swiss), PC-6/B2-H4 Turbo Porter adalah pesawat yang memiliki bobot mati seberat 1270 kg (1,2 ton) dengan bobot lepas landas maksimum sebesar 2800 kilogram (2,8 ton).

Dengan demikian, jika mengacu pada ketentuan Annex 6 ICAO tersebut, pesawat kecil dengan panjang 10,9 meter, tinggi 3.2 meter, dan rentang sayap selebar 15.87 meter ini, tidak diwajibkan atau tidak direkomendasikan untuk di-install dengan kotak hitam.

Perekam data penerbangan (FDR) adalah alat untuk mencatat parameter kinerja pesawat udara secara spesifik. Penyandingnya adalah perekam suara kokpit (CVR), yang merekam percakapan di kokpit, komunikasi radio di antara kru kokpit dan lain-lainnya, termasuk merekam percakapan dengan personalia kontrol lalu-lintas udara.

Di beberapa kasus, kedua fungsi sudah digabungkan ke dalam satu kesatuan, seperti yang adalah kasus dengan bentuk asli. Data yang dicatat oleh FDR tersebut biasa dipakai untuk pemeriksaan kecelakaan, juga untuk menganalisasi sistem keamanan udara keluar, degradasi fisik dan kinerja mesin. Perangkat yang sesungguhnya berwarna jingga terang ini biasanya diletakkan pada bagian ekor pesawat udara yang diyakini lebih mungkin selamat dari kecelakaan hebat.

Karena pentingnya keberadaan kedua perangkat tersebut dalam sebuah penyelidikan kecelakaan, ICAO pun dengan cermat merancang dan spesifikasi kotak hitam agar tahan terhadap dampak kecepatan tinggi dan panas api akibat kebakaran hebat. Tidak hanya untuk menelusuri kronologi sebuah kecelakaan pesawat, penemuan kembali kotak hitam juga berkontribusi terhadap upaya evakuasi korban selamat dan pencarian jasad manusia. (roda kemudi)

Saturday, April 18, 2009

Kecelakaan Mimika Air Diduga Akibat Cuaca Buruk

Kecelakaan pesawat Pilatus PC-6/B2-H4 Turbo Porter milik maskapai Mimika Air di lereng Gunung Gergaji, kawasan pegunungan Jaya Wijaya, Papua, Jumat (17/4), diduga kuat terjadi akibat pengaruh cuaca buruk.

Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal menjelaskan, pada saat itu pesawat beregistrasi PK-LTJ itu terbang pada ketinggian 11800 kaki (3596.64 meter) di atas permukaan laut. Kabut tebal yang tiba-tiba turun menutupi wilayah itu membuat pandangan pilot menjadi terbatas.

Pilot Capt. Nay Linnn Aung yang berkebangsaan Myanmar itu diduga tidak bisa melihat lingkungan wilayah yang diterbanginya. Hingga akhirnya pesawat pun menabrak lereng gunung dalam penerbangan dari Ilaga menuju Mulia tersebut.

”Kemungkinan pilot juga kurang mengenal medan dan tidak menemukan indikasi cuaca buruk itu. Keyakinannya untuk terus terbang kemungkinan didasari pada kondisi pesawat yang bagus dan jarak tempuh yang dekat, hanya 15 menit,” papar Menhub Jusman dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Sabtu (18/4).

Pada jumpa pers tersebut, Menhub didampingi Direktur Jenderal Perhubungan Udara Herry Bhakti S Gumay, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi Tatang Kurniadi, dan Deputi Badan SAR Nasional Waluyo Jati.

Pesawat yang membawa 8 penumpang termasuk seorang bayi dan dua kru itu, take off pukul 09.30 WIT dan direncanakan tiba di Mulia pada 09.45 WIT. Komunikasi antara awak pesawat nahas tersebut dengan bandara terputus setelah beberapa menit lepas landas, ketika melintasi lereng Gunung Gergaji yang berketinggian 13700 kaki (4175.76 meter) di atas permukaan laut.

Sinyal darurat pesawat Mimika Air yang hilang itu ditemukan oleh pesawat maskapai penerbangan Mission Aviation Fellowship (MAF) dan Merpati Nusantara Airline yang melintas wilayah itu, pada koordinat 030 52’’ South dan 1370 44’’ East (South East).

Evakuasi Korban Masih Sulit

Tim SAR yang mencari bangkai pesawat Mimika Air berhasil mengetahui titik jatuhnya pesawat jenis Pilatus PK-LTJ itu pada Sabtu pagi waktu setempat. Yaitu diperkirakan berada 17 NM sebelum Distrik Mulia.

Namun hingga kini, tim penyelamat yang menggunakan sebuah helikopter milik Airfast, sebuah Twin Otter Trigana serta sebuah pesawat MAF Cessna 2008, belum bisa mendekati lokasi untuk mengevakuasi korban karena buruknya cuaca dan sulitnya medan.

Tim pencari dan evakuasi udara tersebut hanya bisa melihat bangkai pesawat yang hancur di posisi lereng gunung. ”Dari posisi wing ke ekor, kelihatanya masih utuh,” jelas Menhub.

Menhub melanjutkan, Tim SAR yang terdiri dari berbagai elemen tersebut akan memusatkan pada pertolongan terhadap seluruh korban yang belum diketahui nasibnya itu.

Selain tim SAR, upaya pencarian dan penyelamatan juga dilakukan melalui jalur darat oleh pasukan TNI dan Polri yang dibantu masyarakat setempat. "Seluruh operasi SAR kini bermarkas di Ilaga dan diketuai Komandan Pangkalan Udara Timika Letkol Penerbang Easter Haryanto," sambung Eko Jati menambahkan.

Para korban yang belum ditemukan itu antara lain Capt. Nay Linnn Aung (pilot), Capt. Makmur Susilo (kopilot), Herman Snanfi (Ketua Panwas Puncak Jaya), Marthen Jitmau, Pdt. Melkias Kiwak, Wilem Mayau, Lasarus Wonda, Ruben Murib, Termina Murib, dan seorang balita anak pasangan Ruben dan Termina Murib.

Usia Pesawat Masih Sangat Muda

Menhub Jusman Syafii Djamal menjelaskan, usia pesawat rakitan Pilatus Aircraft Ltd. (Switzerland) yang digunakan Mimika Air terbilang sangat muda. Pesawat yang dibeli Pemda Mimika seharga Rp 25 miliar tersebut dirakit perusahaan pembuatnya pada Februari 2008, atau baru berusia sekitar 1 tahun.

Untuk melintasi kawasan pegunungan, pesawat bermesin PT6A-27 rakitan Pratt & Whitney, Kanada, yang bertenaga 550 SHP itu, bukanlah sebuah masalah. Pesawat yang dilengkapi tiga bilah baling-baling Hartzell tersebut mampu mengudara hingga ketinggian 25 ribu kaki (7620 meter).

Pilatus PC-6 Turbo Porter yang berkemampuan mendarat di landasan-landasan pendek dengan bobot pendaratan maksimum (Maximum Landing Weight) 2660 kilogram ini.

”Pesawat ini memang sangat cocok untuk wilayah Papua,” kata Menhub.

Menhub menambahkan, pesawat itu diregistrasi pertama kali di Indonesia dalam kondisi baru pada 18 September 2008 atas nama Mimika Air, dengan nomor pendaftaran 2512 dan registrasi PK-LTJ. Masa berlaku sertifikat pesawat (C of R) dan sertifikat kelaikan udara (C of A) berlaku hingga 17 September 2009.

Jam terbang pesawat pada saat kejadian, lanjut Menhub baru 542 jam. Pesawat dirawat sesuai dengan program perawatan pada setiap 100 jam terbang. Dengan demikian, selama dioperasikan pesawat sudah lima kali diperiksa, dan terakhir pada 5 April 2009. Tidak adanya keluhan atau temuan selama pemeriksaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pesawat tersebut dalam kondisi yang sangat baik untuk dioperasikan.

Kemudian terkait tidak adanya nama Mimika Air dalam daftar pemeringkatan kinerja maskapai periode Maret 2009 yang dilakukan Ditjen Perhubungan Udara, menurut Menhub, itu karena masa kerja Mimika Air yang belum genap enam bulan.

”Karena masa kinerjanya masih baru, dia belum saatnya masuk. Nanti setelah enam bulan, kita pasti akan masukkan dalam pemeringkatan dan akan kita audit seperti yang lain. Tetapi, meski begitu, bukan berarti tidak diawasi. Biar baru, pengawasan tetap dilakukan,” jelasnya.

Untuk awak pesawat, Dirjen Perhubungan Udara Herry Bhakti, juga tidak ditemukan adanya masalah terkait prosedural. Capt. Nay Linnn Aung yang berkebangsaan Myanmar tersebut memiliki jam terbang yang cukup lama, yaitu 2794 jam terbang. Demikian pula halnya kopilot Capt. Makmur Susilo, asal Indonesia, memiliki jam terbang sebanyak 2720 jam.

Lisensi pilot (Commercial Pilot Licence/CPL) yang dimiliki keduanya juga masih berlaku. Masa berlaku CPL Capt. Nay Linnn Aung berakhir hingga 11 Juni 2009, dan Capt. Makmur Susilo hingga 4 Agustus 2009. ”Dari sisi kesehatan juga tidak ada masalah. Masa kedaluwarsa medical check up keduanya sama dengan masa kedaluwarsa CPL,” ujar Herry Bhakti.

Berdasar pada fakta tersebut, Ketua KNKT Tatang Kurniadi mengatakan, diindikasikan bahwa tragedi jatuhnya pesawat Mimika Air itu lebih karena faktor cuaca.

”Kalau pesawat bagus, juga pilotnya ada dan tidak bermasalah, faktor penyebab yang paling menonjol adalah cuaca. Pilot tidak dapat melihat terrain (permukaan bukit) sehingga mengalami kecelakaan. Ini dinamakan Control Flight Into Terrain (CFIT),” ujar Tatang.

Menurut Tatang, sebenarnya kasus CFIT ini jarang terjadi di Indonesia. Peristiwa serupa terakhir terjadi saat pesawat Garuda celaka di Sibolangit pada tahun 1990-an. ”Tetapi kita tidak boleh menyimpulkan dulu bahwa ini adalah CFIT, kita tunggu 1 bulan setelah penyelidikan," pungkasnya. (roda kemudi)

Friday, April 17, 2009

Presiden Instruksikan Menhub Tangani Kecelakaan Mimika Air di Papua

Terkait kecelakaan kecelakaan pesawat Mimika Air di Pegunungan Jaya Wijaya, Jumat (17/4) pagi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono langsung mengistruksikan Menteri Perhubungan Jusman SYafii Djamal agar segera mengkoordinasikan langkah-langkah SAR dan evakuasi dengan instansi terkait.

”Termasuk dengan pemda setempat dan TNI/Polri,” ungkap Juru Bicara Kepresidenan Andi Malarangeng dalam siaran persnya, Jumat malam.

Sehubungan dengan kecelakaan ini, lanjut Andi, Presiden SBY menyampaikan belasungkawa yang sedalam-dalamnya kepada keluarga korban awak pesawat dan penumpang yang menjadi korban.

”Presiden juga menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada awak pesawat yang gugur dalam memberikan pelayanan penerbangan perintis bagi rakyat Indonesia di daerah Papua,” lanjutnya. Penghargaan yang sama, kata Andi, juga diberikan Presiden kepada pejabat penyelenggara pemilu daerah yang kemungkinan gugur dalam menjalankan tugas agar suara rakyat dijunjung tinggi.

Pesawat Tangguh Serbaguna

Terpisah, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Tatang Kurniadi menyampaikan, Menhub telah menginstruksikan dirinya untuk melakukan investigasi terhadap kecelakaan tersebut. ”Sebagai langkah awal, kamis sudah mengutus investigator kami yang berdomisili di Papua menuju lokasi. Namanya Nobertus,” jelas Tatang, di Jakarta.

Data awal yang diterima KNKT menyebutkan, lokasi hilangnya pesawat nahas yang mengangkut 8 penumpang dan dua awak itu diperkirakan di areal Gunung Gergaji, Puncak Jaya. perkiraan itu didasari pada sinyal yang dipancarkan penentu lokasi darurat pesawat (Emergency Locator Beacon Aircraft/ELBA).

Pesawat beregistrasi PK-LTJ itu take-off dari Ilaga pukul 09.45, mengangkut sejumlah pejabat KPU Provinsi, polisi, dan logistik Pemilu 2009. Hingga Jumat malam, pencarian bangkai pesawat dan seluruh penumpang dan awak belum membuahkan hasil. Kondisi cuaca dan medan yang kurang mendukung, menurut Tatang, menjadi kendala tim pencari dan evakuasi dalam untuk dapat bekerja cepat.

”Pesawat hilang kontak pukul 10.55 WIT saat berada di daerah antara Ilaga-Mulia, wilayah pegunungan Jaya Wijaya. Data manifest menyebutkan ada 8 penumpang, tujuh dewasa dan satu anak-anak, serta penerbang 2 orang,” jelas Tatang.

Tatang menambahkan, menurut dokumen kelaikan udara air worthiness yang diterimanya, kondisi pesawat tipe Pilatus Police Constable-6/B2-H4 Turbo Porter berkapasitas penumpang hingga 10 orang ini dalam keadaan baik.

”Dari jenisnya, pesawat ini memang pesawat bagus. Pesawat ini bisa dipakai di segala medan, dan berkemampuan take-off dan landing dengan jarak yang pendek (short take-off and landing capabilities/STOL). Militer banyak yang pakai juga karena kemampuannya itu,” ujarnya.

Data resmi yang dirilis pabrikan pembuatnya, Pilatus Aircraft Ltd (Swiss), PC-6/B2-H4 Turbo Porter merupakan versi terakhir yang dirakitnya. Pesawat ini adalah jenis pesawat udara tangguh serba guna dan berbahan bakar sangat irit ini memiliki panjang 10,9 meter, tinggi 3.2 meter, bobot mati 1270 kg, dan sayap selebar 15.87 meter.

Pesawat yang bisa digunakan untuk membedah lingkungan yang tak dapat dicapai banyak pesawat udara lain, seperti medan berdebu, air atau salju tersebut, relatif sangat fleksibel. Pesawat dengan kecepatan maksimum 125 KTAS ini bisa melakukan lepas landas di atas landasan pacu sepanjang 197 meter (646 kaki) dengan take-off distance hingga 440 meter (1.558 kaki), dan mendarat dengan jarak 127 meter (417 kaki) dengan landing distance 315 meter (1.003 kaki).

Pilatus PC-6 memiliki pintu geser yang besar di kedua sisi, sehingga bisa dengan cepat diubah fungsi dan tugas sesuai kebutuhan. Antara lain menjadi angkutan penumpang, ambulans, kargo, pemantauan, maupun olahraga udara.

Tangki khusus berkapasitas sebanyak 1300 liter yang bisa dimuat di kabin, mendukung pesawat yang terus diproduksi Pilatus Aircraft Ltd hingga saat ini untuk menjalankan misi penanganan kebakaran hutan maupun penyemprotan.

”Memang jenis yang sangat pas digunakan untuk penerbangan-penerbangan perintis di daerah-darah seperti Papua,” pungkas Tatang. (roda kemudi)

Pesawat Mimika Air eks- GT Air

Data Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan menyebutkan, pesawat milik Pemda Mimika yang hilang di pedalaman Papua Jumat (17/4) pagi, merupakan pesawat eks-Germania Trisila (GT) Air.

Pesawat bernomor registrasi PK-LTJ tersebut dioperasikan perusahaan maskapai PT Mimika Air. Maskapai yang berkantor di Gedung Terminal Bandara Halim Perdana Kusuma, Lantai 2 Ruang 224A, Jakarta 13610, ini adalah perusahaan maskapai milik Pemda Mimika.

Disebutkan, PT Mimika Air masuk dalam kategori maskapai penerbangan tak berjadwal (unscheduled) yang memiliki dua armada dengan lisensi AOC 135 (kapasitas tempat duduk 30 kursi). Yaitu pesawat tipe Pilatus PC yang memiliki kode organisasi penerbangan sipil internasional IATA/ICAO PK-LTJ, dan pesawat tipe DO 28-D1 S bernomor registrasi PK-LTU.

Pesawat jenis Pilatus PC yang digunakan Mimika Air tersebut diproduksi di Swis pada tahun 1988. Masa berlaku registrasi pesawat ini sejak 10 Agustus 2008 dan berakhir pada 9 Agustus 2009.

Sedangkan pesawat DO 28-D1 S, diregistrasi sejak 3 September 2003 dan berlaku hingga 2 September 2011. Pesawat tersebut adalah pesawat rakitan tahun 1969. ”Saat ini, pesawat ini sedang dalam perbaikan dan tidak sedang dioperasikan,” jelas Direktur Angkutan Udara Ditjen Perhubungan Udara Tri Sunoko, Jumat petang.

Tri Sunoko menjelaskan, GT Air berubah nama menjadi Mimika Air sejak 7 Oktober 2008. Lisensi pengoperasian pesawat (Air Operation Certificate/AOC) dihidupkan kembali tanggal 28 Nopember 2008.

”Jadi, (Mimika Air) itu awalnya GT Air yang AOC-nya dibekukan dan akan dicabut 25 Juni nanti jika tidak dihidupkan,” jelas Tri. Tetapi, lanjut Tri, kemudian GT Air menjalin kerja sama dengan Pemda Mimika dan menghidupkan kembali AOC dengan nama Mimika Air. ”Jadi, hanya ganti nama saja,” imbuhnya.

Meski hanya mengoperasikan satu pesawat, menurut Tri, penerbitan kembali oleh Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) AOC tidak menjadi sebuah pelanggaran. Karena Mimika Air merupakan maskapai berkategori tidak berjadwal atau charter.

”AOC dikeluarkan lagi, karena memang syaratnya boleh cuma satu pesawat. Dalam tiga tahun ke depan, mereka diberi kesempatan untuk mengembangkan armada sesuai ketentuan baru,” papar Tri Sunoko.

Dia menambahkan, selanjutnya Mimika Air cukup meminta izin terbang (Flight Approval/FA) pada wilayah operasi yang diterbanginya kepada Dinas Perhubungan Provinsi Papua. ”Tidak harus ke Dephub, karena rutenya masih dalam satu provinsi. Kalau lintas provinsi, baru FA-nya minta ke kita (Dephub, Red),” tandasnya.

Ketika ditanya mengapa Mimika Air tidak masuk dalam daftar pemeringkatan penilaian kinerja maskapai periode Maret 2009 lalu, Tri tidak dapat menjelaskan. "Untuk keterangan ini silakan konfirmasi ke DKUPPU

Informasi lain yang diperoleh menyebutkan, PT Mimika Air merupakan perusahaan milik Pemerintah Daerah Mimika. Pesawat nahas yang sebagian besar penumpangnya adalah petugas KPU dan Panwaslu itu, dibeli dari Swiss seharga Rp 25 miliar melalui anggaran APBD Mimika 2008. (roda kemudi)

Pesawat Mimika Air Hilang di Pedalaman Papua

Pesawat Mimika Air yang mengangkut 10 penumpang termasuk pilot dan kopilot dikabarkan hilang di pedalaman Papua, Jumat (18/4) pukul 10.30 WIT. Hingga berita ini diturunkan, proses pencarian terhadap pesawat jenis Pilatus PC-6 yang diawaki dua kru, pilot dan kopilot itu masih dilakukan.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Departemen Bambang S Ervan menjelaskan, informasi sementara yang diterimanya menyebutkan, sinyal yang dipancarkan alat penentu lokasi darurat (Emergency Locator Beacon Aircraft/ELBA) milik pesawat itu dari wilayah Gunung Sinap.

Menurut Bambang, pesawat terbang dari Ilaga menuju Mulia. Sampai saat ini, pesawat belum ditemukan. Kondisi penumpang dan awak juga belum diketahui. ”Kita belum tahu kondisi pesawat dan penumpangnya karena bandara masih kehilangan kontak sampai sekarang,” jelas Bambang, seusai Salat Jumat di Gedung Dephub.

Dia menambahkan, direktorat Jenderal Perhubungan Udara sudah meminta agar pesawat-pesawat yang terbang di wilayah itu untuk ikut membantu melakukan pengamatan di sekitar lokasi berdasarkan sinyal ELBA yang dipancarkan.

Terpisah, Ketua Komite Nasional Keselamatan Trasnportasi (KNKT) Tatang Kurniadi menjelaskan, meski telah menerima informasi tentang kecelakaan tersebut, KNKT tidak akan langsung menurunkan tim investigator. ”Kita tunggu lokasi pastinya dulu. Kalau pesawat sudah ditemukan, kita pasti langsung kirim investigator ke sana,” jelasnya.

Maskapai Tak Masuk Peringkat

Data Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan menyebutkan, pesawat tersebut merupakan pesawat ex-Germania Trisila (GT) Air bernomor registrasi PK-LTJ yang dioperasikan perusahaan maskapai PT Mimika Air. Maskapai ini berkantor di Gedung Terminal Bandara Halim Perdana Kusuma, Lantai 2 Ruang 224A, Jakarta 13610.

Disebutkan situs resmi Ditjen Hubud tersebut, PT Mimika Air masuk dalam kategori maskapai penerbangan tak berjadwal (unscheduled) yang memiliki dua armada . Yaitu pesawat tipe Pilatus PC yang memiliki kode organisasi penerbangan sipil internasional IATA/ICAO PK-LTJ, dan pesawat tipe DO 28-D1 S bernomor registrasi PK-LTU.

Pesawat Pilatus PC yang didaftarkan sejak 10 Agustus 2008 dan berakhir pada 9 Agustus 2009 merupakan pesawat rakitan tahun 1988 berkapasitas 6 penumpang dan dua awak. Sedangkan pesawat DO 28-D1 S yang registrasinya berlaku sejak 3 September 2003 hingga 2 September 2011, adalah pesawat rakitan 1969.

Namun, dalam daftar Penilaian Kinerja Maskapai Penerbangan Periode IX (Maret 2009) yang dirilis Ditjen Perhubungan Udara 7 April 2009, Mimika Air tidak termasuk dalam daftar. Demikian pula halnya nama maskapai GT Air.

Informasi lain yang diperoleh Roda Kemudi menyebutkan, PT Mimika Air merupakan perusahaan milik Pemerintah Daerah Mimika. Pesawat nahas yang sebagian besar penumpangnya adalah petugas KPU dan Panwaslu itu, dibeli dari Swiss seharga Rp 25 miliar melalui anggaran APBD Mimika 2008. (roda kemudi)

Monday, April 13, 2009

Uni Eropa Resmi Umumkan Perpanjangan Larangan Terbang Kembali Bagi Indonesia

Komisi Keselamatan Penerbangan Uni Eropa resmi memperpajang larangan terbangnya (air ban) terhadap seluruh maskapai Indonesia. Keputusan ini dipublikasi UE melalui situs resminya pada 8 April 2009.

Dalam rislinya, otoritas Komisi Uni Eropa yang diwakili Direktorat Energi dan Transportasi itu menyebutkan, 47 maskapai penerbangan Indonesia masih dianggap ”layak” berada dalam daftar hitam maskapai penerbangan yang dilarang melintasi wilayah udara UE bersama sejumlah negara di berbagai belahan dunia.

Dalam pengumuman terbaru ini disebutkan, pelarangan terbang terhadap lebih dari 200 maskapai penerbangan dari seluruh negara di dunia ini berdasarkan masukan dari otoritas penerbangan masing-masing negara anggota Uni Eropa.

Berdasarkan hasil verifikasi Direktorat Energi dan Transportasi Uni Eropa yang dipimpin Antonio Tajani ini, maskapai penerbangan Indonesia dianggap belum memenuhi standar keamanan minimum untuk dapat beroperasi di wilayah udara Eropa.

Disebutkan, otoritas penerbangan sipil dari negara-negara anggota Masyarakat Eropa hanya dapat memeriksa pesawat terbang dari maskapai penerbangan yang beroperasi dari dan ke bandara Negara anggota dengan pemeriksaan yang bersifat acak.

”Kami tidak mungkin untuk memeriksa semua pesawat terbang yang di setiap bandara negara anggota. Kenyataan bahwa perusahaan penerbangan yang tidak termasuk dalam daftar pelarangan ini tidak secara otomatis berarti memenuhi standar keselamatan yang berlaku," demikian tulis situ tersebut.

Perpanjangan larangan terbang ini menunjukkan bahwa Komisi Eropa masih menganggap Indonesia sama dengan negara yang sedang berkonflik seperti Angola, Kongo, Equatorial Guinea, Kirgistan, Kazakhstan, Liberia, Gabon, Sierra Leone dan Republik Swasiland.

Kebijakan pelarangan terbang ini telah berjalan sejak Juli 2007. Setiap tiga bulan EU melakukan evaluasi, tetapi sejak saat itu Indonesia tak pernah lolos. (roda kemudi)

Thursday, April 9, 2009

Diduga Tabrak Gunung, Pesawat Aviastar Jatuh dan Meledak di Wamena

Pesawat Aviastar terjatuh dan meledak seketika di area pegununan di Desa Pike, Wamena, Papua, Kamis (9/4) sekitar pukul 07.20 waktu setempat. Seluruh kru yang berjumlah enam orang dinyatakan tewas dalam peristiwa itu.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Departemen Perhubungan Bambang S Ervan menjelaskan, kecelakaan terjadi ketika pesawat yang tengah mengangkut 9 ton bahan bakar avtur itu tengah melakukan pendekatan untuk mendarat di Bandara Wamena. Pesawat diketahui terjatuh dan seketika terbakar ketika tengah mencari posisi untuk mendekati runway 15 yang akan didaratinya.

”Pesawat go around saat di final ketika akan landing di runway 15. Pesawat belok kanan untuk melakukan pengepasan posisi dan memasuki right base. Pada saat itulah, pesawat masuk awan dan seketika hilang kontak dengan menara pengawas,” papar Bambang di Jakarta, Kamis.

Melihat pesawat yang dibimbingnya hilang, lanjut Bambang, petugas di menara pengawas terus berusaha menghubungi pilot, mengingat saat itu seharusnya pesawat sudah berada di tempatnya mendarat. ”Tapi tidak ada jawaban. Selanjutnya, petugas melihat ada asap membumbung di right base yang berada di kawasan Gunung Pike itu,” pungkasnya.

Pesawat dikabarkan terjatuh antara pukul 07.00-07.20 waktu setempat. Saat ini, menurut Bambang, sejumlah investigator Ditjen Perhubungan Udara Dephub akan segera mengirimkan tim teknis untuk menyelidiki kasus tersebut.

Dikonfirmasi terpisah, Jurubicara KNKT JA Barata mengatakan, pihaknya mengutus tiga orang investigator ke lokasi yang berjarak antara 5-10 kilometer dari Bandara Wamena itu. Mereka adalah Capt. Nurcahyo (Investigator In Charge/IIC), Capt. Chaeruddin, dan Norbertus (teknisi).

”Capt. Nurcahyo dan Capt. Chaeruddin, berangkat Kamis malam ini. Sedangkan Norbertus langsung menuju lokasi, karena posisinya ada di Papua,” ujar Barata, di Jakarta, Kamis siang.

Data yang diperoleh Roda Kemudi menyebutkan, pesawat nahas bernomor registrasi PK-BRD itu dioperasikan PT Aviastar Mandiri sejak 4 Desember 2007. Pesawat model BAe 146-300 tipe B463 rakitan British Aerospace tahun 1990 ini dilengkapi empat mesin jet.

Perusahaan penerbangan charter/borongan ini sendiri baru saja didaulat Ditjen Perhubungan Udara berada pada Kategori II dalam penilaian kinerja operator penerbangan untuk periode ke-IX Maret 2009.

Menurut Barata, belum diketahui pasti penyebab jatuhnya pesawat yang mengangkut avtur dari Bandara Sentani, Jayapura, tersebut. Namun, dia memastikan bahwa seluruh kru yang berada di dalam pesawat tidak ada satu pun yang selamat.

”Mereka yang meninggal adalah kru aktif Capt. Lukman Hakim dan Capt. Bayu Sigit, seorang engineer bernama Rahmat, load master Dicky, serta dua pramugari bernama Rani dan Wilda. Status mereka semua meninggal dunia,” sebut Barata.

Dijadwalkan Angkut Gubernur Papua

Usai menurunkan kargo yang dibawanya di bandara Wamena, pesawat dijadwalkan utuk langsung terbang kembali menuju Jayapura dengan membawa penumpang. Diperoleh informasi, salah satu penunmpang yang akan dibawa pesawat nahas ini dari Wamena adalah Gubernur Papua Barnabas Suebu.

Pesawat diindikasikan menabrak puncak Gunung Pike ketika masuk ke dalam awan. Mengingat kondisi cuaca saat itu dalam keadaan berkabut sehingga membuat jarak pandang pilot menjadi sangat terbatas.

Direktur Utama PT Aviastar Mandiri Bayu Susanto dalam keterangan tertulisnya mengatakan, semua keluarga pilot dan kru yang mengalami musibah telah dihubungi. Pihaknya juga telah melakukan koordinasi untuk pemulangan jenazah ke Jakarta.

"Evakuasi sampai saat ini masih dilakukan. Rencananya nanti malam kami bersama KNKT dan Ditjen Hubud akan menurunkan tim ke Wamena," ujarnya.

Dari hasil evakuasi pagi ini telah ditemukan peralatan FDR (flight data recorder) yang menjadi bagian dari kotak hitam pesawat (black box). Sedianya perangkat yang memuat data rekaman terakhir awak kabin itu akan digunakan sebagai bahan penyelidikan guna mencari penyebab kecelakaan lebih lanjut.

Untuk diketahui, pada 30 Januari 2008 silam pesawat Aviastar lain berjenis DHC-6 Twin Otter juga sempat mengalami kecelakaan. Pesawat rakitan Kanada yang saat itu mengangkut sebanyak 15 penumpang tersebut tergelincir di Bandara Sugapa, Kabupaten Paniai, Papua. Satu dari 15 penumpang yang dibawanya meninggal dunia, dan dua lainnya menderita luka berat, akibat peristiwa tersebut. (roda kemudi)

Wednesday, April 8, 2009

16 Maskapai Lolos Audit Masuk Kategori I

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan kembali mengumumkan penilaian kinerja operator penerbangan untuk periode ke-IX Maret 2009. Penilaian dilakukan terhadap 21 operator pemegang AOC 121 dan 24 operator pemegang AOC 135.

Pemegang AOC 121 adalah maskapai yang mengoperasikan pesawat berkapasitas di atas 30 tempat duduk. Sedangkan operator penerbangan pemegang pemegang lisensi terbang atau Air Operator Certificate (AOC) 135 merupakan maskapai dengan pesawat di bawah 30 tempat duduk.

Dalam penilaian kinerja maskapai berjadwal periode Maret 2009, sebagaimana dirilis situs resmi Dephub, terdapat 12 maskapai berjadwal penumpang pemegang AOC 121 masuk kategori I. Ke-12 maskapai itu adalah Garuda Indonesia, Merpati Nusantara Airlines, Mandala Airlines, Indonesia AirAsia, Trigana Air Service, Lion Air, Batavia Air, Pelita Air Service, Wings Air, Sriwijaya Air, Riau Airlines dan Indonesia Air Transport.

Sedangkan 11 maskapai sisanya masuk dalam kategori II. Ke-11 maskapai yang terdiri dari maskapai berjadwal penumpang dan kargo itu adalah Tri MG Intra Asia Airlines (kargo), Travel Express Aviation Service (pennumpang), Kalstar (penumpang), Cardig (kargo), Republic Express Airlines (kargo), Manunggal Air Service (kargo), Kartika Airlines (penumpang), Megantara (kargo), serta Linus (penumpang).

Sementara pada kelompok pemegang AOC 135, dari 27 operator yang terdaftar, hanya empat maskapai yang berhasil masuk dalam kategori I. Mereka adalah Travira Utama (charter/borongan), Airfast Indonesia (borongan), National Utility Helicopter (borongan), dan Ekspres Transportasi Antarbenua (borongan).

Kemudian, operator pemegang AOC 135 yang masuk dalam kategori II adalah Aviastar Mandiri (borongan), Nyaman Air (borongan), Air Pacific Utama (borongan), Gatari Air Service (borongan), Pura Wisata Baruna (borongan), Kura-Kura Aviation (borongan), Asi Pudjiastuti (borongan), Transwisata Prima Aviation (borongan), dan Deraya Air Taxi (berjadwal penumpang).

Selanjutnya adalah Asco Nusa Air (borongan), Sampoerna Air Nusantara (borongan), Sayap Garuda Indah (borongan), Eastindo (borongan), Derazona Air Service (borongan), Penerbangan Angkasa Semesta (borongan), Nusantara Buana Air (borongan), SMAC (borongan), (borongan), Intan Angkasa Air Service (borongan), Alfa Trans Dirgantara (borongan), serta Dabi Air Nusantara (borongan).

Sementara tiga operator lain tidak diikut sertakan dalam penilaian karena tidak lagi beroperasi. Ketiga operator itu antara lain Dirgantara Air Service, Survei Udara Penas, dan Atlas Deltasatya. (roda kemudi)

Penumpang Membludak, PT KA Perpanjang Rangkaian

Menyikapi membludaknya jumlah penumpang jelang liburan panjang pemilihan umum, PT Kereta Api (KA) menambah jumlah rangkaian kereta untuk setiap perjalanan. Selain itu, PT KA juga menyediakan KA tambahan berkapasitas 400 tempat duduk untuk jurusan tertentu.

Kepala Humas PT KA Daerah Operasi I Jabotabek Akhmad Sujadi menjelaskan, jumlah penumpang yang tercatat naik di seluruh stasiun pemberangkatan pada Rabu (8/4), meningkat hingga 36 ribu orang. Sementara pada hari biasa, kisaran jumlah penumpang antara 27 ribu hingga 28 ribu orang per hari.

”Untuk mengantisipasi kekurangan tempat duduk, kami sengaja memperpanjang rangkaian dari rata-rata 6 rangkaian menjadi 10 rangkaian kereta per perjalanan,” ujar Sujadi di Jakarta, Rabu petang.

”Selain itu, kami juga menyediakan 1 tambahan KA Argolawu tujuan Solo berkapasitas 400 seats hari ini yang akan diberangkatkan malam ini,” imbuhnya.

Meski terjadi peningkatan jumlah penumpang yang cukup signifikan, menurut Sujadi, tidak terjadi antrean panjang penumpang di stasiun-stasiun pemberangkatan. Hal itu karena sebagian besar penumpang memilih untuk memesan tiket secara online sejak beberapa hari sebelum jadwal keberangkatan. ”Jadi, tiba di stasiun mereka langsung naik ke kereta,” ujarnya.

Sujadi menambahkan, pihaknya juga memfasilitasi pembelian tiket secara langsung bagi penumpang go show (datang langsung berangkat, Red) di setiap stasiun pemberangkatan. ”Untuk masing-masing perjalanan, kami sediakan 50 tempat duduk kosong untuk semua jurusan dan kelas yang tiketnya bisa langsung dibeli di stasiun. Calon penumpang bisa membelinya tiga jam sebelum kereta berangkat,” pungkasnya. (roda kemudi)

Thursday, April 2, 2009

Pemerintah Respons IATA Loloskan Audit Seluruh Anggota

Departemen Perhubungan merespons positif pengumuman asosiasi maskapai penerbangan sipil internasional IATA (International Air Transport Association) yang menyatakan bahwa seluruh anggotanya dari seluruh penjuru dunia telah lolos audit keselamatan IOSA (IATA Operational Safety Audit).

Direktur Jenderal dan CEO IATA Giovanni Bisignani dalam pernyataan resmi yang dirilis 1 April 2009, menyatakan bahwa dengan demikian total 224 maskapai yang tergabung dalam organisasi itu telah mempunyai standar keselamatan yang sama. Dia berharap, keselamatan penerbangan global akan lebih terjamin dan jumlah kecelakaan penerbangan akan bisa lebih ditekan.

Tak hanya Giovanni, Pemerintah Indonesia khususnya Departemen Perhubungan juga sangat menyambut baik kabar gembira ini. Terlebih salah satu maskapai nasional, yakni Garuda Indonesia, juga ikut menerima sertifikat lolos audit keselamatan tersebut.

"Ini kabar yang sangat baik. Ini pengakuan yang nyata dari dunia penerbangan internasional bahwa maskapai Indonesia telah memenuhi standar keselamatan," ujar Kepala Pusat Komunikasi Publik Departemen Perhubungan Bambang S Ervan di Jakarta, Kamis (2/4).

Bambang menambahkan, pemerintah berharap manajemen Garuda Indonesia tidak terbuai dengan keberhasilannya memeroleh sertifikat lolos audit keselamatan IATA tersebut. "Tetapi bisa mempertahankan apa yang didapat dan meningkatkan lagi kualitas keselamatan untuk memberikan pencitraan lebih baik lagi terhadap penerbangan nasional," ujarnya.

Tidak hanya Garuda, Bambang menambahkan, "Semua perusahaan penerbangan juga diharapkan tetap mempertahankan dan meningkatkan kinerja untuk meningkatkan keselamatan," imbuhnya.

Rasio kecelakaan penerbangan di dunia pada tahun 2008 adalah 0,81. Artinya, terjadi satu kecelakaan dari setiap 1,2 juta penerbangan. Sedangkan untuk anggota IATA, rasionya adalah 0,52 yang artinya terjadi satu kecelakaan untuk setiap 1,9 juta penerbangan.

IOSA adalah sistem audit keselamatan dari IATA yang dikembangkan dari sistem keselamatan penerbangan beberapa negara. Di antaranya diadopsi dari FAA, CASA, JAA dan Transport Canada. Untuk anggota IATA, audit ini gratis. Pada tahun 2009 ini, IATA telah menganggarkan USD 8 juta untuk mengaudit keselamtan penerbangan seluruh anggotanya.

Selain anggota IATA, IOSA juga telah diminati oleh 84 maskapai non-anggota. "Pada tahun ini kita juga menganggarkan 3 juta dolar AS untuk membangun kerjasama program keselamatan dengan 180 maskapai lain lagi di seluruh dunia," kata Bisignani dalam siaran persnya.

Satu-satunya maskapai Indonesia yang menjadi anggota IATA adalah Garuda Indonesia yang telah menyelesaikan audit IOSA-nya pada Juni 2008 lalu. Berbekal audit tersebut, Garuda sat ini tengah berjuang untuk dapat membuka larangan terbang yang diterapkan Uni Eropa bagi dunia penerbangan Indonesia. (roda kemudi)

Tersangka KPK Ketuai Pokja Pembentukan Otoritas Pelabuhan

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan membentuk kelompok kerja (Pokja) untuk memfasilitasi pembentukan organisasi otoritas pelabuhan. Tim yang dibentuk dalam rangka merealisasikan amanat Pasal 81 ayat (1) huruf a dan Pasal 348 dalam UU No 17/2008 tentang Pelayaran ini akan bekerja selama tiga bulan.

Dirjen Perhubungan Laut Sunaryo menjelaskan, tim yang terdiri dari Nara Sumber dan Tim Pelaksana ini mulai bekerja terhitung sejak ditetapkannya surat keputusan pembentukan, yaitu 2 April 2009.

"Sehubungan dengan pasal dalam UU Pelayaran tersebut, dipandang perlu untuk membentuk Kelompok Kerja pembentukan Organisasi Otoritas Pelabuhan dengan keputusan Dirjen Perhubungan Laut," jelas Sunaryo di kantornya, Kamis (2/4).

Mantan direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) yang kini menjadi staf Ditjen Perhubungan Laut, Capt. Djoni Algamar, ditunjuk Sunaryo untuk mengetuai tim pelaksana pokja ini. Djoni sendiri saat ini merupakan tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama rekannya, Tansean Parlindungan Malau atas kasus dugaan korupsi pengadaan 20 unit Kapal Patroli senilai, yang juga melibatkan mantan anggota DPR RI Bulyan Royan.
Sementara untuk posisi wakil ketua Tim Pelaksana pokja ini, Sunaryo menunjuk staf ahli lain, Capt. Dalle Effendi, dan Sahat, M untuk posisi sekretaris. Sedangkan pada jajaran anggota, ditunjuk 20 orang pejabat dan staf Ditjen Laut untuk terlibat.

Dikonfirmasi mengenai penunjukkan Djoni, Sunaryo mengatakan bahwa hal itu bukanlah sebuah masalah besar. "Tersangka apa salahnya? Kita jangan prejudice terhadap seseorang. Orangnhya (Djoni Algamar, Red) juga profesional. Kecuali dia saya beri job. Ini kan hanya sekedar membentuk kerangka organisasi, seperti apa otoritas pelabuhan, dan merumuskan deskripsi apa saja," jelasnya.

Selain menjalani tugas pokok dan tanggung jawab yang ada di lingkungan Ditjen Perhubungan laut, ungkap Sunaryo, agenda utama tim ini adalah menyiapkan organisasi dan tugas pokok Otoritas Pelabuhan.

Pokja ini sendiri, lanjut Sunaryo, terdiri dari Nara Sumber dan Tim Pelaksana. Susunan nara sumber yang terdiri dari Dirjen Perhubungan Laut, Sesditjen Perhubungan Laut serta Direktur Pelabuhan dan Pengerukan ini bertugas memberikan arahan. Tugas lainnya adalah pembinaan dan pengawasan kepada tim pelaksana, serta menjadi nara sumber dalam rapat pembahasan pembentukan organisasi dan tugas pokok Otoritas Pelabuhan," paparnya.

Sementara Tim Pelaksana bertugas melakukan inventarisasi dan identifikasi terhadap materi/substansi pembentukan organisasi dan tugas pokok Otoritas Pelabuhan serta menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan dalam pembahasan pembentukan organisasi dan tugas pokok Otoritas Pelabuhan.

Selanjutnya, tim harus menyusun dan merumuskan materi/substansi pembentukan organisasi dan tugas pokok Otoritas Pelabuhan dengan tenggat waktu selama satu bulan sejak dibentuk. Tim ini juga diwajibkan melakukan koordinasi dengan unit kerja terkait dan senantiasa melaporkan secara berkala mengenai perkembangan pembahasan pembentukan organisasi dan tugas pokok Otoritas Pelabuhan kepada Dirjen maupun Sesditjen Perhubungan Laut. Di samping itu, tim juga harus melakukan sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan atau stakeholder terkait

"Segala biaya yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan keputusan ini dibebankan kepada sumber dana yang meungkinkan, sesuai peraturan perudangan yang berlaku," tambah Sunaryo. (roda kemudi)