Pages

Tuesday, April 21, 2009

Pesawat Mimika Air Tak Punya Kotak Hitam, KNKT Cari Alternatif Investigasi

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) akan mencari altenatif mekanisme untuk menginvestigasi penyebab kecelakaan yang menimpa pesawat Mimika Air di Papua, Jumat (17/4) pekan silam. Hal itu dikarenakan pesawat nahas jenis Pilatus PC-6/B2-H4 Turbo Porter tersebut tak memiliki kotak hitam atau black box.

Ketua KNKT Tatang Kurniadi mengungkapkan, ketiadaan perangkat penting yang terdiri dari perekam suara kokpit (Cockpit Voice Recorder/CVR) dan perekam data penerbangan (Flight Data Recorder/FDR) diketahui berdasarkan laporkan yang disampaikan pihak manajemen Mimika Air.

”Kondisi itu kemungkinan akan menyulitkan KNKT mengungkap penyebab kecelakaan. Tetapi kami akan mencari alternatif lain untuk memperoleh data penerbangan pesawat itu,” jelas Tatang, Senin (20/4) petang.

Menurut Tatang, salah satu alternatif yang akan digunakan KNKT dalam penyelidikanya adalah menggunakan analisa kesalahan struktur pohon urai. Untuk sementara saat ini KNKT telah memiliki informasi dan data bahwa kondisi pesawat dan pilot tidak bermasalah.

Indikasi awal yang telah diperoleh KNKT, lanjutnya, adalah bahwa tragedi jatuhnya pesawat Mimika Air di lereng Gunung Gergaji pegunungan Jaya Wijaya itu dikarenakan pilot tidak dapat melihat terrain (permukaan bukit) sehingga mengalami kecelakaan dalam penerbangan dari Distrik Ilaga ke Mulia.

”Istilahnya control flight into terrain (CFIT),” ujar Tatang.

Dari sisi regulasi, Tatang menambahkan, pihaknya akan memeriksa aturan terkait penempatan kotak hitam pada pesawat, terutama ICAO Annex 6 dan CASR (Civil Aviation Safety Regulation) 135. ”Kami akan lihat regulasi, apakah kotak hitam wajib atau tidak karena pesawat Pilatus adalah jenis kecil," paparnya.

Pilatus Tidak Wajib Pasang Kotak Hitam

Ketentuan dalam Annex 6 organisasi penerbangan sipil internasional ICAO (International Civil Aviation Organization) yang merupakan hasil konvensi internasional penerbangan sipil menyebutkan, FDR dan CVR diwajibkan dipasang pada pesawat-pesawat berbobot lepas landas maksimum (Maximum Take-Off Weight/MTOW) 5700 kilogram (5,7 ton).

Pada ketentuan itu, diatur pula, operator penerbangan yang memiliki pesawat dengan MTOW hingga 27000 kilogram (2,7 ton) harus memiliki dan mengelola program analisis data penerbangan (flight data analysis programme) sebagai bagian dari sistem manajemen keselamatan. Jika tidak memiliki, operator dapat bekerja sama dengan pihak ketiga yang memiliki dan mengelola program tersebut.

Sedangkan aturan pada CASR 135 tentang kewajiban pemasangan perangkat perekam data digital pesawat sendiri mengacu pada butir Annex 6 ICAO. Disebutkan, CASR mengatur tentang standar keselamatan untuk pesawat-pesawat kecil dengan MTOW 5700 kilogram (5,7 ton) atau yang memiliki kapasitas tempat duduk hingga 10 penumpang tidak disyaratkan menambah perangkat FDR/CVR.

Sementara itu, menurut data resmi yang dirilis situs resmi pabrikan pembuatnya, Pilatus Aircraft Ltd (Swiss), PC-6/B2-H4 Turbo Porter adalah pesawat yang memiliki bobot mati seberat 1270 kg (1,2 ton) dengan bobot lepas landas maksimum sebesar 2800 kilogram (2,8 ton).

Dengan demikian, jika mengacu pada ketentuan Annex 6 ICAO tersebut, pesawat kecil dengan panjang 10,9 meter, tinggi 3.2 meter, dan rentang sayap selebar 15.87 meter ini, tidak diwajibkan atau tidak direkomendasikan untuk di-install dengan kotak hitam.

Perekam data penerbangan (FDR) adalah alat untuk mencatat parameter kinerja pesawat udara secara spesifik. Penyandingnya adalah perekam suara kokpit (CVR), yang merekam percakapan di kokpit, komunikasi radio di antara kru kokpit dan lain-lainnya, termasuk merekam percakapan dengan personalia kontrol lalu-lintas udara.

Di beberapa kasus, kedua fungsi sudah digabungkan ke dalam satu kesatuan, seperti yang adalah kasus dengan bentuk asli. Data yang dicatat oleh FDR tersebut biasa dipakai untuk pemeriksaan kecelakaan, juga untuk menganalisasi sistem keamanan udara keluar, degradasi fisik dan kinerja mesin. Perangkat yang sesungguhnya berwarna jingga terang ini biasanya diletakkan pada bagian ekor pesawat udara yang diyakini lebih mungkin selamat dari kecelakaan hebat.

Karena pentingnya keberadaan kedua perangkat tersebut dalam sebuah penyelidikan kecelakaan, ICAO pun dengan cermat merancang dan spesifikasi kotak hitam agar tahan terhadap dampak kecepatan tinggi dan panas api akibat kebakaran hebat. Tidak hanya untuk menelusuri kronologi sebuah kecelakaan pesawat, penemuan kembali kotak hitam juga berkontribusi terhadap upaya evakuasi korban selamat dan pencarian jasad manusia. (roda kemudi)

No comments: