Pages

Thursday, September 10, 2009

SBY Teken PP Penyelenggaraan Kereta Api

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya menandatangani Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perkeretaapian yang disusun Departemen Perhubungan. Aturan teknis pendukung UU Perkeretaapian No 23/2007 itu ditetapkan menjadi PP No 56 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Kereta Api.

Direktur Jenderal Perkeretaapian Dephub Tundjung Inderawan menjelaskan, PP yang menjabarkan teknis penyelenggaraan angkutan kereta api tersebut ditandatangani Presiden SBY pada Selasa, 8 September 2009. Tundjung berharap, kelahiran PP tersebut dapat memacu operator angkutan perkeretaapian, baik PT Kereta Api (PT KA) maupun PT KAI Commuter Jabodetabek untuk meningkatan pelayanan.

Selain itu, PP tersebut juga diharapkan bisa mendorong swasta maupun menjadi modal bagi pemerintah daerah untuk turut mengembangkan sarana transportasi massal ini di wilayahnya masing-masing dengan dukungan pemerintah pusat sebagai regulator. Karena, selain mengatur pemisahan pengelolaan antara prasarana dan sarana KA, PP ini juga mengatur tentang pembentukan badan baru sebagai penyelenggara prasarana KA.

Menurut Tundjung, molornya proses penerbitan PP tersebut hingga hampir tiga tahun setelah diterbitkannya UU Perkeretaapian, bukan disebabkan oleh kelambanan tim perumus dalam merancang butir-butir aturan yang akan diterapkan. Karena segala yang diimbuhkan pada PP ini tidak menyeleweng dari apa yang telah ditetapkan oleh UU 23/2007.

”Ada beberapa poin yang membutuhkan persamaan persepsi yang sangat matang dari berbagai pihak terkait. Karena dalam pengimplementasiannya nanti, PP ini akan melibatkan tidak hanya Departemen Perhubungan. Tetapi juga pihak lain seperti Kementrian Negara BUMN, PT KA, pemerintah daerah, investor swasta yang ke depan dapat menjadi pengelola angkutan perkeretaapian, maupun masyarakat secara langsung,” jelas Tundjung di Jakarta, Kamis (10/9).

Salah satu materi yang membutuhkan proses penyamaan persepsi yang alot adalah klausul yang membahas tentang status aset negara yang digunakan untuk kegiatan perkeretaapian, serta kepentingan yang terkait dengan industri ini. Materi ini terkait pula dengan klausul penetapan status Departemen Perhubungan selaku regulator sebagai penanggungjawab atas pengelolaan prasarana perkeretaapian yang semula dilakukan PT Kereta Api, di mana BUMN itu selanjutnya ditugaskan sebagai operator dengan fokus peningkatan keselamatan dan pelayanan penumpang.

Menjadi alot karena harus dilakukannya pemisahan aset antara milik PT KA dan milik negara, seperti lahan, prasarana rel, stasiun, dll, yang semula penanganannya dilakukan oleh PT KA. ”Ini tidak mudah, karena tidak hanya antara Dephub dan PT KA, tetapi juga melibatkan Menneg BUMN sebagai pemegang saham PT KA dan Kementrian Hukum dan HAM terkait penetapan status aset. Tetapi sekarang, semua sudah tidak lagi jadi masalah,” imbuh Tundjung.

Dipaparkannya, PP 56/2009 ini sendiri merupakan harmonisasi dari tiga konsep PP yang direncanakan akan diterbitkan untuk mendukung pengimplementasian UU 23/2007. Yaitu RPP tentang Tatanan dan Penyelenggaraan, RPP tentang Sarana, serta RPP tentang Prasarana.

”Pada awalnya ada empat RPP yang kita susun. Satu lagi adalah RPP tentang Lalu Lintas. Yang tiga, yang mengenai tatanan dan penyelenggaraan, sarana, serta prasarana digabungkan jadi satu RPP. Sedangkan yang membahas tentang Lalu Lintas tetap terpisah. Jadi, nantinya, UU Perkeretaapian akan didukung oleh dua PP,” jelas Tundjung. (roda kemudi)

No comments: