Berdasarkan informasi yang dihimpun, seluruh 28 jemaah haji yang di dalamnya termasuk seorang bocah lelaki berusia sekitar 12 tahun itu tergolong sebagai jemaah haji ”gelap”. Karena, meskipun mengantongi visa haji, tidak satu pun di antara mereka terdaftar sebagai jemaah haji resmi baik sebagai jemaah reguler maupun khusus.
”Kita sudah periksa, nama mereka tidak terdaftar dalam daftar anggota kloter haji manapun maupun rombongan jemaah khusus,” jelas M Soleh, Duty Manager Garuda yang sempat disandera tersebut, Kamis (25/12), di Posko Monitoring Garuda di Hotel Jeddah Gulf.
Selidik punya selidik, lanjut Soleh, ke-28 orang tersebut terbang ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji dengan menggunakan tiket pekerja (TKI) dan terbang menggunakan pesawat Garuda Indonesia. Sedangkan visa haji yang diperolehnya merupakan visa complementary (visa khusus), atau visa dengan status undangan dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
Rombongan tersebut masuk melalui terminal kedatangan internasional bandara KAIA pada 29 November 2008 dengan penerbangan Garuda GA 980. Namun ketika hendak kembali ke tanah air pada 22 Desember lalu, mereka terbentur masalah. Tiket kepulangan mereka dinyatakan palsu oleh pihak Yaman Air, maskapai yang akan mereka gunakan untuk kembali ke tanah air. ”Tetapi sayangnya mereka tidak dapat menunjukkan tiket yang palsu itu, sehingga di mana pangkal masalahnya tidak bisa ditelusuri,” kata Soleh.
Sementara di satu sisi, menurut Soleh, pihaknya terus ditekan oleh Badan Pengawasan Haji Saudi di bandara untuk bertanggung jawab terhadap 28 jemaah yang belum jelas nasibnya itu. ”Hajj Controll Saudi tidak mau tahu mereka resmi atau tidak. Mereka mereka tahunya itu jemaah haji Indonesia yang harus diurusi dan membenturkan kita dengan aturan human right,” papar M Soleh, yang sempat disandera selama hampir lima jam di kantor Badan Pengawasan Haji Saudi.
Badan Pengawasan Haji Saudi, kata Soleh, bersikukuh menuntut Garuda untuk menanggung segala fasilitas seluruh anggota rombongan. ”Padahal menurut aturan itu bukan urusan Garuda karena mereka sudah keliling-keliling di Arab, tetapi Garuda yang kena getahnya. Karena mereka pegang visa haji dan masuk ke sini dengan Garuda, pihak otoritas sini mereka menuntut Garuda untuk menanggung segala risikonya,” imbuh Soleh.
Atribut Mirip Haji Reguler
Zainal, salah seorang anggota rombongan tersebut menuturkan, keberangkatan dirinya difasilitasi biro perjalanan PT Mustika Cahaya Lestari (MCL) yang berkedudukan di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, melalui seorang penceramah lokal Ujung Pandang bernama Syaiful Islam.
Sedianya, Syaiful Islam turut serta dalam perjalanan ini dan menjadi kepala rombongan. Namun, karena suatu alasan, Syaiful membatalkan diri alias tidak jadi berangkat. ”Tetapi anak lelakinya dan mertuanya ikut berangkat dalam rombongan kita ini,” ujar Zainal saat ditemui Kamis dinihari waktu setempat di Plaza penumpang Terminal Haji KAIA.
Menurut Zainal, oleh biro perjalanan tersebut, setiap jemaah dipatok biaya oleh PT MCL antara Rp 38 juta hingga Rp 42 juta. Dengan dana sebesar itu, masing-masing jemaah dibekali sebuah jas berwarna biru terang, gelang identitas jemaah serta tas dan koper, yang bentuk dan warnanya sama persis dengan yang dimiliki jemaah haji reguler.
”Seluruh perbekalan itu, termasuk paspor dan tiket pergi-pulang kami terima di Cengkareng. Waktu itu kami tidak curiga sama sekali, karena kami tahu setiap tahun Pak Syaiful Islam ini rutin memberangkatkan orang untuk umrah dan haji. Apalagi, anak dan mertuanya ada bersama kami,” tutur Zainal.
Kecurigaan kian tidak tampak, lanjut pria berusia sekitar 40 tahun itu, terlebih sejak proses boarding di Soekarno-Hatta hingga pemeriksaan oleh petugas badan imigrasi Saudi di bandara KAIA, Jeddah,pada hari kedatangan juga tidak ditemui masalah. Seluruh proses ibadah haji bisa pun mereka laksanakan dengan lancar. ”Saat berada di Mekkah dan Mina, kami juga ikut rombongan maktab jemaah haji kloter,” sambung Zainal.
Masalah baru muncul pada Minggu, 22 Desember lalu. Yaitu saat mereka melakukan check-in di konter Yaman Air, di terminal pemberangkatan internasional KAIA. Oleh pihak Yaman Air, tiket mereka dinyatakan palsu. Sejak saat itu hingga berita ini dibuat (25/12), mereka terlunta-lunta di kawasan bandara KAIA hingga akhirnya ”terdampar” di terminal haji Jeddah.
”Sejak tiket kami dinyatakan palsu, kami sudah beberapa kali berusaha menghubungi kantor Mustika Cahaya Lestari. Tetapi nomor telepon yang kami dapat tidak bisa dihubungi. Pak Syaiful Islam juga tidak bisa kita kontak,” sambung Zainal dengan nada putus asa, diamini beberapa anggota rombongan lain.
Permasalahan kian rumit dan berujung pada penyanderaan Duty Manager Garuda M Soleh, ketika petugas dari Badan Pengawasan Haji (Hajj Control) Saudi Arabia di Terminal Haji KAIA mengetahui status mereka yang tidak jelas itu. Petugas Hajj Control mendesak Garuda untuk bertanggung jawab atas nasib Zainal dan rombonganya. Garuda diminta memfasilitasi mulai dari konsumsi dan penginapan hingga proses pemulangan mereka ke tanah air.
”Bukan kami tidak mau peduli, tetapi kami di sini tidak bisa mengambil keputusan seketika untuk masalah seberat ini. Ini kewenangan pusat,” ujar Senior Manager Perencanaan Haji Garuda Agus Widodo, di Posko Monitoring Garuda di Hotel Jeddah Gulf.
Agus berharap kondisi ini bisa cepat diselesaikan, mengingat Badan Pengawasan Haji Saudi terus mendatangi petugasnya di posko bandara dan mendesak agar Garuda bertanggung jawab atas seluruh jemaah yang telantar itu. ”Terus terang kami sangat tergangu dengan kondisi ini, karena tanggung jawab dan tugas utama kami di sini hanya mengurusi jemaah yang difasilitasi Departemen Agama. Di luar itu bukan kewenangan kami,” tegas Agus.
Pemerintah Saudi Lepas Tangan
Zainal mengaku, dia dan seorang lain yang menjadi perwakilan rombongan, bernama Abdi, telah melakukan koordinasi dengan pihak Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah. Pihak KJRI, kata dia, telah berjanji untuk membantu proses pemulangan mereka dengan mencarikan tiket penerbangan termurah. ”Karena uang yang kami miliki saat ini sangat terbatas. Kalau harus beli tiket dengan harga normal, terus terang kami tidak sanggup,” pungkasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Staf Teknis Perhubungan di KJRI Jeddah Bambang Sudaryono membenarkan pernyataan Zainal tersebut. Menurutnya, sampai saat ini pihak KJRI terus berusaha membantu Zainal dan rombongannya itu agar dapat kembali ke tanah air.
”Kita terus mengupayakan solusi terbaik. Kami juga sudah menghubungi keluarga mereka di Indonesia agar membantu masalah pendanaan,” jelasnya, seraya menegaskan bahwa pihak KJRI tidak akan lepas tangan terhadap permasalahan ini. ”Kita juga sudah meminta pihak Garuda untuk membantu memberikan keringanan biaya tiket. Mudah-mudahan bisa.”
Bambang menambahkan, jika mengacu pada ketentuan hukum yang disepakati Pemerintah Indonesia dan Kerajaan Arab Saudi berlaku, sedianya proses pemulangan ke-28 jemaah itu menjadi tanggung jawab pemerintah Arab Saudi sepenuhnya dengan status sebagai ”deported” negara.
Namun ketika para jemaah itu terkena blokir sewaktu masih berada di bandara saat mereka tiba, pemulangan menjadi tanggung jawab maskapai yang membawanya.
”Karena keberadaan para jemaah sudah mendapat legalitas dari pemerintah Arab melalui badan imigrasi di bandara, sampai mereka bisa melakukan ibadah haji dan keliling Arab segala, otomatis itu menjadi tanggung jawab mereka,” papar Bambang.
Jika mengacu pada pemaparan Bambang di atas, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi seolah-olah ingin melepaskan tanggung jawab dengan menekan Garuda Indonesia. Pemerintah Kerajaan Arab Saudi tampak berusaha untuk mengkondiskan bahwa telantarnya Zainal dan rombongannya sebagai dosa Garuda yang telah membawanya ke negara mereka.
”Sepahit-pahitnya, kalau pemerintah Arab tetap tidak mau bertanggung jawab, kita sebagai perwakilan pemerintah akan memberikan perlindungan warga kita dengan menampung mereka ke KJRI dan mengusahakan pemulangan mereka,” pungkasnya.
Dikatakan Bambang, saat ini pihaknya telah mengevakuasi lima jemaah lain asal Banten yang juga menjadi korban penelantaran PT Mustika Cahaya Lestari. Dua di antaranyanya telah dipulangkan Rabu malam (Kamis dinihari, WIB). ”Saya berharap kasus ini menjadi bahan pelajaran untuk badan imigrasi kita, untuk tidak meloloskan siapapun yang tiket pergi dan pulangnya tidak satu maskapai. Karena setiap tahun kasus ini selalu terjadi dan menimpa mereka yang tiket pergi dan pulangnya beda maskapai,” tandas Bambang.
Untuk diketahui, berdasarkan informasi dari Sistem Informasi Haji Depag, PT Mustika Cahaya Lestari merupakan biro perjalanan haji dan umroh ilegal. Perusahaan ini tidak memiliki izin dari Depag untuk menyelenggarakan umroh, apalagi haji khusus. Ini harus jadi bahan pertimbangan kaum muslimin Indonesia yang ingin menunaikan umroh atau haji. Waspadai biro-biro perjalanan yang menawarkan "jalan pintas" semacam ini. Bersabarlah, tunggu giliran. Karena esensi haji adalah kesabaran. Insya Allah, kalau waktunya tiba, tidak ada pihak manapun yang bisa menghalangi kita untuk mendatangi rumah-Nya. Jadi, jangan mencoba untuk mencari "undangan" palsu, karena satu-astunya yang mengeluarkan udangan itu adalah Sang Pemilik Baitullah. (roda kemudi)
1 comment:
wiw aya2 bae atuh nya.. kan kasihan tuh ama jemaah haji yang resmi..
Post a Comment