Pages

Wednesday, May 6, 2009

Dephub: Reevaluasi Tender MRT Tidak Salahi Aturan

Direktur Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan Tundjung Inderawan menegaskan, reevaluasi proses pelelangan pembuatan desain dasar pada sistem angkut cepat massal atau Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta tahap I dengan rute Lebak Bulus-Dukuh Atas, tidak menyalahi aturan.

”Reevaluasi sesuai dengan prosedur, dan tidak bertentangan dengan aturan yang ada dalam Keppres 80/2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa,” jelas Tundjung dalam konferensi pers yang digelar di kantornya, di Jakarta, Rabu (6/5).

Tundjung juga menegaskan bahwa reevaluasi yang dilakukan agar para peserta tender senilai Rp8,5 triliun itu, yakni Nippon Koei Co. Ltd. dan Katahira & Engineer International, memperbaiki daftar isian proposal tender proyek desain dasar MRT sesuai aturan yang ada.

Dijelaskannya, reevaluasi tersebut sebagai tanggapan atas komentar Japan International Cooperation Agency (JICA) yang menilai adanya inkonsistensi tentang dokumen peserta dari aturan yang telah disetujui. Namun, dia meminta agar hal itu tidak dinilai sebagai campur tangan JICA meskipun bantuan pendanaan proyek ini berasal dari agen kerja sama luar negeri Jepang tersebut.

”Kita tidak distir oleh JICA. Panitia lelang bekerja dengan sangat independen. Kita hanya mengikuti prosedur untuk dapatkan persetujuan dari mereka,” tegas Tundjung.

Dia menambahkan, persetujuan dari JICA dibutuhkan mengingat proyek ini adalah jenis proyek yang melibatkan peran pemerintahan dua negara, yang pelaksanaannya wajib mengacu pada aturan yang telah disepakati. Di mana JICA sebagai pemberi bantuan mengeluarkan panduan (guideline), sementara Indonesia mengacu pada ketentuan yang ada dalam Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa.

”Jadi, ada prosedur-prosedur yang harus kita ikuti dalam loan agreement dengan segala konsekwensinya. Salah satunya adalah harus mengikuti guideline JICA. Bukan hanya aturan, tapi juga prosedurnya. Mulai dari dokumen, kriteria evaluasi dan hasilnya, serta rekomendasi, juga harus kita laporkan dan mendapatkan approval dari mereka. Kita sendiri juga menghitungnya berdasarkan Keppres, dan ini kita usulkan ke mereka. Itu semua prosedur yang harus kita lalui,” papar Tundjung.

Ketika JICA melihat bahwa hal tersebut telah sesuai dengan prosedur, baik dokumen maupun kriteria evaluasi, lanjut Tundjung, biasanya JICA langsung mengeluarkan surat yang menyatakan bahwa tidak keberatan (objection). Namun pada proyek ini, JICA memberikan komentar, menanyakan beberapa hal kepada panitia lelang. Saah satunya, jelas dia, adalah adalah mengenai konsistensi panitia terhadap dokumen yang telah disetujui JICA.

”Tentunya, ketika JICA menulis surat ke kita, maka kita harus menanggapi itu. Kita, dalam arti di dalamnya adalah panitia, akan mengevaluasi komentar dari JICA. Ini juga bagian dari prosedur tender yang disepakati itu sendiri,” imbuh Tundjung.

Atas dasar itulah hingga saat ini panitia lelang belum menentukan siapa pemenang tender tersebut, karena proses reevaluasi yang baru untuk kali pertama dilakukan tersebut belum tuntas. Dia juga membantah tentang adanya informasi yang menyebutkan bahwa Menhub Jusman Syafii Djamal mengeluarkan surat untuk memenangkan Katahira & Engineer International.

Dijelaskannya, surat yang dikeluarkan Menhub tersebut merupakan bagian dari proses usulan, bukan surat penentuan tentang pemenang tender. Panitia lelang yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada satuan kerja (Satker) harus melaporkan perkembangan proses pelelangan kepada Satker, lalu Dirjen Perkeretaapian, Menhub, kemudian kembali lagi ke Dirjen, Satker dan diteruskan kepada panitia.

”Sampai saat ini belum pernah ada surat menteri yang memenangkan salah satu peserta tender. Jadi, sampai saat ini belum ada nama pemenang yang bisa kita umumkan,” tegasnya.

Keputusan untuk memberikan skor nilai peserta atau melakukan reevaluasi, menurut Tundjung, merupakan wewenang penuh panitia lelang. Tidak ada pihak di luar yang dapat memengaruhi panitia untuk melakukan reevaluasi atau tidak, termasuk Dirjen atau Menhub sekalipun. Reevaluasi, tegasnya, juga bukan dilakukan karena adanya kesalahan yang terjadi dalam proses lelang.

Reevaluasi, menurut Tundjung, merupakan bagian dari kerja panitia atas komentar terhadap hasil evaluasi dan penilaian terhadap dokumen peserta lelang. Reevaluasi bisa dilakukan karena ada prosedur penilaian (judgement) yang terlewat, atau ada penilaian yang mungkin belum sempurna.

Selain itu Tundjung juga mengomentari tentang kabar yang menyebutkan bahwa reevaluasi telah dilakukan beberapa kali. Termasuk informasi tentang adanya pengubahan skor nilai peserta tender yang pada akhirnya mendongkrak posisi Nippon Koei Co. Ltd. dari peringkat ketiga menjadi pertama, dan Katahira & Engineer International di posisi kedua.

”Kalau ada data-data lain dari luar, itu belum tentu valid. Selain banyak, juga tidak jelas. Kalau data yang valid itu dari kami. Sekali lagi, yang jelas, secara formal reevaluasi baru sekali dilakukan. Soal Nippon berubah angka, itu kewenangan panitia, saya tidak bisa mempengaruhi keputusan itu. Tapi, panitia telah melaksanakan sesuai atas prosedur yang ditetapkan JICA. Prinsipnya, kita ingin proyek ini bisa terealisasi secepatnya,” tandasnya. (roda kemudi)

No comments: