Pages

Friday, May 29, 2009

Jumlah Bandara Internasional Akan Dievaluasi

Pemerintah akan melakukan evaluasi seluruh bandar udara berstatus internasional yang dimilik Indonesia saat ini. Upaya peninjauan terhadap sebanyak 27 bandara kategori tersebut merupakan rekomendasi Komisi Perhubungan Dewan Perwakilan Rakyat

"Komisi V (Perhubungan) DPR telah merekomendasikan agar pemerintah melakukan evaluasi jumlah bandara internasional yang jumlahnya mencapai 27 bandara. Ini dinilai terlalu banyak," ungkap Kepala Pusat Litbang Udara Dephub Nyoman Suanda Santra kepada wartawan di Jakarta, Jumat (29/5).

Menurut Nyoman, saat ini banyak Pemerintah Daerah yang menginginkan agar bandara di daerahnya tetap memiliki status sebagai bandara internasional. Alasannya, itu untuk memperlancar lalu lintas udara dan mempercepat perkembangan ekonomi wilayah tersebut.

”Terkait dengan Otonomi Daerah, untuk mengevaluasi status bandar udara, sangat sulit. Sehingga perlu dilakukan pemberian pemahaman kepada Pemda. Karena Pemda pasti akan mempertahankan setatus bandara di daerahnya agar tetap menjadi bandara yang berstatus internasional,” ujarnya.

Namun, lanjut dia, upaya evaluasi itu akan tetap dilakukan sebagai realisasi dari Undang-undang No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. ”Sesuai amanat UU, pengembangan bandar udara di Indonesia harus mengacu kepada Rencana Induk Bandar Udara Nasional. Bandara internasional di kita terlalu banyak. Di Amerika Serikat saja sudah dibatasai," ujarnya. (roda kemudi)

Wednesday, May 20, 2009

Hercules TNI AU Jatuh di Magetan, Timpa Rumah Warga

Pesawat Hercules jenis A1325 yang mengangkut lebih dari seratus penumpang, jatuh di Desa Geplak, Kecamatan Karas, Magetan, Jawa Timur, Rabu (20/5), sekitar pukul 06.30 WIB. Sejumlah penumpang dilaporkan meninggal dunia, termasuk masyarakat sekitar lokasi.

Pesawat dikabarkan terjatuh hingga dua kali. Pertama, pesawat terjatuh menimpa enam rumah warga dan menyebabkan dua penghuninya meninggal dunia. Hingga akhirnya pesawat terdampar di areal persawahan dengan kondisi hancur, setelah pilot berusaha menerbangkan kemballi pesawat tersebut setelah menimpa rumah warga.

Menurut Kadispen TNI AU Marsekal Utama Bambang Sulistyo menjelaskan, pesawat yang dipimpin Mayor Penerbang Danu
tersebut dalam kondisi laik terbang untuk beroperasi. Dijelaskan, pesawat ini mengalami kecelakaan saat mengudara di wilayah Madiun. Belum diketahui penyebab pasti kecelakaan tersebut.

”Pesawat sangat layak terbang, berangkat dari halim pukul 22.17 UTC, menuju lanud Iswahyudi dan mengalami kecelakaan sebelum melakukan pendaratan. Informasi penyebab belum kami terima. Yang jelas, pesawat terakhir kontak 6.30 WIB, dan laporan kecelakaan kamir terima pukul 6.25 WIB,” paparnya dalam wawancara dengan Metro TV di Jakarta.

Bambang menambahkan, saat ini pihaknya telah mengerahkan tim recovery dari Lanud Iswahyudi Madiun yang berjarak sekitar 5 kilometer dari lokasi kejadian untuk melakukan upaya evakuasi terhadap korban.

Terpisah, Pangdam V Brawijaya Mayor Jenderal TNI Bambang Suranto menjelaskan, pesawat mengangkut 112 penumpang yang terdiri dari 14 awak dan 98 penumpang. Pesawat lepas landas dari Bandara Halim Perdanakusuma pada Selasa malam menuju Lanud Iswahyudi, Madiun.

Hingga berita ini dipublikasikan, evakuasi terhadap korban termasuk 13 kru pesawat nahas milik TNI Angkatan Udara itu masih dilakukan oleh warga dan aparat setempat. Masih tampak pula kobaran api pada badan pesawat yang berantakan itu. Upaya pemadaman dan proses evakuasi korban terkendala oleh lokasi yang sulit untuk dijangkau.

Pesawat yang berada di tengah persawahan yang dikelilingi tumbuhan bambu, membuat kendaraan pemadam dan ambulans penyelamat sulir mendekat. Jarak antara lokasi jatuhnya pesawat dengan permukiman warga sekitar 20 meter. Sejumlah korban selamat yang berhasil dievakuasi langsung dirujuk Rumah Sakit Lapangan Udara Iswahyudi Madiun dan Rumah Sakit Sudono Madiun.

Juru Bicara Komite Nasional Keselamatan Transportasi JA Barata di Jakarta mengatakan, kendati investigasi kecelakaan ini berada di luar wewenang institusinya, namun KNKT tetap melakukan pemantauan. ”KNKT hanya menginvestigasi kecelakaan angkutan komersil, tidak kendaraan-kendaraan angkut militer. Itu di luar kewenangan KNKT. Tetapi, kami tetap melakukan pemantauan terhadap kejadian ini,” ujarnya. (roda kemudi)

Tuesday, May 19, 2009

Operator KA Komuter Jabodetabek Diresmikan

Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal dan Menteri Negara BUMN Sofjan Djalil meresmikan beroperasinya PT KAI Commuter Jabodetabek (Commuter), Selasa (19/5). PT KAI Commuter adalah anak perusahaan PT Kereta Api (Persero) yang melayani kereta api wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).

Menurut Direktur Utama Commuter Kurniadi Atmosasmito, Commuter merupakan pilihan utama moda transportasi masyarakat Jabodetabek. "Cita-cita kami dalam lima tahun ini tercapai," katanya pada peresmian Commuter di Stasiun Kereta Api Tanjung Barat Jakarta, Selasa, 19 Mei 2009.

Peresmian Commuter dihadiri pejabat Departemen Perhubungan, Anggota Komisi Perhubungan DPR dan Direksi PT Kereta Api (Persero), Direksi BUMN dan BUMD, serta mitra kerja Commuter.

Commuter akan menerapkan program e-ticketing untuk menertibkan penumpang yang tidak membayar (free rider) dengan menggandeng Bank Mandiri, BNI, BRI, BCA dan Bank DKI.

Perseroan juga menyediakan informasi dan layanan keluhan mengenai layanan kereta api, meningkatkan renovasi dan sterilisasi stasiun. "Semuanya untuk perbaikan akses ke stasiun dan layanan yang lebih baik," katanya.

Butuh Rp 1,2 T untuk Gerbong

Menurut Kurniadi, perusahaannya membutuhkan investasi pengadaan gerbong kereta dan penataan stasiun sebesar Rp 1,2 triliun hingga tahun 2013. Investasi pada tahun 2009 ini sendiri mencapai Rp 109 miliar.

Dengan dana sebesar itu, ditargetkan jumlah pengguna KA komuter yang pada 2008 mencapai 325 ribu penumpang, bisa meningkat hingga 400 ribu penumpang tahun ini. ”Pada 2010 mencapai 665 ribu penumpang dan 2012 nanti jumlah penumpang direncanakan mencapai 1,4 sampai 1,8 juta penumpang," katanya.

Dengan memperbaiki layanan seperti e-ticketing, katanya, akan mengurangi jumlah kehilangan sebesar 10 hingga 20 persen akibat penumpang tanpa tiket maupun track.

Menurut Kurniadi, investasi untuk membeli KRL tahun ini sebanyak sembilan set senilai Rp106 miliar. Hingga 2012, Commuter menargetkan bisa membeli 53 set. Investasi gerbong ini akan mengurangi KRL ekonomi Non AC untuk digantikan dengan KRL AC. Jumlah gerbong Non AC saat ini sebanyak 236 unit dan KRL AC 176 unit.

Dia menjelaskan di masa mendatang, dalam satu rangkaian jumlah gerbong akan ditambah. Saat ini satu set kereta berisi delapan gerbong, nanti 10 gerbong. "Ada peningkatan kapasitas 20 persen," katanya.

Mengenai jumlah perjalanan kereta api 2008 mencapai 431 kali per hari. Pada 2010 ditargetkan mencapai 569 kali per hari dan 2013 meningkat hampir dua kali lipat atau 904 perjalanan perhari.

Wilayah usaha yang menjadi jaringan operasi KCJ membentang sepanjang jalan rel yang menghubungkan Jakarta-Bogor, Jakarta-Bekasi, Jakarta-Tangerang, dan akarta-Serpong yang melingkari Jakarta dan sekitarnya.

Jalur operasi Commuter sepanjang 150 kilometer yang terdiri atas jalur lingkar (cilculer line) rute Jatinegara-Manggarai-Tanah Abang-Duri Kp Ambon-Pasar Senen-Jatinegara (29,738 kilometer).

Rute lainnya adalah Jalur Selatan (South Line) rute Bogor-Depok-Manggarai sepanjang 44,92 kilometer, jalur tengah (central line) rute Manggarai-Gambir-Kota 9,89 km.

Jalur Bekasi (Bekasi Line) rute Bekasi-Jatiinegara 14,802 kilometer, Jalur Serpong (Serpong Line) rute Serpong-Tanah Abang 23,278 km. Jalur Tangerang (Tangerang-Line) rute Duri-Tangerang 19,297 kilometer. Jalur Tanjung Priok (Tanjung Priok Line) rute Tanjung Priok-Kota 8,115 kilometer. (roda kemudi)

Investasi Pelabuhan Sabang USD 780 Juta

Pemerintah saat ini telah mengantongi nama calon investor yang berminat membangun pelabuhan di Kawasan Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam.

"Investasi sekitar USD 780 juta dari Korea untuk pembangunan pelabuhan tahap pertama," kata Deputi Menko Perekonomian Bidang Perindustrian dan Perdagangan Edy Putra Irawady di sela-sela Seminar Kawasan Sabang di Hotel Borobudur, Jakarta, (19/5).

Menurut Edy, investasi itu lebih besar dibandingkan pembangunan pelabuhan Batam tahap pertama. "Yang di Batam saja hanya USD 470 juta, berarti Sabang lebih besar kan," ujarnya.

Pelabuhan Sabang akan dijadikan pelabuhan lintas Asia Eropa. "Nanti yang ke selatan melalui pelabuhan Batam," ujarnya.

Investor Dublin juga tengah menjajaki investasi untuk fasilitas pelabuhan. "Investor sebenarnya sudah menunggu untuk eksekusi, tapi mereka meminta pemerintah membereskan dulu penguatan kelembagaan Badan Pengelola Kawasan Sabang," kata Edy.

Menurut dia, penguatan kelembagaan Badan Pengelola merupakan prioritas pertama yang harus dilakukan pemerintah daerah. "Mereka harus tunjuk deputi-deputinya, kalau tidak, bagaimana operasionalnya. Selama ini tergantung dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara terus," ujarnya.

Edy memperkirakan jika Juli bisa selesai penguatan kelembagaan, investor-investor yang sudah antre akan segera merealisasikan investasinya.

Selain itu, Edy meminta jangan ada intervensi jika kelembagaan Badan Pengelola sudah terbentuk. "Badan Pengelola harus punya kewenangan yang jelas, tata ruang boleh pemerntah daerah yang buat, tapi perizinan yang menyangkut investasi dan perdagangan harus diserahkan ke Badan Pengelola," ujarnya. (vivanews)

Friday, May 15, 2009

Proyek Stimulus Fiskal Departemen Perhubungan Dimulai Semester I

Departemen Perhubungan menargetkan perealisasian proyek stimulus fiskal bidang infrastruktur transportasi 2009 senilai Rp2,198 triliun dapat dimulai pada semester I tahun ini.

”Panitia anggaran DPR sudah memberikan persetujuan, tinggal dijalankan saja. Pengerjaannya akan dilakukan secara bertahap,” ujar Sekretaris Jenderal Dephub M Ikhsan Tatang di kantornya, Jakarta, Jumat (15/5).

Dephub memeroleh sebesar Rp 2,19 triliun dari total stimulus fiskal yang dikucurkan pemerintah sebesar Rp 12,2 triliun. Seluruh dana tersebut akan disebar di seluruh sub sektor perhubungan. Rinciannya, subsektor perhubungan udara mendapat sebesar Rp 800 miliar, subsektor laut Rp 600 miliar, subsektor kereta api Rp 400 miliar, dan sub sektor perhubungan darat sebesar Rp300 miliar.

Tatang menambahkan, pelaksanaan lelang terhadap sekitar 80 proyek di lingkungan Dephub yang tersebar di seluruh Indonesia itu telah memasuki tahap akhir. Tujuan utama pengucuran stimulus fiskal bidang infrastruktur tersebut adalah menyerap tenaga kerja sebanyak 62.692 orang.

”Kita doakan supaya bisa cepat direalisasikan dan berjalan tanpa hambatan. Karena ini program pemerintah, memberikan stimulus untuk mengurangi pengangguran,” imbuhnya.

Departemen Perhubungan sendiri mempersiapkan tender proyek stimulus tersebut lebih awal, sebelum Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) diterbitkan dan disetujui Panitia Anggaran DPR. Tujuannya untuk adalah agar penyerapan dapat dilakukan lebih optimal. Yaitu ketika DIPA telah selesai dan disetujui DPR, pemenang tender sudah ada, tanpa harus menunggu DIPA turun.

Sebelumnya, medio April 2009 lalu, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta mengatakan, efektifitas stimulus fiskal infrastruktur 2009 sebesar Rp12,2 triliun ini baru 2-3 bulan lagi. Meski begitu, Paskah menekankan agar proses pencairannya dipercepat, sehingga meski DIPA belum, turun tender sudah bisa dilaksanakan.

Menyinggung soal pengawasan terhadap stimulus fiskal ini, Tatang memastikan, monitoring dan pengawasan sudah pasti ketat. "Monitoring kami sangat ketat dan tidak hanya pada dana stimulus ini karena proyek lain dengan dana APBN nilainya juga jauh lebih besar," katanya. Tatang juga menegaskan bahwa tendernya terbuka dan diharapkan panitia lelangnya mampu "menyeleksi" maksimal. "Saya berharap, panitia tender memahami hal ini," katanya. (roda kemudi)

Risiko dalam Proyek Kemitraan Pemerintah dan Swasta

Banyaknya risiko yang muncul dalam kerja sama yang dibangun antara pemerintah dengan swasta, adalah konsekwensi logis yang harus di hadapi. Risiko tersebut cukup menentukan keberhasilan dari suatu kerja sama yang akan dibangun. Tetapi, bukan berarti risiko tersebut tidak dapat diminimalisasi. Iskandar Abubakar, mantan Dirjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan yang kini menjabat sebagai Staf Ahli Menhub dalam blognya: ekonomi transportasi, menyebutkan bahwa risiko adalah bagian dari sebuah proses kerja sama investasi.
----

Melihat kepada definisi kemitraan pemerintah swasta sebagai suatu perjanjian kontrak antara pemerintah, baik pusat ataupun daerah dengan mitra swasta. Melalui perjanjian ini, keahlian dan aset dari kedua belah pihak (pemerintah dan swasta) dikerjasamakan dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Dalam melakukan kerjasama ini risiko dan manfaat potensial dalam menyediakan pelayanan ataupun fasilitas dipilah/dibagi kepada pemerintah dan swasta.

Dengan memperhatikan definisi di atas, jelas bahwa proyek infrastruktur risiko merupakan salah satu hal di dalam melakukan keputusan investasi dalam kemitraan antara pemerintah dengan swasta. Semakin besar risiko yang dihadapi maka semakin kecil peluang untuk terjadinya kemitraan, dan semakin besar profit margin yang akan diambil oleh pihak mitra swastanya.

Risiko dalam kamus besar bahasa Indonesia didefinisikan sebagai : "Risiko adalah kemungkinan terjadinya peristiwa yang dapat merugikan perusahaan". Sedangkan Vaughan menyatakan definisi risiko sebagai:

Risk is the chance of loss (Risiko adalah kans kerugian), Chance of loss berhubungan dengan suatu exposure (keterbukaan) terhadap kemungkinan kerugian. Dalam ilmu statistik, chance dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan munculnya situasi tertentu. Sebagian penulis menolak definisi ini karena terdapat perbedaan antara tingkat risiko dengan tingkat kerugian. Dalam hal chance of loss 100 persen, berarti kerugian adalah pasti sehingga risiko tidak ada.

Risk is the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan kerugian). Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada diantara nol dan satu. Namun, definisi ini kurang cocok dipakai dalam analisis secara kuantitatif.

Risk is uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian). Uncertainty dapat bersifat subjektif dan objektif. Subjective uncertainty merupakan penilaian individu terhadap situasi risiko yang didasarkan pada pengetahuan dan sikap individu yang bersangkutan. Objective uncertainty akan dijelaskan pada dua definisi risiko berikut.

Mitigasi Risiko

Untuk meningkatkan minat pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur perlu diambil langkah untuk mengendalikan dan menekan risiko yang mungkin timbul, baik selama proses pembangunan maupun pada saat operasi infrastruktur yang dikerjasamakan. Untuk itu langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi semua risiko yang mungkin terjadi, serta mengukur seberapa besar pengaruh risiko tersebut terhadap proyek pembangunan infrastruktur.

Risiko tersebut selanjutnya dialokasikan antara pemerintah dengan pihak swastanya. Semakin besar risiko yang dibebankan kepada pemerintah, akan semakin besar peluang pihak swastanya untuk ikut berpartisipasi dalam proyek infrastruktur tersebut. Sebaliknya, semakin kecil risiko yang akan ditanggung pemerintah maka semakin kecil pula risiko akad perjajian kerjasama terwujud.

Langkah selanjutnya yang penting adalah bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko yang akan dihadapi. Setelah semua risiko yang bakal dihadapi diredam, maka langkah selanjutnya menghitung besarnya biaya yang akan dibebankan kepada proyek ini untuk mengatasi risiko yang mungkin timbul.

Risiko yang Dihadapi

Berbagai risiko yang dihadapi dalam proyek KPS, mulai dari pasar, yang dihadapi, besarnya permintaan yang sering-sering melenceng dari rencana yang pernah dibuat, pengoperasian infrastruktur, biaya konstruksi yang membengkak, peraturan perundangan yang berlaku, seperti ditunjukkan dalam gambar berikut:



Secara lebih rinci risiko yang dihadapi dalam pembangunan infrastruktur baik dari sisi pemerintah maupun swasta meliputi:

1. Pemerintah
Risiko yang terkait dengan pemerintahan antara lain meliputi perubahan pemerintah karena berbagai alasan, seperti yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998. Yaitu di mana terjadi perubahan pemerintah yang banyak membuat perubahan terhadap perjanjian kerjasama KPS yang dilakukan selama periode Orde Baru yang dilakukan secara tidak kompetitif dan tranparan; perubahan rencana jangka panjang ataupun masterplan yang merugikan KPS. Misalnya rencana pembangunan jembatan Sumatera Jawa yang mengubah prospek dari pembangunan pelabuhan penyeberangan lintasan Ketapang – Margagiri sebagai alternatif pelabuhan penyeberangan pada lintasan Merak Bakauheni

2. Peraturan perundangan
Perubahan peraturan perundangan yang berkaitan dengan penerapan KPS baik yang sifatnya menguntungkan maupun yang merugikan perjanjian kerjasama dapat saja terjadi. Dasar yang selama ini digunakan adalah Perpres No 67/2005 tetang Kerja Sama Pemerintah dan Swasta yang masih banyak memiliki kelemahan.

3. Pasar
Pasar dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pada pasar yang monopolistik, risiko yang muncul akan lebih kecil, tetapi akan menjadi masalah bagi investor bila dibuka persaingan bebas. Apalagi pada pasar yang telah mengalami kejenuhan.

4. Permintaan
Besarnya permintaan biasanya diperoleh dari perkiraan besarnya permintaan melalui suatu proses modeling. Semakin kompleks model yang digunakan, dalam hal ini semakin banyak variabel yang digunakan, maka semakin baik hasil perkiraan demand sepanjang data yang digunakan akurat. Faktor yang juga berpengaruh adalah kestabilan ekonomi Negara, bahkan ekonomi dunia seperti yang dialami tahun 2008 – 2009 sangat mempengaruhi besarnya pasar.

5. Kontrak
Kecermatan membuat perjajian kerja sama, di antaranya yang penting diperhatikan adalah fairness dari perjanjian kerjasama tersebut. Oleh karena itu perlu ada proses penetapan mitra melalui tender yang transparan dan kompetitif untuk mengurangi ketidaadilan dalam KPS. Kesalahan dalam pembagian benefit yang diperoleh dari KPS mengakibatkan kerugian di satu pihak, dan keuntungan yang tidak wajar dipihak lainnya.

6. Konstruksi
Risiko yang dihadapi dalam konstruksi berkaitan dengan waktu yang lebih lama dari rencana. Antara lain biaya yang melambung dari rencana atau perubahan desain selama konstruksi akibat desain yang kurang cermat. Kekurangan data dukung dalam desain dapat mengakibatkan pelencengan/membengkaknya biaya proyek dan atau memolorkan waktu konstruksi, yang pada gilirannya akan menghambat rencana pembukaan fasilitas infrastruktur. Salah satu faktor yang mengganggu dalam KPS infrastruktur adalah pembebasan tanah.

7. Operasi
Terjadinya missed-management dapat memengaruhi operasi, atau biaya operasi yang melebihi rencana ataupun berbagai permasalahan operasi yang timbul selama menoperasikan proyek infrastruktur.

Dari risiko yang disebutkan di atas, ada yang berada diluar kendali proyek pembangunan infrastruktur yang disebut sebagai external risk proyek KPS. Antara lain seperti peraturan perundangan, kebijakan pemerintah, serta perubahan minat masyarakat. Tetapi ada juga yang bisa dikendalikan oleh KPS yang disebut sebagi internal risk seperti biaya konstruksi, desain yang komprehensip oleh perencana terkemuka, formula tarif dan berbagai risiko lainnya. (roda kemudi)

Wednesday, May 13, 2009

”Presiden Saja Wajib Ngalah Sama Kereta Api..”

Sosialisasi terhadap Undang-undang Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian terus digencarkan pemerintah. Tak hanya kepada masyarakat sebagai objek, tetapi juga bagi para penyidik baik dari unsur kepolisian maupun unsur Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di bidang perkeretaapian, sebagai aparat penegak hukum.

”Menyamakan persepsi antara penyidik Polri dan PPNS Perkeretaapian perlu dilakukan agar tidak terjadi kesalahan dalam merealisasikan amanat UU perkeretaapian yang baru, khususnya penerapan hukum pada kasus kecelakaan di perlintasan kereta api,” ungkap Abadi Sastrodiyoto, Kepala Sub Direktorat Advokasi dan PPNS Direktorat Keselamatan dan Teknik Sarana Direktorat Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan di Surabaya, Selasa (12/5).

Hal itu dipaparkan Abadi dalam acara ”Penyuluhan Pedoman Penyidikan Tindak Pidana Perkeretaapian & Diskusi Mengenai Penerapan Hukum Terhadap Kecelakaan di Perlintasan Kereta Api”, yang digelar Ditjen Perkeretaapian dan dihadiri puluhan perwira Polri se-Polda Jawa Timur serta belasan penyidik kejaksaan setempat.

Abadi berharap, melalui even tersebut, ke depan para penyidik kepolisian tidak hanya mengacu pada KUHP dalam menangani kasus kecelakaan di perlintasan KA. Tetapi juga menjadikan dasar-dasar hukum dan logika teknis terkait perkeretaapian sebagai referensi dalam mencari bukti-bukti dalam penanganan hukum.

”UU Perekeretaapian sangat lengkap dan jelas untuk dijadikan dasar penyidikan. Selain itu, ada juga UU 14/1992 tentang LLAJ yang saat ini dalam proses revisi, PP Nomor 43/1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, serta KM 53/2000 tentang perpotongan dan/atau persinggungan antara jalur KA dengan bangunan lain,” paparnya.

Hal senada diungkapkan Kepala Bidang Koordinator Pengawas PPNS Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Besar Polisi Bung Djono, yang juga menjadi pembiacara dan narasumber pada acara tersebut.

Dikatakan Bung Djono, sebagai penyidik, aparat Polri harus cerdas dan benar-benar menjunjung tinggi azas praduga tak bersalah dan berpedoman pada rambu-rambu dan undang-undang dalam menjalankan tugasnya.

Dalam hal melakukan penyidikan terhadap kasus kecelakaan diperlitasan KA, Bung Djono mengimbau, penyidik Polri tidak melulu mencari bukti-bukti untuk memenuhi unsur dalam Pasal 359 maupun Pasal 360 KUHP.

”Penyidik Polri harus netral dan berpedoman ada azas praduga tak bersalah, dan tidak mencari target tersangka dalam melakukan penyidikan. Karena itu, penyidik jangan cuma berpedoman pada KUHP. Ada pedoman-pedoman hukum lain yang juga harus diperhatikan dan dijadikan dasar, seperti UU 23/2007 tentang Perkeretaapian ini,” tegas Bung Djono.

Dia juga meminta, untuk menjalankan fungsinya sebagai koordinator (Korwas) PPNS, penyidik Polri harus meningkatkan koordinasi dengan para PPNS. Hal tersebut, menurutnya, sesuai yang diamanatkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kepada Polri.

-----

Menurut Abadi, dalam kasus kecelakaan KA yang melibatkan pengguna jalan raya, masinis dan petugas penjaga perlintasan (PJL) KA acap kali dijadikan tersangka oleh pihak kepolisian. ”Pasal langganan” yang sering digunakan untuk menjerat para masinis dan PJL tersebut adalah pasal 359 dan pasal 360 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dengan tudingan melakukah kesalahan yang mengakibatkan orang lain luka berat atau meninggal dunia.

Padahal, jika mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, lanjutnya, masinis dan PJL secara otomatis terbebas dari tuntutan hukum pada kasus kecelakaan KA di perlintasan yang melibatkan pengguna jalan. Karena, dapat dipastikan bahwa kecelakaan itu diawali oleh pelanggaran yang dilakukan pengguna jalan.

Dipaparkan Abadi, sesuai pasal 64 dan 65 pada PP 43/1993 tersebut ditegaskan, setiap pengemudi atau pemakai jalan harus/wajib mendahulukan kereta api. Dari delapan jenis kendaraan, kereta api sendiri menempati urutan pertama dalam urutan/hirarki prioritas kendaraan yang harus didahulukan oleh pengguna jalan.

Jenis kendaraan kedua yang wajib didahulukan pengguna jalan setelah KA adalah kendaraan pemadam kebakaran yang tengah bertugas. Ambulans yang tengah mengangkut orang sakit berada pada urutan ketiga, disusul kendaraan penolong kecelakaan lalu lintas pada posisi keempat. Kemudian pada urutan kelima adalah kendaraan kepala negara atau tamu negara; keenam, iring-iringan jenazah; ketujuh, konvoi, pawai, atau kendaraan orang cacat; dan terakhir adalah kendaraan pengangkut barang khusus.

”Jangankan masyarakat umum, presiden saja wajib ngalah sama kereta api. Jadi jelas, kalau ada kendaraan yang kecelakaan di perlintasan KA, itu karena kesalahannya. Mereka pasti melanggar rambu-rambu peringatan yang ada,” ujar Abadi.

Dia menambahkan, rambu-rambu peringatan yang dipasang di perlintasan KA untuk mengingatkan pengendara jalan raya sendiri tidak sedikit jumlahnya. Ada rambu Tanda Awas Kereta Api, Marka Penggaduh, Tanda Awas Persilangan Jalur Ganda, Speaker Bunyi tanda KA akan melintas, Tanda Stop, Lampu Merah, hingga pintu palang perlintasan.

”Tanda Stop, misalnya, itu berarti ada atau tidak ada kereta yang lewat, pengendara jalan wajib berhenti sejenak. Itu untuk memastikan aman atau tidak dia untuk melintas. Kalau sudah aman, baru dia boleh jalan. Jadi, setiap lewat di perlintasan KA, tidak boleh ada yang langsung lewat,” sambungnya.

Tujuan dipasangnya rambu-rambu dan marka tersebut, jelas Abadi, menegaskan bahwa setiap pengemudi atau pengguna jalan wajib meningkatkan kehati-hatiannya ketika akan melintas di perlintasan KA. Abadi mengimbau, para pengendara jalan tidak mengandalkan pintu palang ketika melintasi perlintasa KA, namun lebih memerhatikan rambu-rambu dan tanda peringatan lainnya.

”Sesungguhnya, tujuan dipasangnya palang di perlintasan KA itu bukan untuk manusia. Tetapi palang itu dipasang untuk menghalangi binatang ternak. Sedangkan yang untuk manusia adalah rambu-rambu peringatan itu. Jadi, jangan heran kalau ada perlintasan yang tidak dilengkapi palang,” jelasnya.

Di sisi lain, secara teknis KA tidak dapat berhenti seketika saat dilakukan pengereman mendadak layaknya kendaraan lain seperti mobil atau sepeda motor. Bobotnya yang begitu besar, terlebih ketika membawa muatan dalam jumlah besar, sangat tidak mendukung KA melakukan pengereman mendadak.

Berdasarkan uji coba, KA dengan bobot antara 280-350 ton yang melaju pada kecepatan 45 km/jam, membutuhkan jarak berhenti setelah pengereman sepanjang 132 meter. Jarak berhenti tersebut akan meningkat jika kecepatan laju KA lebih tinggi. Misalnya, dengan bobot yang sama, KA yang melaju 120 km/jam membutuhkan jarak berhenti sampai 860 meter.

”Jadi, kereta tidak bisa berhenti sembarangan atau mendadak. Dalam UU 23/207 ditegaskan, masinis wajib mematuhi perintah PPKA (perugas pengatur perjalanan kereta api), sinyal atau tanda. Jadi, yang bisa memberikan perintah menjalankan atau memberhentikan hanya PPKA, sinyal atau tanda,” pungkasnya, seraya meminta Polantas untuk langsung menilang jika ada pengguna jalan yang melanggar rambu-rambu di perlintasan. (roda kemudi)

Monday, May 11, 2009

Jajaran Direksi Pelindo I-IV Dirombak

Kementrian Negara BUMN merombak total jajaran direksi PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I, PT Pelindo II, PT Pelindo III dan PT Pelindo IV. Pelantikan yang dilakukan Menneg BUMN Sofyan Djalil itu dilakukan di Gedung BUMN, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (11/5).

Pelantikan tersebut dilakukan seiring berakhirnya asa jabatan direksi keempat perusahaan operator pelabuhan tersebut. Pengangkatan dan pemberhentian direksi PT Pelindo I, II, III dan IV mulai berlaku sejak formasi baru tersebut diumumkan.

Penetapan struktur baru jajaran Direksi PT Pelindo I didasari pada SK Menneg BUMN selaku RUPS, Nomor KEP-107/MBU/2009 tanggal 8 Mei 2009. Harry Sutanto, didaulat untuk tetap memegang posisi sebagai direktur utama seperti sebelumnya. Namun, posisi Direktur Operasi dan Teknik yang dia rangkap sebelumnya diserahkan kepada Iman A Sulaiman.

Sementara jabatan Direktur Personalia dan Umum yang sebelumnya ditempati oleh P Pudji Hartoyo, kini dipegang Pasoroan Herman Harianja. Sedangkan posisi Direktur Komersial dan Pengembangan umum yang sebelumnya juga dirangkap P Pudji Hartoyo, diserahkan kepada Bambang Eka Cahyana.

Kemudian untuk formasi di PT Pelindo II, melalui SK Menneg BUMN sebagai RUPS Nomor KEP-108/MBU/2009 tanggal 8 Mei 2009, dilantik R.J Lino sebagai Direktur Utama, Dian M. Noer sebagai Direktur Keuangan, dan Saptono R Irianto sebagai Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha. Selanjutnya Ferialdy N dilantik sebagai Direktur Operasi dan Teknik, dan Mulyono diangkat menjadi Direktur Personalia dan Umum.

Untuk PT Pelindo III, jabatan Direktur Utama PT Pelindo III diserahkan kepada Djarwo Surjanto, sebagaimana tertuang dalam SK Menneg BUMN sebagai RUPS Nomor KEP-109/MBU/2009 tanggal 8 Mei 2009. Selanjutnya Wahyu Suparyono dilantik menjadi Direktur Keuangan, Husein Latief Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha, Farid Assagaf sebagai Direktur Operasi dan Teknik, dan A. Edy Hidayat Nurjaman menjadi Direktur Personalia dan Umum.

Terakhir, berdasarkan SK Menneg BUMN sebagai RUPS Nomor KEP-110/MBU/2009 tanggal 8 Mei 2009, Menneg melantik Alfred Natsir sebagai Dirut PT Pelindo IV. Pendampingnya, Sumardiyo sebagai Direktur Keuangan, Max K Lamempouw pada jabatan Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha, Imran Iskandar dilantik di posisi Direktur Operasi dan Teknik, serta Wasis Subiyanto sebagai Direktur Personalia dan Umum.

Pelindo Harus Fokuskan Pelayanan

Seiring dengan pelantikan tersebut, pemerintah memutuskan mengubah kriteria penilaian PT Pelindo I, II, III, dan IV, dari dari keuntungan menjadi produktivitas.

”Ada yang salah dengan cara penilaian di kantor ini. Selama ini 50 persen penilaian kinerja terkait keuntungan. Konsekuensinya, orientasinya keuntungan. Sedangkan pelayanannya kurang diperhatikan. Sekarang penilaian untuk keuntungan jadi 15 persen saja,” ujar Menneg BUMN Sofyan Djalil pada pelantikan tersebut.

Selama ini, papar Sofyan, kriteria penilaian Pelindo berasal dari bobot keuntungan semata. Keuntungan sebesar 50 persen menyebabkan perusahaan pelabuhan fokus untuk meraih keuntungan dan mengabaikan pelayanan. Akibat tuntutan keuntungan yang tinggi, investasi untuk peningkatan kualitas pelayanan jasa pun tidak dilakukan agar keuntungannya tidak terganggu.

Dipaparkan, meski profit yang diperoleh cukup besar, Pelindo menunda investasi yang berpotensi memaksimalisasi pelayanan karena mengejar profit. Pada 2008 lalu, PT Pelindo tercatat berhasil membukukan laba sebesar Rp 1,5 triliun.

Menurut Sofyan, perubahan kriteria penilaian dari keuntungan menjadi produktivitas memberikan kesempatan bagi Pelindo untuk melakukan investasi. "Yang paling penting mengutamakan layanan, alur transportasi lancar dan biaya angkut berkurang," tegasnya. Sofyan optimistis apabila produktivitas dan kinerja PT Pelindo membaik akan menguntungkan semua pengguna.

Menurut dia, idealnya Pelindo tidak menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama tapi pembangunan infrastruktur yang akan memberikan nilai tambah (added value) yang besar bagi negara. ”Ketika semuanya lancar, maka negara yang diuntungkan,” paparnya. (roda kemudi)

Wednesday, May 6, 2009

Dephub: Reevaluasi Tender MRT Tidak Salahi Aturan

Direktur Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan Tundjung Inderawan menegaskan, reevaluasi proses pelelangan pembuatan desain dasar pada sistem angkut cepat massal atau Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta tahap I dengan rute Lebak Bulus-Dukuh Atas, tidak menyalahi aturan.

”Reevaluasi sesuai dengan prosedur, dan tidak bertentangan dengan aturan yang ada dalam Keppres 80/2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa,” jelas Tundjung dalam konferensi pers yang digelar di kantornya, di Jakarta, Rabu (6/5).

Tundjung juga menegaskan bahwa reevaluasi yang dilakukan agar para peserta tender senilai Rp8,5 triliun itu, yakni Nippon Koei Co. Ltd. dan Katahira & Engineer International, memperbaiki daftar isian proposal tender proyek desain dasar MRT sesuai aturan yang ada.

Dijelaskannya, reevaluasi tersebut sebagai tanggapan atas komentar Japan International Cooperation Agency (JICA) yang menilai adanya inkonsistensi tentang dokumen peserta dari aturan yang telah disetujui. Namun, dia meminta agar hal itu tidak dinilai sebagai campur tangan JICA meskipun bantuan pendanaan proyek ini berasal dari agen kerja sama luar negeri Jepang tersebut.

”Kita tidak distir oleh JICA. Panitia lelang bekerja dengan sangat independen. Kita hanya mengikuti prosedur untuk dapatkan persetujuan dari mereka,” tegas Tundjung.

Dia menambahkan, persetujuan dari JICA dibutuhkan mengingat proyek ini adalah jenis proyek yang melibatkan peran pemerintahan dua negara, yang pelaksanaannya wajib mengacu pada aturan yang telah disepakati. Di mana JICA sebagai pemberi bantuan mengeluarkan panduan (guideline), sementara Indonesia mengacu pada ketentuan yang ada dalam Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa.

”Jadi, ada prosedur-prosedur yang harus kita ikuti dalam loan agreement dengan segala konsekwensinya. Salah satunya adalah harus mengikuti guideline JICA. Bukan hanya aturan, tapi juga prosedurnya. Mulai dari dokumen, kriteria evaluasi dan hasilnya, serta rekomendasi, juga harus kita laporkan dan mendapatkan approval dari mereka. Kita sendiri juga menghitungnya berdasarkan Keppres, dan ini kita usulkan ke mereka. Itu semua prosedur yang harus kita lalui,” papar Tundjung.

Ketika JICA melihat bahwa hal tersebut telah sesuai dengan prosedur, baik dokumen maupun kriteria evaluasi, lanjut Tundjung, biasanya JICA langsung mengeluarkan surat yang menyatakan bahwa tidak keberatan (objection). Namun pada proyek ini, JICA memberikan komentar, menanyakan beberapa hal kepada panitia lelang. Saah satunya, jelas dia, adalah adalah mengenai konsistensi panitia terhadap dokumen yang telah disetujui JICA.

”Tentunya, ketika JICA menulis surat ke kita, maka kita harus menanggapi itu. Kita, dalam arti di dalamnya adalah panitia, akan mengevaluasi komentar dari JICA. Ini juga bagian dari prosedur tender yang disepakati itu sendiri,” imbuh Tundjung.

Atas dasar itulah hingga saat ini panitia lelang belum menentukan siapa pemenang tender tersebut, karena proses reevaluasi yang baru untuk kali pertama dilakukan tersebut belum tuntas. Dia juga membantah tentang adanya informasi yang menyebutkan bahwa Menhub Jusman Syafii Djamal mengeluarkan surat untuk memenangkan Katahira & Engineer International.

Dijelaskannya, surat yang dikeluarkan Menhub tersebut merupakan bagian dari proses usulan, bukan surat penentuan tentang pemenang tender. Panitia lelang yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada satuan kerja (Satker) harus melaporkan perkembangan proses pelelangan kepada Satker, lalu Dirjen Perkeretaapian, Menhub, kemudian kembali lagi ke Dirjen, Satker dan diteruskan kepada panitia.

”Sampai saat ini belum pernah ada surat menteri yang memenangkan salah satu peserta tender. Jadi, sampai saat ini belum ada nama pemenang yang bisa kita umumkan,” tegasnya.

Keputusan untuk memberikan skor nilai peserta atau melakukan reevaluasi, menurut Tundjung, merupakan wewenang penuh panitia lelang. Tidak ada pihak di luar yang dapat memengaruhi panitia untuk melakukan reevaluasi atau tidak, termasuk Dirjen atau Menhub sekalipun. Reevaluasi, tegasnya, juga bukan dilakukan karena adanya kesalahan yang terjadi dalam proses lelang.

Reevaluasi, menurut Tundjung, merupakan bagian dari kerja panitia atas komentar terhadap hasil evaluasi dan penilaian terhadap dokumen peserta lelang. Reevaluasi bisa dilakukan karena ada prosedur penilaian (judgement) yang terlewat, atau ada penilaian yang mungkin belum sempurna.

Selain itu Tundjung juga mengomentari tentang kabar yang menyebutkan bahwa reevaluasi telah dilakukan beberapa kali. Termasuk informasi tentang adanya pengubahan skor nilai peserta tender yang pada akhirnya mendongkrak posisi Nippon Koei Co. Ltd. dari peringkat ketiga menjadi pertama, dan Katahira & Engineer International di posisi kedua.

”Kalau ada data-data lain dari luar, itu belum tentu valid. Selain banyak, juga tidak jelas. Kalau data yang valid itu dari kami. Sekali lagi, yang jelas, secara formal reevaluasi baru sekali dilakukan. Soal Nippon berubah angka, itu kewenangan panitia, saya tidak bisa mempengaruhi keputusan itu. Tapi, panitia telah melaksanakan sesuai atas prosedur yang ditetapkan JICA. Prinsipnya, kita ingin proyek ini bisa terealisasi secepatnya,” tandasnya. (roda kemudi)

Tuesday, May 5, 2009

Rencana Pembentukan BLU Kereta Api Ditolak

Rencana Departemen Perhubungan mengambil alih pengelolaan prasarana perkeretaapian dari PT Kereta Api dengan membentuk badan layanan umum (BLU) penolakan.

Ketua Umum Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) Machdar Surbakti mengatakan, rencana tersebut itu bukan merupakan solusi menyehatkan industri perkeretaapian nasional sekaligus menekan angka kecelakaan di kereta api.

Machdar menilai, pemisahan prasarana dan sarana akan menjadi preseden buruk karena masing-masing pihak akan saling menyalahkan dan menuntut jika terjadi kecelakaan. Karena itulah dia menyarankan agar Dephub tetap berfungsi sebagai regulator, dan PT KA sebagai operator yang bertanggung jawab terhadap urusan prasarana maupun sarana.

”Karena pihak yang paling mengetahui masalah dan kondisi tentang perkeretaapian adalah PT KA sendiri, bukan Dirjen Perkeretaapian,” ujarnya di Jakarta, Selasa (5/5).

”PT KA yang tahu kondisi rel, roda dan pangsa pasar yang ada. Saya yakin PT KA mampu untuk memajukan perkeretaapian nasional, dan kami siapa kerja keras untuk itu,” imbuhnya.

Dia menegaskan, SPKA tidak antipati terhadap adanya peluang bagi investor swasta dalam bisnis perkeretaapian untuk menghilangkan monopoli di bisnis ini, sebagaimana yang diamanatkan UU Undang-Undang (UU) No.23/3007 tentang Perkeretaapian.

Sebaliknya, dia menilai, justeru peran keterlibatan swasta tersebut akan terhambat oleh pembentukan BLU, karena BLU tidak dikenal dalam UU Perkeretaapian yang baru.

”Dalam UU malah disebutkan, pengelolaan prasarana yang eksisting tetap ditangani oleh badan usaha yakni PT Kereta Api. Tidak ada disebutkan tentang pemisahan. Atas dasar itulah kami tidak setuju pengelolaan prasarana dipisahkan dari sarana. Sesuai pasal 214, pemerintah harus menyehatkan KA karena pemerintah sebagai regulator," tegas Machdar.

Di sisi lain, dia menambahkan, pemisahan prasarana dengan sarana juga akan berimbas buruk terhadap kesejahteraan para karyawan dan pekerja KA. Untuk mengantisipasi hal tersebut, dia mengancam pihaknya akan menurunkan ribuan karyawan PT KA untuk menolak rencana pemerintah mengambil alih prasarana KA.

Sebelumnya, hal senada diungkapkan Ketua Majelis Nasional Asosiasi Profesi Kereta Api (APKA) Syahedi Yunardiono. Menurut Syahedi, pengambilalihan pengelolaan prasarana perkeretaapian oleh Dephub tidak menjamin dunia perkeretaapian nasional semakin berkembang.

"Juga tidak menjamin investor baru masuk dalam bisnis perkeretaapian dan tak menjamin keselamatan dan pelayanan kepada penumpang semakin baik. Sekarang saja, dengan satu operator yakni PT Kereta Api, aspek keselamatan dan pelayanan amburadul, apalagi kalau banyak operator," ujar Syahedi.

Rencana tentang pengambilalihan pengelolaan prasarana dan sarana perkeretaapian dari PT KA diungkapkan Dirjen Perkeretaapian Dephub Tundjung Inderawan. Menurut Tunjung, Rencana itu tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian yang disusun Dephub.

RPP tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian yang mengatur pemisahan pengelolaan antara prasarana dan sarana KA serta pembentukan badan baru sebagai penyelenggara prasarana KA tersebut, diharapkan dapat memacu PT KA meningkatkan layanan dan mendorong investasi swasta.

”RPP itu sudah selesai kami bahas dan segera diajukan ke Sekretariat Negera pekan depan [pekan ini],” tutur dia.

RPP Perkeretaapian sendiri pada awalnya terdiri dari empat bagian yang meliputi RPP tentang Tatanan dan Penyelenggaraan, RPP tentang Sarana, RPP tentang Prasarana, dan RPP tentang Lalu Lintas.

Setelah dilakukan harmonisasi RPP Perkeretaapian tentang Tatanan dan Penyelenggaran, berbagai departemen setuju untuk menggabungkan tiga RPP menjadi satu sehingga nantinya hanya ada dua PP Perkeretaapian. RPP tentang Tatanan dan Penyelenggaraan, RPP tentang Sarana, serta RPP tentang Prasarana dijadikan satu, sementara RPP Lalu Lintas tetap berdiri sendiri.

"Jika prasarana dan sarana tetap dipisah, kami akan mendatangi Meneg BUMN dan DPR untuk menyatakan penolakan. Pemisahan itu jelas akan berakibat buruk pada PT KA dan kesejahteraan karyawan. Kawan-kawan saat ini sedang resah," pungkas Machdar. (roda kemudi)