Indonesia National Air Carriers Association (INACA) menyerahkan kebijakan penyelesaian vonis kartel Fuel Surcharge (FS) dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kepada masing-masing maskapai.
Ketua Umum INACA Emirsyah Satar memahami bahwa sebagian dari sembilan maskapai yang divonis bersalah atas perilaku kartel FS akan melakukan banding atas putusan tersebut. Bahkan, ia mendengar ada yang secara ekstrim mengancam akan menghentikan operasinya karena putusan tersebut.
"Tetapi sebagai Ketua INACA saya tidak berhak mengatur kebijakan masing-masing maskapai. Mereka sendiri yang akan berbicara membela kepentingannya. Termasuk pilihan melakukan banding," kata Emirsyah, Rabu (5/5).
Satu yang pasti, PT Garuda Indonesia (Persero) yang dipimpinnya akan menolak putusan tersebut dan melakukan banding. "INACA akan melakukan rapat mengenai putusan itu. Setelah itu baru ada sikap resmi," tambahnya.
Sekretaris Jenderal INACA Tengku Burhanudin mengaku heran dengan putusan bersalah yang dijatuhkan KPPU. Karena kesepakatan bersama sembilan maskapai atas pemberlakuan FS yang diteken 4 Mei 2006 sudah dibatalkan.
"Setelah kesepakatan itu ditandatangani, tiga hari kemudian KPPU memang menyurati INACA untuk membatalkan kesepakatan karena menurut mereka menyalahi Undang-Undang. KPPU meminta pemberlakuan FS dikembalikan ke masing-masing maskapai. Permintaan itu langsung kami rapatkan dan kesepakatannya kami batalkan," ujar Tengku.
Ia menjelaskan, saat keputusan FS Rp 20.000 per penumpang dibuat sebenarnya kenaikan harga minyak saat itu sudah mendesak besaran FS sampai Rp 80.000 per penumpang.
Karena patokan harga avtur Rp 2.700 per liter yang ditetapkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 9/2002 tentang Tarif Batas Atas Pesawat Ekonomi sudah tidak relevan dengan harga avtur aktual yang mencapai Rp 9.000 an per liter.
"Pelaksanaan pembayaran denda pasti memberatkan maskapai, karena industri ini sebenarnya sedang berkembang. Saya juga tidak tahu dasar temuan kartelnya dan dasar estimasi kerugian Rp 5 triliun sampai Rp 13 triliun. Karena pada prakteknya semua maskapai bersaing dalam tarif," tegasnya. Tengku memastikan seluruh maskapai yang dijatuhkan vonis oleh KPPU akan mengajukan banding atas putusan tersebut.
Sebelumnya, KPPU menjatuhkan vonis bersalah atas perilaku kartel FS yang dilakukan sembilan maskapai nasional. Akibat pemberlakuan FS Rp 20.000 per penumpang sejak dibuatnya kesepakatan pada 4 Mei 2006 sampai 2009.
Anggota Majelis KPPU Nawir Messi menyebut terjadi kelebihan pendapatan (eksesif) dari FS yang dinikmati oleh sembilan maskapai. Karena, harga patokan FS diatas lebih tinggi dibanding harga aktual avtur Rp 5.921.
"Kerugian atau kehilangan kesejahteraan yang dialami konsumen sejak 2006 sampai 2009 antara Rp 5,08 triliun sampai Rp 13,8 triliun," kata Nawir.
Atas dasar itulah, majelis menilai sembilan maskapai yang membuat perjanjian FS terbukti melanggar Pasal 5 UU Nomor 5/1999 tentang Persaingan Usaha. Karena itu kepada sembilan maskapai tersebut dikenakan sanksi berupa pembayaran denda dan ganti rugi yang besarnya bervariasi. Tergantung jumlah keuntungan dari FS yang dinikmati oleh masing-masing maskapai. (roda kemudi)
MENGGALI PENDAPATAN TAMBAHAN UNTUK PEMBANGUNAN MRT
11 years ago
No comments:
Post a Comment