Pages

Wednesday, May 19, 2010

Pemerintah Siapkan Trans Jabodetabek

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan tengah menyiapkan pembentukan badan layanan usaha (BLU) angkutan umum perkotaan untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Badan usaha ini menjadi salah satu solusi dalam mengatasi tingkat kepadatan lalu lintas di jalan raya Ibu Kota yang terus tumbuh pesat.

Direktur Bina Sistem Transportasi Perkotaan Ditjen Angkutan Darat Kemenhub Elly Sinaga menjelaskan, proses pembentukan grand design badan usaha yang rencananya akan dinamai Trans Jabodetabek tersebut sudah disiapkan pihaknya. Dijelaskan, langkah ini merupakan respons atas lambannya sikap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menyediakan angkutan umum yang memadai untuk mereduksi kemacetan di Ibu Kota yang disebabkan oleh kendaraan pribadi.

Elly menambahkan, pembentukan BLU Trans Jabodetabek tersebut erat kaitannya dengan rencana penerapan sistem penggunaan jalan berbayar (road pricing) di Ibu Kota. Karena menurutnya, sistem pemungutan retribusi jalan melalui sistem elektronik itu menjadi sebuah kebutuhan yang harus segera diterapkan untuk mengurangi populasi kendaraan pribadi di kota-kota besar seperti Jakarta.

”Seharusnya, ERP (electronic road pricing) sudah bisa jalan sekarang. Tetapi, kalau angkutan umumnya belum siap, ya, tidak bisa itu kita terapkan. Masyarakat yang tidak mau bayar untuk pakai jalan di Jakarta harus dikasih alternatif, dong,” tegasnya di Jakarta, Selasa (18/5).

Pemprov DKI yang dinilai Elly terlalu lamban dalam menyiapkan sarana angkutan umum yang memadai sehingga membuat ERP belum dapat direalisasikan. Sebagaimana diketahui, hingga saat ini Pemprov DKI masih melakukan pengerjaan jalur TransJakarta untuk Koridor IX (Pinang Ranti-Pluit), dari sebanyak 15 koridor yang direncanakan. Koridor IX sendiri diharapkan bisa rampung pada akhir 2010.

Menurut Elly, busway merupakan salah satu komponen utama yang harus disiapkan untuk menunjang penerapan ERP di DKI Jakarta. Busway dengan segala kekurangannya masih dapat diandalkan dan menjadi angkutan umum perkotaan paling ideal pada masa saat ini.

”Tetapi pengembangan TransJakarta terlalu lamban. Sudah lima tahun ini, Koridor IX nggak jadi-jadi. Padahal, seharusnya sekarang Koridor XV sudah jadi. Biar bagaimana pun, ERP harus jalan. Lalu lintas Jakarta sudah terlalu sesak dan parah. Kalau harus menunggu sampai 15 koridor selesai, kelamaan. Karena itulah, kita akan bentuk Trans Jabodetabek. Jangan mengejar standar ideal dulu, minimal memadai dan layak supaya ERP bisa jalan,” imbuhnya.

Ketika ERP bisa diterapkan, paparnya, maka dengan sendirinya Jakarta bisa melakukan pengembangan dengan melakukan pengadaan bus baru menggunakan dana retribusi yang ditariknya melalui sistem tersebut. ”Hitung-hitungannya gampang. Satu kendaraan ditarik Rp 10 ribu, kemudian, misalnya, dikalikan 100 ribu kendaraan yang lewat per hari. Maka, DKI punya minimal Rp 1 miliar sehari. Dalam setahun mereka bisa punya sampai 360 miliar. Uang ini bisa dipakai untuk membeli bus yang banyak sekali,” katanya.

Kementerian Perhubungan belum lama ini menyerahkan sebanyak 15 bus kepada Perum PPD untuk dioperasikan menjadi angkutan pengumpan (feeder) busway dengan rute khusus Ciputat-Lebak Bulus.  PPD sedianya akan dijadikan sebagai proyek percontohan pengoperasian feeder di daerah penunjang Ibu Kota. Sebagai pelengkap, di jalur itu akan dibangun sebanyak 21 halte feeder busway. Termasuk membangun sarana Park and Ride (lahan parkir) yang lengkap seluas 5,3 hektare di Ciputat. Jam operasi bus pengumpan ini akan disamakan dengan jam operasi Trans Jakarta, yaitu pukul 05.00 hingga pukul 22.00.

Menurut Elly, langkah tersebut menjadi bagian dari rencana pembentukan BLU Trans Jabodetabek. ”Tangerang sudah kita lakukan. Tahun depan akan kita lakukan di Bekasi. Selanjutnya Depok serta Bogor, dan akan terus kita kembangkan sampai memenuhi kebutuhan di seluruh Jabodetabek. Tidak hanya jadi feeder, tetapi juga sekaligus bisa jadi angkutan utama di dalam kota,” jelasnya.

Dia menambahkan, kebijakan tersebut jangan diterjemahkan sebagai langkah intervensi Pemerintah Pusat terhadap daerah. Karena, sebagaimana diamanatkan UU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), adalah kewajiban pemerintah untuk menyediakan sarana angkutan umum ideal dan meningkatkan kualitas pelayanan angkutan umum bagi masyarakat.

”Bukan intervensi. Saya tidak setuju dengan istilah intervensi, apalagi mengambil alih peran Pemprov DKI. Itu salah. Ini adalah program Pemerintah yang diamanatkan UU 22/2009, dan akan kita terapkan juga di kota-kota besar lain di seluruh Indonesia,” pungkasnya. (roda kemudi)

No comments: