Pages

Wednesday, May 26, 2010

Kebijakan Baru Sektor Otomotif Picu Kekhawatiran Pelaku Industri

Agen penjual maupun produsen otomotif mulai khawatir dengan rencana pemerintah maupun pemerintah daerah untuk menerapkan aturan baru sektor otomotif. Mereka khawatir penjualan bisa anjlok hingga 30 persen kalau kebijakan ini dijalankan.

Rancangan aturan yang saat ini sedang ramai di bicarakan adalah rencana pemerintah pusat untuk membatasi konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi. Kedua, pemerintah daerah juga bisa menerapkan pajak progresif bagi pemilik kendaran bermotor (PKB) khususnya mobil. Selain itu tarif PKB sendiri kemungkinan juga ikut naik.

PT Astra International Tbk (ASII) sebagai salah satu emiten yang bakal terkena dampak kebijakan ini menyatakan belum bisa memprediksi dampak kebijakan terhadap penjualan mereka. Hanya saja, menurut Johnny Dharmawan Danusasmita, Direktur ASII, berdasarkan pengalaman sebelumnya, kebijakan baru ini akan menyebabkan penjualan mobil dan motor merosot.

Dia mencontohkan, kebijakan pemerintah untuk mengerek harga bahan bakar minyak bersubsidi hingga 100 persen pada tahun 2005 silam. Dampaknya terhadap penjualan ASII pada tahun itu merosot hingga 20 persen. Contoh lain yang belum lama ini diterapkan oleh Vietnam. Negara itu menaikkan tarif pajak pemilikan kendaraan bermotor, atau ownerships tax. Hasilnya penjualan otomotif di Vietnam merosot antara 25 persen-30 persen. "Di Indonesia kalau kebijakan baru itu dilaksanakan bisa terjadi hal yang sama," kata Johnny. (kontan)

Thursday, May 20, 2010

Perum Damri Targetkan Angkut Logistik 30 Ribu Ton 2010

Perum Damri kian serius menggarap pangsa pasar logistik di tanah air. Upaya peningkatan kapasitas dengan menambah jumlah armada khusus pengangkut barang terus dilakukan. Tahun ini, BUMN trasportasi darat tersebut menargetkan bisa mengangkut antara 25 ribu ton hingga 30 ribu ton barang.

Direktur Utama Perum Damri Twitjara Adjie menjelaskan, saat ini Damri memiliki sebanyak 80 unit armada barang, dari total 1700 armada yang dimiliki termasuk bus penumpang. ”Semester II ini kita akan membeli 15 unit truk untuk mengembangkan usaha angkutan barang. Kita sudah siapkan dana, dengan alokasi harga per unitnya sekitar Rp 550 juta. Tiap tahun kita programkan untuk terus melakukan penambahan armada untuk meningkatkan kapasitas antara 15-20 persen dari yang sudah ada,” katanya di Jakarta, Kamis (20/5).

Twitjara mengaku optimistis target tersebut dapat dicapai perusahaannya, seiring dengan terus meningkatnya pangsa pasar angkutan barang yang dapat dilayani Damri saat ini di sejumlah daerah. ”Angkutan barang selalu bisa meraih target yang kita buat. Selama Januari-Februari kemarin, kita sudah bisa mengangkut 4 ribu ton lebih. Dengan penambahan armada yang kita lakukan, saya yakin 25-30 ribu ton bisa kita dapatkan sampai akhir tahun nanti,” imbuhnya.

Hingga saat ini, lanjut dia, pergerakan distribusi angkutan barang di Pulau Jawa masih mendominasi jumlah barang yang diangkut Damri. Dengan penambahan 15 armada tahun ini, Twitjara mengatakan, perusahaannya akan memperluas jangkauan armadanya di wilayah Sumatera, Riau dan Nusa Tenggara Barat. ”Konsentrasi kita memperluas pasar di wilayah itu, terutama Sumatera. Kita ingin menggarap mulai dari Medan, hingga ke Lampung, Pekanbaru, terus Sumbawa. Selama ini, kita hanya sampai Pekanbaru,” pungkasnya.

Sejalan dengan itu, Twitjara menambahkan, baru-baru ini pihaknya menggelar program peningkatan kualitas SDM dengan menggelar lokakarya manajemen moderen bertemakan Program Pelatihan Leadership The Art of Selling 2010. Acara yang digelar di Jakarta itu diadakan bagi seluruh pimpinan UPT Damri di seluruh wilayah.

”Ini salah satu upaya penyegaran. Kita ingin meningkatkan kualitas leadership mereka dengan memberikan ilmu manajemen baru, arahnya lebih ke pemasaran. Kita mau, mereka bisa meningkatkan pendapatan dengan peningkatan pelayanan dan pengembangan pasar. Selama ini kan mereka hanya dijejali pekerjaan-pekerjaan rutin dengan format yang telah tersedia. Kita ingin  ke depan berubah,” tandasnya. (roda kemudi)

Wednesday, May 19, 2010

Pemerintah Siapkan Trans Jabodetabek

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan tengah menyiapkan pembentukan badan layanan usaha (BLU) angkutan umum perkotaan untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Badan usaha ini menjadi salah satu solusi dalam mengatasi tingkat kepadatan lalu lintas di jalan raya Ibu Kota yang terus tumbuh pesat.

Direktur Bina Sistem Transportasi Perkotaan Ditjen Angkutan Darat Kemenhub Elly Sinaga menjelaskan, proses pembentukan grand design badan usaha yang rencananya akan dinamai Trans Jabodetabek tersebut sudah disiapkan pihaknya. Dijelaskan, langkah ini merupakan respons atas lambannya sikap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menyediakan angkutan umum yang memadai untuk mereduksi kemacetan di Ibu Kota yang disebabkan oleh kendaraan pribadi.

Elly menambahkan, pembentukan BLU Trans Jabodetabek tersebut erat kaitannya dengan rencana penerapan sistem penggunaan jalan berbayar (road pricing) di Ibu Kota. Karena menurutnya, sistem pemungutan retribusi jalan melalui sistem elektronik itu menjadi sebuah kebutuhan yang harus segera diterapkan untuk mengurangi populasi kendaraan pribadi di kota-kota besar seperti Jakarta.

”Seharusnya, ERP (electronic road pricing) sudah bisa jalan sekarang. Tetapi, kalau angkutan umumnya belum siap, ya, tidak bisa itu kita terapkan. Masyarakat yang tidak mau bayar untuk pakai jalan di Jakarta harus dikasih alternatif, dong,” tegasnya di Jakarta, Selasa (18/5).

Pemprov DKI yang dinilai Elly terlalu lamban dalam menyiapkan sarana angkutan umum yang memadai sehingga membuat ERP belum dapat direalisasikan. Sebagaimana diketahui, hingga saat ini Pemprov DKI masih melakukan pengerjaan jalur TransJakarta untuk Koridor IX (Pinang Ranti-Pluit), dari sebanyak 15 koridor yang direncanakan. Koridor IX sendiri diharapkan bisa rampung pada akhir 2010.

Menurut Elly, busway merupakan salah satu komponen utama yang harus disiapkan untuk menunjang penerapan ERP di DKI Jakarta. Busway dengan segala kekurangannya masih dapat diandalkan dan menjadi angkutan umum perkotaan paling ideal pada masa saat ini.

”Tetapi pengembangan TransJakarta terlalu lamban. Sudah lima tahun ini, Koridor IX nggak jadi-jadi. Padahal, seharusnya sekarang Koridor XV sudah jadi. Biar bagaimana pun, ERP harus jalan. Lalu lintas Jakarta sudah terlalu sesak dan parah. Kalau harus menunggu sampai 15 koridor selesai, kelamaan. Karena itulah, kita akan bentuk Trans Jabodetabek. Jangan mengejar standar ideal dulu, minimal memadai dan layak supaya ERP bisa jalan,” imbuhnya.

Ketika ERP bisa diterapkan, paparnya, maka dengan sendirinya Jakarta bisa melakukan pengembangan dengan melakukan pengadaan bus baru menggunakan dana retribusi yang ditariknya melalui sistem tersebut. ”Hitung-hitungannya gampang. Satu kendaraan ditarik Rp 10 ribu, kemudian, misalnya, dikalikan 100 ribu kendaraan yang lewat per hari. Maka, DKI punya minimal Rp 1 miliar sehari. Dalam setahun mereka bisa punya sampai 360 miliar. Uang ini bisa dipakai untuk membeli bus yang banyak sekali,” katanya.

Kementerian Perhubungan belum lama ini menyerahkan sebanyak 15 bus kepada Perum PPD untuk dioperasikan menjadi angkutan pengumpan (feeder) busway dengan rute khusus Ciputat-Lebak Bulus.  PPD sedianya akan dijadikan sebagai proyek percontohan pengoperasian feeder di daerah penunjang Ibu Kota. Sebagai pelengkap, di jalur itu akan dibangun sebanyak 21 halte feeder busway. Termasuk membangun sarana Park and Ride (lahan parkir) yang lengkap seluas 5,3 hektare di Ciputat. Jam operasi bus pengumpan ini akan disamakan dengan jam operasi Trans Jakarta, yaitu pukul 05.00 hingga pukul 22.00.

Menurut Elly, langkah tersebut menjadi bagian dari rencana pembentukan BLU Trans Jabodetabek. ”Tangerang sudah kita lakukan. Tahun depan akan kita lakukan di Bekasi. Selanjutnya Depok serta Bogor, dan akan terus kita kembangkan sampai memenuhi kebutuhan di seluruh Jabodetabek. Tidak hanya jadi feeder, tetapi juga sekaligus bisa jadi angkutan utama di dalam kota,” jelasnya.

Dia menambahkan, kebijakan tersebut jangan diterjemahkan sebagai langkah intervensi Pemerintah Pusat terhadap daerah. Karena, sebagaimana diamanatkan UU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), adalah kewajiban pemerintah untuk menyediakan sarana angkutan umum ideal dan meningkatkan kualitas pelayanan angkutan umum bagi masyarakat.

”Bukan intervensi. Saya tidak setuju dengan istilah intervensi, apalagi mengambil alih peran Pemprov DKI. Itu salah. Ini adalah program Pemerintah yang diamanatkan UU 22/2009, dan akan kita terapkan juga di kota-kota besar lain di seluruh Indonesia,” pungkasnya. (roda kemudi)

Thome Group Buka Kantor Cabang di Jakarta

Thome Group, perusahaan manajemen perkapalan asal Singapura membuka kantor perwakilannya di Jakarta.Langkah ini merupakan respons perusahaan tersebut yang melihat pertumbuhan signifikan dan besarnya peluang pangsa di Indonesia

Olav Thorstensen, Chairman & Group CEO Thome menjelaskan keputusan perusahaannya untuk membuka kantor cabang di Indonesia tidak lain karena tingginya kebutuhan kapal di Indonesia. "Industri migas dan logistik tumbuh pesat di Indonesia. Potensi itulah yang coba kami ambil," kata Olav, Rabu (19/5).

Karena hanya berperan sebagai perusahaan manajemen perkapalan, Thome menurutnya tidak menanamkan modal besar untuk menandai beroperasinya kantor perwakilan di Indonesia.Perusahaan manajemen perkapalan menurutnya merupakan pihak ketiga yang mempertemukan antara perusahaan pemilik kapal dengan perusahaan yang membutuhkan jasa.

"Investasi kami tidak besar, karena kami hanya melayani jasa manajemen kapal. Kami tidak buka perusahaan atau terlibat dalam kontrak antara perusahaan yang kami urus dengan mitranya," tambahnya

Setelah membuka kantor cabang, rencana Thome Group selanjutnya adalah membentuk Timur Ship Management di Indonesia, bekerja sama dengan perusahaan lokal. Timur Ship Management merupakan perusahaan yang khusus memanajemen kapal-kapal milik WNI.

Claes Eek Thorstensen, Presiden Thome Offshore Management Pte Ltd mencontohkan salah satu proyek migas yang mendapat sokongan jasa manajemen kapal dari perusahaannya adalah proyek gas lepas pantai di laut dalam Makassar. Menurut Claes, Blok di Selat Makassar itu dimiliki oleh BP Indonesia, ExxonMobil dan StatOil.

"Kami gunakan pola one stop service. Mulai dari manajemen kapal hingga perekrutan pelaut akan kami lakukan. Untuk di Indonesia, kami akan gunakan 100 persen pelaut domestik. Kami akan lakukan training-training terhadap pelaut Indonesia yang akan kami rekrut. Kami juga berkomitmen untuk mendukung pelaksanaan azas cabotage di Indonesia," ujarnya. (roda kemudi)

Saturday, May 15, 2010

Kecelakaan di Jalan Raya Indonesia Setiap 9,1 Menit

Hingga saat ini kecelakaan jalan raya masih memegang predikat ”pembunuh” terbesar ketiga di dunia, setelah penyakit jantung dan TBC. Data Kepolisian RI tahun 2009 menyebutkan, sepanjang tahun itu terjadi sedikitnya 57.726 kasus kecelakaan di jalan raya. Artinya, dalam setiap 9,1 menit sekali terjadi satu kasus kecelakaan.

Hal tersebut diungkapkan Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono saat membuka Pekan Keselamatan Trasnportasi Jalan IV tahun 2010 di Pantai Losari, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (15/5). ”Dari jumlah tersebut, total korban meninggal dunia di lokasi mencapai 28 ribu orang. Itu berarti, tiga jiwa melayang setiap tiga jam, atau setiap 20 menit ada satu nyawa yang hilang di jalan raya. Saya yakin, jumlahnya bisa di atas itu, karena korban yang mengalami luka berat bisa jadi meninggal beberapa waktu kemudian saat dibawa ke rumah sakit atau setelah mendapatkan perawatan. Ini kondisi yang sangat memperihatinkan,” jelasnya.

Kecelakaan di jalan, menurut Wamenhub, tidak hanya mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Di sisi lain, juga menimbulkan kerugian ekonomi (economic lost) yang cukup besar akibat efek domino yang ditimbulkan. Pada 2008, paparnya, Polri mencatat sebanyak 94.924 kasus kecelakaan terjadi di Indonesia. Banyaknya korban tewas yang ditimbulkan mencapai 19 ribu orang lebih. Sedangkan korban luka berat mencapai angka 22 ribu, dan korban luka ringan sebanyak 53 ribu orang.

”Jika dihitung dari pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia tahun itu, kerugian ekonominya mencapai Rp 81 triliun lebih,” jelasnya. Jumlah tersebut meliputi perhitungan potensi kehilangan pendapatan para korban kecelakaan, perbaikan fasilitas infrastruktur yang rusak akibat kecelakaan, rusaknya sarana transportasi yang terlibat kecelakaan, serta unsur lainnya.

Badan kesehatan dunia WHO mencatat, hingga saat ini lebih dari 1,2 juta nyawa hilang di jalan raya dalam setahun, dan sebanyak 50 juta orang lainnya menderita luka berat. Dari seluruh kasus kecelakaan yang ada, 90 persen di antaranya terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Kerugian materiil yang ditimbulkan mencapai sekitar 3 persen dari PDB tiap-tiap negara.

Kondisi inilah yang memicu PBB untuk mengeluarkan resolusi dengan membentuk Global Road Safety Partnership (GRSP) di bawah pengawasan WHO pada 2006 silam, dengan tujuan utama menekan angka kecelakaan dan tingkat fatalitas yang ditimbulkan terhadap korban-korbannya. PBB meminta negara-negara anggotanya untuk membuat kebijakan-kebijakan strategis baik jangka pendek maupun jangka panjang untuk meminimalisasi jumlah maupun akibat yang ditimbulkan dari kecelakaan jalan raya.

Di Indonesia, Pemerintah menunjukkan komitmennya dengan membentuk jejaring organisasi yang sama pada 2007 dengan nama Global Road Safety Partnership Indonesia atau yang disingkat GRSPI. ”Tetapi kita, di Indonesia menggunakan falsafah kita sendiri, dengan memanjangkan GRSP menjadi Gotong Royong Selamatkan Pengguna Jalan,” ujar Ketua GRSPI Giri Suseno.

Program ini terfokus pada penyadaran akan pentingnya keselamatan di jalan raya kepada masyarakat. Karena sebagaimana dirilis WHO, dari seluruh kecelakaan yang terjadi di jalan raya, faktor kelalaian manusia (human error) memiliki kontribusi paling tinggi. Yaitu mencapai antara 80-90 persen dibandingkan faktor ketidaklaikan sarana kendaraan yang berkisar antara 5-10 persen, maupun akibat kerusakan infrastruktur jalan (10-20 persen).

”Ada etika yang tererosi di masyarakat, yaitu etika berkendara dengan tertib dan menaati peraturan serta menghindari pelanggaran-pelanggaran,” pungkas Wamenhub. Pemerintah, jelasnya, tidak hanya berupaya menurunkan angka kecelakaan dan fatalitas korban melalui kampanye. Upaya nyata lain dengan melibatkan banyak lembaga pemerintahan juga dilakukan, seperti memperbaiki fasilitas infrastruktur, sistem pelayanan transportasi, hingga menyiapkan regulasi. (roda kemudi)

Friday, May 7, 2010

KNKT Selidiki KRL Anjlok di Manggarai

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menurunkan tim untuk menyelidiki kasus anjloknya rangkaian kereta api rel listrik (KRL) tujuan Bogor-Jakarta di Stasiun Manggarai, Jakarta Pusat.

Juru Bicara KNKT JA Barata menjelaskan, untuk menyelidiki kasus tersebut, pihaknya menurunkan tim yang terdiri dari empat  orang investigator bidang perkeretaapian. ”Yaitu Koen Saptono yang bertidak sebagai IIC (inspector in charge), dan anggotanya, Mumuh, Mukhtar dan Irawadi,” jelasnya di Jakarta, Jumat (7/5).

Menurut Barata, hingga saat ini keempat investigator KNKT itu masih melakukan proses pengumpulan data di lapangan. ”Data itu akan diselidiki, dan fakta-fakta yang ditemukan akan digunakan untuk membuat rekomendasi perbaikan ke seluruh pihak terkait,” imbuhnya.

Peristiwa anjloknya KRL tersebut di Stasiun Manggarai, terjadi pada Kamis (6/5), sekitar pukul 11.00 WIB. Badan kereta yang anjlok sempat menabrak tiang listrik aliran atas (LAA) yang berada di dekatnya. Akibatnya, pasokan listrik KRL lain pun ikut terganggu. Gangguan itu membuat KRL tidak bisa melintasi Stasiun Manggarai. Sementara kereta api yang tidak menggunakan tenaga listrik masih bisa melintas di Stasiun Manggarai seperti biasa.

KRL yang anjlok adalah kereta eks KA 615 dari Bogor tujuan Jakarta. Setelah penumpang turun, rangkaian yang tidak lagi membawa penumpang ini hendak dilangsir masuk Depo Bukit Duri untuk perawatan. Namun sesampainya di Stasiun Manggarai, kereta itu anjlok.

Kepala Humas PT KA Daop I Jakarta Sugeng Priyono memaparkan, akibat peristiwa itu kereta nomor delapan anjlok satu as, sedangkan gerbong nomor tujuh anjlok empat as. Kemudian, kereta yang anjlok keluar dari jalur empat ke jalur satu. ”Tidak ada korban jiwa akibat kejadian ini karena tidak ada penumpang di kereta itu,” jelasnya.

Akibat kejadian ini, seluruh perjalanan KRL dari arah Bogor pada hari itu menuju Jakarta sempat terhenti di Stasiun Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kepadatan penumpang terjadi di stasiun ini sejak KRL anjlok. Aktivitas KRL baru pulih setelah PT KA selesai memasang tiang LAA darurat. Pembenahan permanen tiang listrik yang rusak, menurut Sugeng, membutuhkan waktu yang panjang. Karena itu, PT KA menyediakan tiang listrik sementara.

Pemasangan selesai sekitar pukul 17.20 dan KRL bisa melintas mulai pukul 17.40. Namun, KRL harus mengurangi kecepatan saat melintas di Stasiun Manggarai lantaran suplai listrik yang belum normal. Kendati LAA sementara sudah tersedia di Manggarai, namun pengalihan terhadap sejumlah perjalanan KRL tetap dilakukan.

KRL tujuan Stasiun Beos yang melewati Stasiun Gambir sementara ini dialihkan ke Stasiun Tanah Abang menuju Beos. KRL dari Bekasi tujuan Jatinegara yang biasanya melewati Stasiun Manggarai dialihkan melewati Stasiun Senen. Hal itu untuk mengurangi beban KRL lewat Stasiun Manggarai. (roda kemudi/kompas.com)

Wednesday, May 5, 2010

Batavia Air Terbang Langsung ke Jeddah Mulai 24 Mei 2010

Otoritas penerbangan sipil Arab Saudi, General Authority of Civil Aviation (GACA), akhirnya mengeluarkan izin bagi maskapai Batavia Air untuk menerbangi rute Jakarta-Jeddah secara reguler. Batavia akan memulai penerbangan di rute barunya itu mulai 24 Mei 2010.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan Bambang S Ervan menjelaskan, informasi pemberian izin tersebut disampaikan Staf Teknis Kemenhub di Konsulat Jenderal RI Jeddah Arab Saudi, Swihandoyo. ”Pak Swihandoyo sudah bertemu dengan pihak GACA,” jelasnya di Jakarta, Rabu (5/5).

Dijelaskan Bambang, izin yang dikeluarkan GACA tersebut didasari pada permintaan yang disampaikan maskapai Batavia Air kepada otoritas tersebut sejak pertengahan 2009 silam. Sedianya Batavia akan melayani penumpang di rute itu dengan menggunakan armada jenis Airbus A330-200 yang berkapasitas 320 kursi.

”Berarti saat ini, ada tiga maskapai kita yang terbang langsung di rute ini. Yaitu Garuda Indonesia, Lion Air, dan terakhir Batavia,” imbuh Bambang.

Pada jalur ini, Batavia Air akan terbang selama lima kali dalam seminggu. Target konsumen yang diincarnya adalah para tenaga kerja Indonesia (TKI) serta jemaah umroh. (roda kemudi)

Inaca: Maskapai Ramai-ramai Akan Banding Putusan KPPU

Indonesia National Air Carriers Association (INACA) menyerahkan kebijakan penyelesaian vonis kartel Fuel Surcharge (FS) dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kepada masing-masing maskapai.

Ketua Umum INACA Emirsyah Satar memahami bahwa sebagian dari sembilan maskapai yang divonis bersalah atas perilaku kartel FS akan melakukan banding atas putusan tersebut. Bahkan, ia mendengar ada yang secara ekstrim mengancam akan menghentikan operasinya karena putusan tersebut.

"Tetapi sebagai Ketua INACA saya tidak berhak mengatur kebijakan masing-masing maskapai. Mereka sendiri yang akan berbicara membela kepentingannya. Termasuk pilihan melakukan banding," kata Emirsyah, Rabu (5/5).

Satu yang pasti, PT Garuda Indonesia (Persero) yang dipimpinnya akan menolak putusan tersebut dan melakukan banding. "INACA akan melakukan rapat mengenai putusan itu. Setelah itu baru ada sikap resmi," tambahnya.

Sekretaris Jenderal INACA Tengku Burhanudin mengaku heran dengan putusan bersalah yang dijatuhkan KPPU. Karena kesepakatan bersama sembilan maskapai atas pemberlakuan FS yang diteken 4 Mei 2006 sudah dibatalkan.

"Setelah kesepakatan itu ditandatangani, tiga hari kemudian KPPU memang menyurati INACA untuk membatalkan kesepakatan karena menurut mereka menyalahi Undang-Undang. KPPU meminta pemberlakuan FS dikembalikan ke masing-masing maskapai. Permintaan itu langsung kami rapatkan dan kesepakatannya kami batalkan," ujar Tengku.

Ia menjelaskan, saat keputusan FS Rp 20.000 per penumpang dibuat sebenarnya kenaikan harga minyak saat itu sudah mendesak besaran FS sampai Rp 80.000 per penumpang.

Karena patokan harga avtur Rp 2.700 per liter yang ditetapkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 9/2002 tentang Tarif Batas Atas Pesawat Ekonomi sudah tidak relevan dengan harga avtur aktual yang mencapai Rp 9.000 an per liter.

"Pelaksanaan pembayaran denda pasti memberatkan maskapai, karena industri ini sebenarnya sedang berkembang. Saya juga tidak tahu dasar temuan kartelnya dan dasar estimasi kerugian Rp 5 triliun sampai Rp 13 triliun. Karena pada prakteknya semua maskapai bersaing dalam tarif," tegasnya. Tengku memastikan seluruh maskapai yang dijatuhkan vonis oleh KPPU akan mengajukan banding atas putusan tersebut.

Sebelumnya, KPPU menjatuhkan vonis bersalah atas perilaku kartel FS yang dilakukan sembilan maskapai nasional. Akibat pemberlakuan FS Rp 20.000 per penumpang sejak dibuatnya kesepakatan pada 4 Mei 2006 sampai 2009.

Anggota Majelis KPPU Nawir Messi menyebut terjadi kelebihan pendapatan (eksesif) dari FS yang dinikmati oleh sembilan maskapai. Karena, harga patokan FS diatas lebih tinggi dibanding harga aktual avtur Rp 5.921.

"Kerugian atau kehilangan kesejahteraan yang dialami konsumen sejak 2006 sampai 2009 antara Rp 5,08 triliun sampai Rp 13,8 triliun," kata Nawir.

Atas dasar itulah, majelis menilai sembilan maskapai yang membuat perjanjian FS terbukti melanggar Pasal 5 UU Nomor 5/1999 tentang Persaingan Usaha. Karena itu kepada sembilan maskapai tersebut dikenakan sanksi berupa pembayaran denda dan ganti rugi yang besarnya bervariasi. Tergantung jumlah keuntungan dari FS yang dinikmati oleh masing-masing maskapai. (roda kemudi)

Tuesday, May 4, 2010

Garuda Ajukan Keberatan Atas Keputusan KPPU

Manajemen Garuda Indonesia langsung mengeluarkan sangahan atas putusan yang dikeluarkan majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), yang memvonis sembilan maskapai telah melakukan kartel dalam penerapan fuel surharge, Selasa (4/5). Garuda merasa keberatan atas putusan tersebut.


Berikut pernyataan resmi Garuda Indonesia yang dirilis Selasa malam:

Sehubungan dengan keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menyatakan bahwa Garuda Indonesia terbukti bersalah melaksanakan praktek kartel atas penerapan “fuel surcharge”, maka bersama ini kami ingin menyampaikan tanggapan  sebagai berikut :

·         Garuda Indonesia selalu menjunjung tinggi prinsip “good-corporate governance” dan supremasi hukum dan menghargai fungsi KPPU sebagai lembaga yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk melakukan pengawasan atas persaingan usaha di Indonesia.

·         Namun demikian, putusan KPPU terhadap Garuda Indonesia ini telah didasarkan pada asumsi dan fakta serta data yang keliru dan tidak akurat (KPPU menggunakan tabel data tahun 2006 – 2009 untuk analisa Garuda sementara Garuda hanya memberikan data tahun 2006 – 2008 mengingat data tahun 2009 masih un-audited.

·         Selain itu analisa dan uji statistik yang dilakukan oleh KPPU tidak sesuai dan kurang akurat karena hanya dua maskapai yang memberikan data lengkap dari 12 maskapai yang ada.

·         Seperti kita ketahui bahwa penerapan “fuel surcharge” adalah merupakan suatu hal yang lazim dilakukan di industri penerbangan di dunia. Fuel surcharge diterapkan oleh maskapai penerbangan dalam kaitan dengan terjadinya peningkatan harga bahan bakar minyak yang terjadi.

·         Fuel surcharge bersifat fluktuatif dan merupakan upaya maskapai penerbangan mempersempit kesenjangan antara harga asumsi minyak yang ditetapkan  dengan fluktuasi atau kenaikan harga minyak yang terjadi di pasar. Dengan demikian penerapan “fuel surcharge” oleh Garuda Indonesia sama sekali bukan merupakan upaya untuk mencari keuntungan, melainkan upaya untuk menutupi biaya bahan bakar yang semakin meningkat yang juga dilakukan oleh maskapai penerbangan lain.

·         Garuda Indonesia juga tidak memperoleh keuntungan dari pengenaan fuel surcharge mengingat jumlah fuel surcharge yang dikenakan kepada konsumen jauh lebih kecil dari jumlah biaya bahan bakar (fuel cost) yang ditanggung oleh Garuda Indonesia.

·         Selain itu, penerapan fuel surcharge bukanlah merupakan perbuatan melawan hukum karena “Undang-undang No.1 Tahun 2009” dan “Keputusan Menteri Perhubungan No.9 Tahun 2002” tentang “Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi” memperbolehkannya. 

·         Dalam menerapkan “fuel surcharge”, Garuda Indonesia juga tidak pernah menetapkan secara bersama – sama  dengan maskapai lainnya mengingat Garuda Indonesia merupakan satu-satunya maskapai penerbangan di Indonesia yang menawarkan layanan “full service” sehingga Garuda Indonesia memiliki “cost structure” yang lebih tinggi dibanding maskapai lain yang memberikan layanan “low cost”.

·         Keuntungan yang diperoleh Garuda Indonesia pada tahun 2007 – 2009 merupakan hasil  “program transformasi perusahaan’’ yang dilaksanakan, antara lain melalui restrukturisasi rute, peremajaan pesawat, program efisiensi, pengembangan program revenue manajemen dan sebagainya.

·         Oleh karena itu Garuda Indonesia menyatakan menolak secara tegas putusan KPPU pada hari ini, Rabu (04/05) ini dan segala pertimbangan hukum serta pertimbangan ekonomi yang digunakan dalam putusan tersebut.

·         Mengingat putusan KPPU ini belum merupakan putusan final yang berkekuatan hukum tetap, maka Garuda Indonesia akan melakukan koordinasi dengan penasehat hukum untuk mempelajari putusan KPPU ini serta akan menentukan upaya dan langkah hukum lebih lanjut.



Jakarta, 04 Mei 2010



PT.Garuda Indonesia

VP. Corporate Communications



PUJOBROTO

KPPU Vonis Sembilan Maskapai Lakukan Kartel

Majelis Komisi Penawas Persaingan Usaha (KPPU) memvonis sembilan perusahaan maskapai penerbangan nasional terbukti melakukan kartel terkait penetapan harga fuel surcharge (biaya tambahan penggunaan bahan bakar) dalam industri penerbangan domestik.

Kesembilan perusahaan tersebut adalah PT Garuda Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT Merpati Nusantara Airlines (Merpati), PT Mandala Airlines, PT Travel Express Aviation Service (Express Air), PT Lion Mentari Airlines (Lion Air), PT Wings Abadi Airlines (Wings Air), PT Metro Batavia (Batavia Air), dan PT Kartika Airlines (Kartika Air).

Dalam sidang yang digelar di Kantor KPPU, Selasa (4/5), Majelis Komisi yang diketuai Ana Maria Tri Anggraini, menilai seluruh maskapai dinilai terbukti sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 5 dan Pasal 21 Undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Pesaingan Usaha Tidak Sehat. Majelis menjelaskan, penetapan putusan tersebut didasari pada hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa.

Disebutkan, pada 4 Mei 20006, kesembilan maskapai membuat perjanjian tertulis terkait penetapan fuel surcharge yang ditandatangani perwakilan maskapai serta ketua dewan dan sekretaris jenderal asosiasi perusahaan penerbangan nasional INACA (Indonesia National Air Carriers Association). Seluruh pihak menyepakati bahwa terhitung sejak 10 Mei 2006 memberlakukan pengenaan fuel surcharge dengan besaran Rp 20.000 per penumpang. Perjanjian tersebut kemudian secara formal dibatalkan pada 30 Mei 20006, yang pada intinya menyimpulkan penerapan dan besaran fuel surcharge diserahkan kembali kepada masing-masing perusahaan penerbangan nasional anggota INACA

”Namun, meskipun pembatalan telah dilakukan, perjanjian tersebut tetap dilaksanakan oleh masing-masing maskapai penerbangan, yang menetapkan fuel surcharge secara terkoordinasi (concerted actions) dalam zona penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam, dan 2 s/d 3 jam,” jelas Ketua Majelis.

Majelis Komisi menilai, fuel surcharge yang diberlakukan kesembilan maskapai tersebut merupakan aksi yang berlebihan (eksesif). Terhitung sejak kurun 2006 hingga 2009, KPPU menghitung, seluruh maskapai yang berstatus terlapor pada sidang tersebut telah menimbulkan kerugian bagi konsumen antara Rp 5 triliun hingga 13,8 triliun.

”Dalam menetapkan biaya produksi, para terlapor sudah mempertimbangkan pergerakan harga avtur, sehingga tidak dapat dibuktikan terjadi kecurangan. Mengenai penetapan biaya secara curang dalam perkara ini menjadi tidak relevan,” ungkap Majelis.

Memperhitungkan  kerugian yang dialami konsumen penerbangan ketika membayar fuel surcharge sebagai akibat adanya penetapan harga yang dilakukan kesembilan maskapai tersebut, serta berdasarkan alat bukti, fakta dan kesimpulan, majelis memvonis mereka untuk membayar denda dan ganti rugi dengan besaran yang berbeda. Seluruh denda dan ganti rugi tersebut wajib disetor para terlapor ke dalam APBN untuk digunakan dalam upaya peningkatan fasilitas bandara dan pelayanan umum kepada masyarakat. Selain itu, majelis juga merekomendasikan Pemerintah yang dalam hal ini Kementerian Perhubungan agar tidak memberikan kewenangan kepada asosiasi atau perhimpunan pelaku usaha untuk menetapkan harga atau tarif pada industri penerbangan nasional.

Majelis KPPU memvonis Garuda Indonesia divonis membayar denda sebesar Rp 25 miliar dan ganti rugi Rp 162 miliar; Sriwijaya Air didenda sebesar Rp 9 miliar dan ganti rugi Rp 60 miliar; Merpati didenda Rp 8 miliar dan ganti rugi Rp 53 miliar;  Mandala sebesar Rp 5 miliar dan Rp 31 miliar; Express Air sebesar Rp 1 miliar dan Rp 1,9 miliar; Lion Air sebesar Rp 17 miliar dan Rp 107 miliar; Wings Air sebesar Rp 5 miliar dan Rp 32,5 miliar; Batavia Air sebesar Rp 9 miliar dan Rp 56 miliar; dan Kartika Air sebesar Rp 1 miliar dan Rp 1,6 miliar. (roda kemudi)