Pages

Thursday, June 4, 2009

Molornya Tender MRT karena Pemerintah Berhati-hati

Pemerintah menyatakan proses tender konsultan pembuatan desain dasar proyek angkut cepat massal (MRT) yang berlangsung lama dalam rangka menerapkan kehati-hatian. Tender yang sedianya ditargetkan rampung akhir Mei lalu, hingga saat ini masih belum memutuskan konsorsium pemenangnya.

Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal, seusai melantik 785 perwira ahli transportasi Badan Diklat Perhubungan di Jakarta, Kamis (4/6), mengatakan, tudingan proses tender sengaja dilakukan berlarut-larut juga dianggap tidak tepat. ”Dari pada tender dipercepat tapi bermasalah di kemudian hari,” katanya.

Menhub Jusman pun tidak keberatan jika persoalan tender MRT ini diadukan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Pasalnya, Menhub menilai, apa yang dilakukan Badan Kerja Sama Internasional Pemerintah Jepang (JICA) sebagai pemberi pinjaman masih wajar. ”Dalam perjanjian pinjaman, memang ada ruang buat JICA untuk melihat dan memberikan pendapat,” ujarnya.

Apalagi, menurut Menhub, Departemen Perhubungan belum pernah memutuskan salah satu konsorsium peserta tender sebagai pemenang. "Jadi, tunggu saja hasilnya (pemeriksaan KPPU) nanti, apakah terbukti terjadi persaingan tidak sehat atau tidak," kata dia.

Rabu (3/6) lalu, Indonesia Procurement Watch (IPW) mengadukan persoalan molornya tender pembuatan desain dasar proyek MRT ke KPPU. Dalam aduannya, IPW menyerahkan 16 dokumen pendukung yang terkait dengan proses tender tersebut. IPW yang menilai tidak wajarnya proses tender MRT terlalu berlarut-larut itu sebagai dasar pelaporan.

Dari ke-16 dokumen itu, persoalan muncul sejak adanya surat permintaan klarifikasi JICA atas proses tender tertanggal 23 Desember 2008. Keberadaan dokumen-dokumen tersebut dianggap sebagai indikasi adanya konspirasi dan persaingan tidak sehat dalam tender.

IPW meminta komisi antimonopoli sebagai institusi yang berwenang untuk memanggil, memeriksa, serta turun tangan mendalami persoalan MRT tersebut. Bahkan, IPW mendesak KPPU agar bertindak lebih cepat. Alasannya, selain proses tender sudah menghabiskan waktu terlalu lama, secara tidak langsung keterlambatan akan merugikan masyarakat.

”Yang dibawa ke KPPU sebenarnya bukan soal persaingan atau monopoli, tetapi persoalan tentang adanya main mata atau tidak dalam tender ini,” lanjut Menhub.

JICA, lanjut Menhub, bukan melakukan intervensi pada proses tender tersebut. Tetapi sesuai dengan perjanjian khusus yang dibuat dalam loan agreement. Yaitu jika Dephub berikan penilaian, maka harus diberikan ruang bagi JICA untuk melihat dan memberikan suatu evaluasi untuk mengecek.

”Mereka mengklarifikasi apakah itu sama atau tidak. Jadi, yang ditanya JICA itu normal,” jelasnya. ”Ada loan dari jepang, kemudian loan itu ingin digunakan pemerintah RI, kemudian dia tanya soal partisipasi baik kontraktor jepang dan kontraktor lokal dari Indonesia. Itu poin yang jadi pertanyaan JICA,” lanjut Menhub. (roda kemudi)

No comments: