Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal menyarankan agar maskapai penerbangan yang memiliki masalah keuangan untuk segera melakukan pembauran usaha (merger) dengan perusahaan lain. Pemberian insentif untuk membantu maskapai meringankan beban akibat merger tidak menutup kemungkinan untuk diberikan.
Menhub mengatakan, merger adalah langkah jitu yang harus ditempuh maskapai agar mampu menghadapi liberalisasi penerbangan di Asia Tenggara. Termasuk menyelamatkan diri keluar dari keterpurukan finansial yang belakangan ini sedang melanda dunia penerbangan. Selain itu, merger juga bisa menjadi antisipasi untuk menghindari semakin banyaknya maskapai penerbangan nasional yang terus rontok.
Ditambahkan Menhub Jusman, Dephub tidak menutup kemungkinan untuk membantu meringankan beban yang terjadi akibat penggabungan usaha. Yaitu memberikan insentif pajak merger terhadap maskapai-maskapai penerbangan nasional yang bersangkutan.
”Kalau mereka (maskapai penerbangan) mengharapkan, itu bisa saja. Nanti bisa saja dibicarakan dengan Menteri Keuangan, karena soal pajak kan ada Undang-Undangnya sendiri,” kata Menhub seusai melantik secara terpadu 785 Perwira Ahli Transportasi di Lapangan Monas, Jakarta, Kamis (4/6).
UU Nomor 1/2009 tentang Penerbangan sendiri belum mengatur merger secara khusus. Karena pemerintah tidak perlu mengatur merger, biar diatur secara business to business antarperusahaan yang bersangkutan. Fungsi pemerintah hanya sebatas memberikan pengesahan pascamerger berupa perevisian Surat Izin Usaha Penerbangan (SIUP)
Pencabutan izin usaha akan dilakukan Dephub ketika maskapai tidak dapat lagi beroperasi secara normal setelah batas toleransi selama 30 hari untuk tidak beroperasi sementara akibat masalah teknis atau permasalahan internal berakhir.
Pemberian toleransi masa berhenti operasi sementara itu diberikan agar maskapai tidak memaksakan diri untuk menerbangkan pesawat sebelum masalah yang dihadapinya terselesaikan. Dephub akan mengeluarkan sanksi mulai dari peringatan hingga pencabutan surat izin operasi jika maskapai itu tetap tidak menjalankan kewajibannya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 25/2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara.
Dengan melakukan pembauran usaha dengan mitra strategis, lanjut Menhub Jusman, maskapai tidak hanya bisa mempertahankan eksistensi untuk mengisi rute-rute yang dilayani selama ini. Di sisi lain, dengan keuangan yang cukup, maskapai bersangkutan juga bisa memenuhi persyaratan sebagaimana diamanatkan Undang-undang No 1/2009 tentang Penerbangan. Yaitu menyelenggarakan jasa angkutan penerbangan yang aman dan selamat serta meningkatkan mutu pelayanan.
”Finansial yang cukup dibutuhkan untuk menjamin keselamatan dan keamanan penerbangan sesuai Undang-undang Penerbangan,” ujar Menhub.
Memahami risiko tentang perlunya finansial yang cukup, Menhub mengingatkan, adalah hal terpenting yang perlu disadari pengusaha ketika ingin mendirikan perusahaan maskapai penerbangan. Karena untuk menjamin keselamatan dan keamanan, serta mengoperasikan armada sesuai dengan jumlah yang disyaratkan dan didukung perawatan yang baik, membutuhkan jaminan finansial yang tidak sedikit.
”Saya rasa itu yang pada akhirnya, banyak maskapai merasakan bebannya terlalu berat. Pilihannya dua: (izin operasi) dicabut atau merger,” ujar Menhub
Dua maskapai yang saat ini tengah mengalami masalah permodalan adalah Linus Airways (berjadwal) dan Megantara Air (kargo). Keduanya mengumumkan penghentian sementara operasi penerbangan akibat persoalan yang dihadapinya. Manajemen Linus dan Megantara telah mengajukan surat pemberitahuan resmi penghentian sementara operasional maskapai kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan.
Linus Airways terancam terkena sanksi pencabutan izn operasi karena belum juga memperpanjang masa penghentian operasi sementaranya kepada Ditjen Perhubungan Udara, meski batas toleransi selama 30 hari telah terlampaui. Direktorat Angkutan Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sendiri telah menyiapkan surat pencabutan semua rute milik Linus tersebut.
Menyikapi kondisi tersebut, Maskapai Garuda Indonesia saat ini tengah agresif menjajaki akuisisi sejumlah maskapai penerbangan nasional yang mengalami masalah keuangan dan operasional untuk meningkatkan dominasinya di rute penerbangan domestik. Salah satunya adalah Linus Airways.
Langkah tersebut ditempuh Garuda untuk memperbesar sumber daya pasca diberlakukannya UU No.1/2009 tentang Penerbangan. Upaya itu sekaligus menghadapi era globalisasi, khususnya kawasan perdagangan bebas Asean.
Di sisi lain, bertujuan pula untuk mengatasi kesulitan memperoleh pilot berpengalaman karena tingginya kebutuhan pilot baru di pasar, menyusul banyaknya pesawat yang didatangkan oleh maskapai penerbangan nasional.
Menhub nenanggapi positif program yang tengah dilakukan Garuda tersebut. ”Itu tidak masalah, bagus kalau dia (Garuda) punya uang,” ujar Menhub. (roda kemudi)
MENGGALI PENDAPATAN TAMBAHAN UNTUK PEMBANGUNAN MRT
11 years ago
No comments:
Post a Comment