PT Cardig Air berencana meningkatkan frekuensi penerbangan berjadwal khusus pengangkutan tuna untuk rute Padang-Singapura. Langkah tersebut untuk menyikapi meningkatnya permintaan ekspor tuna dari Indonesia.
"Saat ini frekuensinya baru satu kali per minggu. Bukan tidak mungkin kami menambah frekuensi menjadi dua atau tiga kali dalam satu minggu," kata Presiden Direktur Cardig Boyke Soebroto, Senin (8/3).
Menurut Boyke, pembukaan rute ekspor langsung tersebut bisa menghemat waktu pengiriman tuna hingga ke pelelangan ikan di Tokyo, Jepang, menjadi satu hari. Dengan demikian, kualitas dan harga tuna yang dikirimkan menggunakan penerbangan langsung itu pun lebih terjaga. Sebelumnya, eksportir tuna harus membawa terlebih dahulu tuna tangkapannya ke Jakarta sebelum diterbangkan ke Jepang.
Dikatakannya, saat ini Cardig memmanfaatkan pesawat berjenis Boeing 737-300 Freighter yang mampu menerbangkan muatan hingga 17 ton. Dengan kapasitas tersebut, Boyke menjamin kepastian ruang dan daya angkut ekspor tuna perusahaannya terus bertambah. "Frekuensi penerbangan bisa ditambah sesuai kebutuhan pasar," katanya.
Sebelumnya, EVP Maintenance & CMO Cardig Munadi Oesman mengatakan, rute Padang-Singapura dilayani Cardig berdasarkan permintaan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
Sampai saat ini, Cardig telah menerbangi rute Padang-Singapura sekitar 39 kali dengan total volume 408.909 kilogram tuna segar. Begitu sampai Singapura, tuna tersebut dikirimkan ke sejumlah negara lain seperti Jepang, Australia, Eropa dan negara Asia lainnya.
Ekspor tuna asal Padang banyak dipasok dari Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus. Ke Jepang, pelabuhan tersebut dapat mengekspor 3 ton per hari dan ke Amerika Serikat 1 ton per hari. Dalam melakukan ekspor, pengelola pelabuhan bekerjasama dengan Cardig untuk melakukan pengiriman sebanyak 14 ton setiap minggunya sejak April 2009 lalu.
Sejalan dengan itu, saat ini Kementerian Kelautan dan Perikanan tengah melobi Pemerintah Jepang agar mau menurunkan bea masuk impor tuna dari Indonesia ke Jepang. Karena kondisi tersebut dikhawatirkan dapat mengganggu kinerja ekspor tuna menuju Negara Matahari Terbit itu, sementara bea masuk impor tuna asal Thailand jauh lebih rendah. Pemerintah Jepang mengenakan bea masuk tuna segar asal Indonesia sebesar 3,5 persen, sedangkan tuna yang sudah diolah mencapai 9,5 persen. Sedangkan tuna asal Thailand hanya dikenakan 5 persen. Pemerintah menargetkan penurunan bea masuk ini bisa terealisasi pada 2011.
Ekspor tuna Indonesia ke Jepang 2009 lalu mencapai US$ 116 juta dari total ekspor USD 620 juta. Pasar Jepang merupakan pasar terbesar ekspor tuna disusul Eropa dan Amerika Serikat (AS). (roda kemudi)
No comments:
Post a Comment