Pages

Monday, March 1, 2010

Pemerintah Tegaskan Tak Pernah Punya Tunggakan PSO ke PT KA

Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Tundjung Inderawan menegaskan bahwa hingga saat ini pemerintah tidak pernah memiliki tunggakan dana operasioan pelayanan publik (public service obligation/PSO) kepada PT Kereta Api (PT KA), meski perusahaan tersebut yang didukung Kementerian Negara BUMN mengklaim adanya tunggakan sebesar Rp 1,4 triliun akibat akumulasi kurang bayar PSO sejak 2003 hingga 2008lalu.

"PTKA dan Kementerian Negara BUMN seharusnya membaca kembali ketentuan yang ada. Bahwa sejak awal, penugasan PSO diberikan sesuai dengan kemampuan dana pemerintah. Jadi tidak ada kamusnya pemerintah punya tunggakan utang PSO, karena subsidi operasional kereta api kelas ekonomi yang diberikan kepada PT KA sudah mencukupi. Hal ini sudah pernah kami jelaskan ke mereka beberapa kali," tegas Tundjung Inderawan di Jakarta, Senin (1/3).

Dijabarkannya, besaran PSO yang selama ini dibayarkan pemerintah kepada PT KA sudah bisa menutupi kebutuhan operasi kereta api kelas ekonomi. Bahkan, menurutnya, di dalamnya sudah terdapat marjin keuntungan yang bisa dimiliki perusahaan tersebut.

"Perusahaan kan maunya cari untung yang besar. Sementara PSO itu tugas dari pemerintah untuk melayani masyarakat. Jadi kalau mau minta untung sebesar-besarnya, ya nggak bisa. Kalau mereka mau mengusulkan tambahan PSO atau menaikkan tarif, itu sah-sah saja. Tetapi yang menentukan pemerintah, bukan mereka. Saya menilai, mereka meminta tambahan PSO itu karena ingin mencari keuntungan sebesar-besarnya saja," papar Tundjung.

Sebelumnya, Direktur Utama PTKA Ignasius Jonan meminta pemerintah untuk segera membayar tunggakan dana PSO dan infrastructure maintenance and operation (IMO). Dana PSO merupakan subsidi harga tiket kereta ekonomi, sedangkan dana IMO digunakan untuk biaya perawatan dan operasional sarana dan prasarana kereta.

"Jika dana tersebut bisa ditarik, PT KA dapat meningkatkan pelayanan kepada penumpang kereta kelas ekonomi seperti yang selama ini dituntut Pemerintah. Termasuk membayar denda pembayaran pajak yang belakangan ditagih oleh Direktorat Jenderal Pajak sekitar Rp 120 miliar," kilah Jonan saat itu.

Diketahui, setiap tahunnya, pemerintah mengalokasikan PSO untuk PTKA sebesar Rp 535 miliar. Sementara perusahaan tersebut meminta pemerintah untuk menaikkan dana PSO sesuai dengan kebutuhan yang mereka ajukan. Sehingga ketika terjadi selisih, maka selisih tersebut dianggap sebagai tunggakan utang yang harus diibayarkan pemerintah.

Sementara itu, Sekretaris Kementerian Negara BUMN Said Didu mengungkapkan pemerintah masih memiliki utang dana PSO dan Infrastructure Maintenance and Operation (IMO) sebesar Rp 1,4 triliun.

Utang tersebut kata Said belum dibayarkan pemerintah dari APBN. Besarnya utang itu berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan 2009. "Sisa kewajiban itu merupakan akumulasi dari tahun-tahun sebelumnya. Seharusnya pemerintah sebagai pemberi tugas melunasinya," ujar Said.

Selain meminta dilunasinya tunggakan PSO, Perseroan juga pernah meminta kenaikan PSO dari angka Rp 535 miliar menjadi Rp 670 miliar untuk tahun depan. Tambahan dana PSO itu akan digunakan PT KA untuk menutupi kerugian akibat selisih harga tiket ekonomi dengan biaya operasional yang terus meningkat setiap tahun.

"Kalau PSO tidak naik, maka pelayanan terbaik sulit diberikan. Karena penumpang kelas ekonomi mencapai 200 juta orang per tahun atau sekitar 70 persen dari jumlah seluruh penumpang KA," kata Jonan.

Jika tidak merestui tambahan PSO, Perseroan meminta pemerintah untuk merestui kenaikan tarif kelas ekonomi sebesar 50 persen di awal Juli 2010.

Kenaikan tarif kereta kelas ekonomi itu akan dilakukan secara bertahap selama empat semester. Tidak sekaligus 50 persen karena dinilai akan sangat memberatkan masyarakat. "Jadi kenaikan dibagi 12,5 persen tiap semesternya mulai Juli," jelasnya.

Kalau kedua usulan tersebut tidak juga disetujui pemerintah, PTKA meminta pemerintah untuk menyetujui pengurangan frekuensi pemberangkatan kereta ekonomi untuk menekan biaya operasional. Jika usulan itu ditolak juga, maka Jonan memohon maklum jika pelayanan yang akan diberikan kepada penumpang tidak meningkat kualitasnya dengan yang selama ini diberikan.

Sekedar informasi, pada 2009 lalu laba bersih PTKA mencapai Rp 200 miliar, naik dari 2008 sebesar Rp 40 miliar. (roda kemudi)

No comments: